Cermat, Apik, dan Santun dalam Berbahasa Indonesia

Cermat, Apik, dan Santun dalam Berbahasa Indonesia

Jakarta—Diperlukan kesantunan dalam bertutur sehingga kita menjadi bangsa yang beradab. Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa),   Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim, M.S. dalam pembukaan acara “Penyegaran Keterampilan Berbahasa Indonesia untuk Redaktur” di Hotel Park, Jakarta Timur, Selasa, 24 November 2015.

“Santun bukan eufemisme atau menghaluskan, katakan dengan sejujurnya, karena itu juga merupakan bagian dari kesantunan,“ ujar Gufran.

Ia mengatakan, konsep yang digagasnya yaitu Cermat, Apik, dan Santun (CAS) dapat dijadikan rujukan oleh insan media. Dalam perkembangannya sekarang ini, penggunaan bahasa Indonesia di media didominasi dengan ketidaksantunan dan penalaran yang lemah. Contohnya penggunaan istilah “pertarungan” dalam menggambarkan pemilihan kepala daerah (pilkada), yang seharusnya lebih tepat digunakan untuk istilah pertandingan tinju karena menggambarkan kontak fisik.

Konsep itu juga untuk menyempurnakan jargon penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang dulu dipopulerkan oleh Prof. Jus Badudu. Cermat berarti gramatik dan masuk akal, apik berarti estetik dan menggugah dan santun berarti etik dan mengajak.  Konsep ini merupakan cara untuk memuliakan bahasa Indonesia menjadi semesta budi bahasa kita. Semakin tinggi budi bahasa semakin tinggi tingkat kecermatan, keapikan dan kesantunan kita bertutur, berbicara, menulis dan memberitakan sehingga kita menjadi bangsa yang beradab.

Media massa merupakan penjaga gawang dalam hal penggunaan bahasa Indonesia. Sebagai pembina bahasa Indonesia media massa berperan menumbuhkan sikap positif berbahasa Indonesia, contohnya adalah pengucapan kata “pascasarjana” menjadi “paskasarjana” (huruf “c” diganti “k”) oleh media akan diikuti oleh masyarakat, meskipun guru bahasa Indonesia sudah menyarankan memakai huruf “c” dalam pengucapan “pascasarjana”. Selain itu, media massa juga berperan sebagai pengembang bahasa dalam rangka menemukan dan mengenalkan istilah baru yang menggantikan istilah bahasa asing, contohnya adalah penggunaan kata “prestise” menjadi “gengsi” yang dilakukan oleh almarhum Wartawan Senior, Rosihan Anwar dan istilah “incumbent” menjadi “petahana” yang dilakukan oleh Kompas. Oleh karena itu,  peran media terhadap penggunaan bahasa Indonesia sangat besar bagi masyarakat.

Kepala Bidang Pemasyarakatan, Drs. Mustakim, M.Hum. selaku penanggung jawab kegiatan melaporkan bahwa pada tahun 2015, Bidang Pemasyarakatan mempunyai tiga kegiatan yang terkait dengan media massa, yaitu penyediaan bahan penyuluhan untuk insan media, safari bahasa (kunjungan ke media massa untuk menjalin kemitraan dalam upaya mendukung pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia) dan penyegaran keterampilan berbahasa Indonesia bagi insan media (reporter, redaktur, wartawan dan penyiar).

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari (24—26 November 2015) itu diikuti oleh 50 orang peserta yang terdiri dari redaktur media cetak dan elektronik. Sementara itu, materi yang akan diberikan adalah Kebijakan Pembinaan Bahasa Indonesia di Media Massa (Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim), Peningkatan Sikap positif terhadap Bahasa Indonesia (Drs. Mustakim, M.Hum), Ejaan Bahasa Indonesia (Drs. Sriyanto, M.M, M.Pd.), Bentuk dan Pilihan Kata dalam Bahasa Indonesia (Drs. Abdul Gaffar Ruskhan, M.Hum.), Bahasa Jurnalistik bagi Redaktur (Qaris Tajudin), Kalimat dalam Bahasa Indonesia (Prof. Dr. Dendy Sugono), dan Paragraf dalam Bahasa Indonesia (Drs. Suladi, M.Pd.).

Kegiatan “Penyegaran Keterampilan Berbahasa Indonesia bagi Insan Media” sudah secara rutin digelar sejak tahun 2011 dan sampai tahun 2015 sudah sebanyak 755 orang yang mengikuti kegiatan itu dengan rincian tahun 2011 (115 orang), 2012 (120 orang), 2013 (120 orang), 2014 (200 orang) dan 2015 (200 orang). Untuk tahun 2014 dan 2015 terdiri dari empat sesi yaitu reporter, redaktur, wartawan, dan penyiar dengan jumlah 50 orang peserta tiap sesinya.

Apabila mengacu pada data insan media yang tercatat di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yaitu sebanyak 6223 orang, berarti baru 12,7 % insan media yang telah mengikuti kegiatan itu dan masih menyisakan 87,3 % insan media. Sehingga diharapkan setiap insan media yang telah mengikuti kegiatan “Penyegaran Keterampilan Berbahasa Indonesia” dapat berbagi ilmu dengan yang belum mengikuti kegiatan itu. (an/mla)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa