Badan Bahasa: Upaya Internasionalisasi Bahasa Indonesia dan Pelindungan Bahasa dan Sastra Daerah
Jakarta—Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 pasal 44 menyebutkan bahwa “Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan”.
Untuk itu, Pusat Pengembangan dan Pelindungan (Pusbanglin), Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki strategi untuk menunjang internasionalisasi bahasa Indonesia, “Karena internasionalisasi bahasa Indonesia menjadi target kita, maka saat ini kita mencoba menangani ASEAN dahulu, “ tegas Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Dr. Sugiyono saat diwawancarai di ruang kerjanya, Gedung Darma, Badan Bahasa, Jakarta, Kamis, 25 Februari 2016.
Strategi yang akan dilakukan adalah “Pertama, meningkatkan jumlah kosakata, kedua, mengembangkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang akan menyertai pengujian di Indonesia, dan ketiga, kita akan mencoba membawa Indonesia ke luar negeri, caranya dengan menyusun kamus ASEAN (terdiri dari sepuluh negara anggota ASEAN) dan akan diberi nama kamus Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kerja sama dengan kedutaan dan perguruan tinggi sudah terjalin sejak tahun lalu, “ ungkap Sugiyono.
Tujuan dibuatnya kamus MEA adalah agar orang tidak kesulitan untuk berbahasa Indonesia di Indonesia dengan tuntutan orang itu melakukan bisnis dan keperluan lainnya dalam bahasa Indonesia.
Setelah kamus tersusun akan dibuat buku percakapan pendek untuk mereka, “Untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat ASEAN agar bisa berbahasa Indonesia di Indonesia, dan ini adalah langkah awal, yang terstruktur nanti berupa buku Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) untuk ASEAN,” kata Sugiyono.
Target pengayaan kosakata adalah 195.000 lema pada tahun 2019, “Jadi harus terus naik, jumlah lema yang ada sekarang sekitar 91.000 ditingkatkan menjadi 195.000 lema. Untuk itu menjadi program paling utama. Mengapa kosakata menjadi yang pertama dan utama, karena kita mempunyai paradigma kalau kosakatanya baru sedikit itu tidak mungkin menjadi bahasa internasional, bahasa Inggris sudah 1.000.000 lema (bahasa internasional), bahasa Indonesia baru 91.000 lema (belum menjadi bahasa internasional), meski tidak ada standar jumlah lema yang harus dipenuhi untuk menjadi bahasa internasional,“ kata Sugiyono.
“Sejak 2007—2008 dalam pengayaan kosakata tidak lagi berpedoman pada cara lama yaitu mengambil istilah kata yang muncul di media massa, tetapi kita turun melalui balai/kantor bahasa untuk mengusulkan kosakata bahasa daerah mereka, tetapi memang hasilnya belum maksimal, baru 2.000 lema yang diusulkan dan masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jilid IV (2008),“ lanjutnya.
“Kendala dalam pengayaan kosakata adalah menginventarisasi kosakata dari bahasa-bahasa yang jumlahnya sangat besar. Oleh karena itu, untuk sementara akan dibuat versi daring, aplikasi dan sistemnya sedang dibuat, bekerja sama dengan pihak ITB (nantinya termasuk pengembangan wikibahasa), “ tutur Sugiyono.
Salah satu cara untuk menjaring istilah bahasa daerah yang masuk (kamus dan korpus bahasa daerah) juga akan dibuat ke dalam wikibahasa. “Wikibahasa itu seperti wikipedia, tetapi kita modifikasi karena wikipedia itu dari hulu sampai hilir tidak ada pembedaan otoritas, dalam skema kerja wikibahasa nanti, bahan mentah itu diverifikasi berlevel-level hingga level terakhir yang menyatakan baku, hasilnya dibuat pangkalan data induk dan dibuat layanan masyarakat, anggota masyarakat tidak bisa mengubah yang sudah masuk di pangkalan data induk kecuali tim pembaku ingin mengubahnya, ini adalah proyek berbasis ekosistem (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pakar Teknologi Informasi, pakar istilah, dan masyarakat), “ tambahnya.
Sementara untuk pembuatan KBBI terbaru (jilid V), “Opsi pertama akan digratiskan sampai ke pencetakan, opsi kedua akan dibuat versi elektronik, dimuat di buku sekolah elektronik, setiap orang boleh mengunduh sendiri atau ada penerbit yang akan mencetak dengan harga eceran tertinggi (HET) sama seperti mekanisme buku sekolah murah yang kita buat selama ini, dan opsi ketiga adalah melalui daring (internet) dengan berbagai platform sistem (android dan IOS) dan sistem terbuka (open source),“ ungkap Sugiyono.
Terkait dengan UKBI, pengembangan UKBI akan terus dimatangkan dan standarnya dibuat semakin jelas. Ke depannya, UKBI akan digratiskan dan untuk luar negara akan didaringkan melalui Tempat Uji Kompetensi (TUK) UKBI yang sudah memadai (terstandardisasi dan bersertifikat).
“Sekarang untuk penanganan UKBI sudah berbagi dengan Pusat Pembinaan, dengan pola kerja, yang membuat sampai membakukan instrumen itu ada di Pusat Pengembangan dan Pelindungan, sementara yang membawa ke masyarakat, mengujikan, mengelola TUK dan menyertifikasi TUK itu ada di Pusat Pembinaan dan Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK), di dalam negeri oleh Pusat Pembinaan dan di luar negeri oleh PPSDK,“ tutur Sugiyono.
Selain program yang mendukung internasionalisasi bahasa Indonesia, Pusbanglin juga memiliki program pelindungan, yaitu konservasi dan revitalisasi bahasa dan sastra Indonesia dan daerah.
Program revitalisasi bahasa dan sastra tidak memilih jalur muatan lokal dalam pendekatannya, walaupun jalur itu tersedia dan dijamin oleh UU Sisdiknas. “Basisnya revitalisasi bahasa dan sastra adalah komunitas, artinya kita datang ke komunitas kemudian komunitas yang mengajari anak-anaknya yang sudah tidak bisa berbahasa daerah itu dan komunitas yang mengontrol serta membuat anak-anaknya bisa berbahasa daerahnya lagi, atau untuk sastra dengan mementaskan kembali tradisi sastra lisan yang sudah tidak pernah dipentaskan lagi di suatu komunitas tertentu. Jadi kita hanya memberikan bimbingan pokok saja (harus seperti apa mengajarkannya), dan program ini dijalankan secara berkelanjutan hingga masyarakat komunitas itu memiliki kesadaran untuk melestarikan dan bangga terhadap bahasa dan sastra daerahnya,“ tutup Sugiyono mengakhiri wawancara sore itu. (an)