Pembahasan Materi dalam Forum Diskusi Tenaga Ahli Bahasa di Kepolisian dan DPR
Jakarta—Sosioterminologi dalam Bahasa Indonesia, inilah tema yang diusung oleh Dra. Meity Taqdir Qodratillah, M.Hum., Kepala Bidang Pengembangan, dalam materi yang disampaikan pada pelaksanaan hari kedua kegiatan Forum Diskusi Tenaga Ahli Bahasa di Kepolisian dan DPR, yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan Masyarakat, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Hotel Park, Rabu, 26 Agustus 2015.
Meity menyatakan, bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi antarmanusia, baik secara resmi maupun secara santai. Perkembangan iptek telah mengakibatkan peningkatan keperluan akan nama dan istilah, sehingga pemekaran kosakata diperlukan untuk pelambangan konsep dan gagasan ilmu pengetahuan dan kehidupan modern. Meity menegaskan, bahwa untuk membakukan istilah tidaklah mudah, karena penggunaan istilah banyak melibatkan pemangku kepentingan, dan bukan hanya tugas Badan Bahasa. Penggunaan produk hukum di DPR/DPRD sangat strategis untuk menggunakan istilah Indonesia yang baku. Ahli bahasa harus ddapat arif dan memiliki wawasan materi yang ditanganinya sehingga dapat mengimplementasikan istilah yang tepat sesuai dengan ranahnya.
Meity menambahkan, bahwa terminologi dipengaruhi oleh perubahan sosial yang memiliki efek besar tentang keperluan yang bertalian dengan bahasa, terminologi bertalian dengan jati diri budaya, karena bahasa memiliki struktur yang berbeda, kebiasaan pikiran dan ungkapan yang berbeda. Dalam kesempatan itu, Meity menjelaskan bahwa penggunaan istilah dalam masyarakat atau yang disebut sosioterminologi, tidak hanya memiliki satu doktrin atau kaidah, tetapi lebih pada ancangan yang dikembangkan terhadap aspek yang berbeda tentang terminologi. Dalam sosioterminologi, istilah dilihat sebagai bagian dari bahasa, bukan sekadar tanda, dan bagian dari kebudayaan. Lebih jauh lagi, sosioterminologi lebih melihat bahasa sebagai keseluruhan. Artinya, bahasa tidak terbatas pada bahasa itu sendiri, tetapi juga pada pengetahuan dan budaya di dalam bahasa yang ada.
Sementara itu, Drs. Abdul Gaffar Ruskhan, M.Hum., Peneliti Utama di Badan Bahasa, menyampaikan materi dengan topik “Unsur Serapan Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia”. Dalam materinya, Gaffar menyatakan bahwa bahasa serapan itu adalah bahasa penutur asli yang kita sesuaikan dengan kaidah bahasa kita, baik dari lisannya, hukum bacaannya, yang sudah diliterasi sehingga terasa keasingannya, apakah keindonesiaannya atau kearabannya. “Bahasa Arab adalah salah satu bahasa asing yang cukup banyak diserap ke dalam bahasa Indonesia, yang tanpa kita sadari bahwa kata yang biasa kita gunakan sehari-hari banyak berasalah dari bahasa Arab”. Jelasnya.
Pada kesempatan lain, Ivan Lanin, M.Ti., Pendiri Wikimedia Indonesia, Aktivis Bahasa Indonesia, dan Pakar Internet Indonesia, menyampaikan materi dengan topik “Kiat Pemadanan Kosakata/Istilah dari Bahasa Lain ke Bahasa Indonesia”. Dalam materinya, Ivan menyatakan bahwa dari segi bentuk, singkatan atau akronim adalah pilihan akhir dalam penyampaian istilah kata baru kepada masyarakat, karena singkatan atau akronim itu butuh waktu untuk menyampaikan arti atau pesan yang terdapat dalam istilah tersebut. Hal ini disebabkan karena pemahaman setiap orang berbeda-beda sehingga kita perlu mengkomunikasikan kepanjangan dari istilah baru yang kita tawarkan. Menurut sebuah penelitian bahwa bahasa Indonesia sekitar 120% lebih panjang dari bahasa Inggris, hal inilah yang menyebabkan dibuatnya istilah atau akronim dalam menyampaikan sebuah pesan dalam istilah baru yang kita promosikan kepada masyarakat. kemudian Kombes Arif Nur Cahyo, Psikolog Klinis dan Forensik lulusan dari Universitas Gadjah Mada yang Sehari-hari bertugas di Mabes POLRI, dan menjadi anggota Asosiasi Psikolog Forensik. menyampaikan materi yang bertopik “Penggunaan Bahasa yang Berpotensi Menimbulkan Sanksi Pidana”.
Kegiatan Forum diskusi yang dilaksanakan sejak 25—28 Agustus 2015 itu, diikuti oleh 40 orang peserta, antara lain, 8 orang dari Badan Bahasa, 17 orang perwakilan dari Balai/Kantor Bahasa, 3 orang perwakilan dari Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan, 2 orang perwakilan dari PPSDM Kementerian Kesehatan, 3 orang perwakilan dari Universitas, 5 orang perwakilan dari Lembaga Pendidikan Polri, 1 orang perwakilan dari UPTD Pendidikan Bekasi, serta 1 orang perwakilan dari Kantor Hukum Ahdiati & Partner. (nav)