Berita Duka: Prof. Dr. Jusuf Sjarif Badudu Wafat

Berita Duka: Prof. Dr. Jusuf Sjarif Badudu Wafat

Bandung—Dunia pendidikan Indonesia khususnya mereka yang bergelut di bidang bahasa Indonesia pada hari Sabtu, 12 Maret 2016  pukul 22.10 WIB telah kehilangan salah seorang tokoh bahasa yang juga guru besar bahasa Indonesia, Prof. Dr. Jusuf Sjarif Badudu. Beliau wafat pada usia 89 tahun di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung karena komplikasi penyakit yang diderita semasa tuanya. Dua hari sebelum wafat, ia dirawat inap di RSHS karena serangan stroke. Sekitar sepuluh tahun belakangan, ia sudah beberapa kali diserang stroke ringan maupun berat yang mengakibatkan kondisi fisiknya semakin lama semakin menurun.

Jusuf Sjarif Badudu yang lebih dikenal dengan nama J. S. Badudu atau Jus Badudu dikenal masyarakat luas sejak ia tampil dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang ditayangkan di TVRI pada tahun 1977—1979, dilanjutkan tahun 1986—1986 dengan ungkapannya yang sangat dikenal yaitu “Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Pada saat itu TVRI adalah satu-satunya siaran televisi di Indonesia.

Jus Badudu yang dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 19 Maret 1926 adalah sosok yang berjasa besar dalam pengembangan bahasa Indonesia. Beberapa karya besar di antara puluhan buku yang pernah ditulisnya adalah Pelik-pelik Bahasa Indonesia (1979), Membina Bahasa Indonesia Baku (1981), Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (1993), Belajar Memahami Peribahasa (1988), Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996), Kamus Kata-kata Serapan Asing (2003),  Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (2008), dan lain-lain.

Ia telah menjadi guru sejak usia lima belas tahun dan mengakhiri pengabdiannya di bidang pendidikan pada usia 80 tahun, itu pun karena kondisi fisik yang terus menurun seiring bertambahnya usia. Ia menjadi guru SD di Ampana, Sulawesi Tengah selama delapan tahun, empat tahun menjadi guru SMP di Poso, Sulawesi Tengah, sepuluh tahun menjadi guru SMA di Bandung, dan 42 tahun menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Pada tahun 1995—1997, Jus Badudu pernah menatar dua kali dalam setahun guru-guru sekolah dasar di enam provinsi (Sumatra Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan D.I. Yogyakarta) dalam proyek PEQIP (Prelimenary Education Quality Improvement Project), sebuah lembaga bantuan Jerman yang bekerja sama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

Jus Badudu memasuki usia pensiun pada tahun 1991, namun setelah itu masih aktif mengajar dan menulis sampai pada awal tahun 2000.

Atas sumbangsih dan pengabdiannya di bidang bahasa, ia menerima penghargaan tiga tanda kehormatan dari pemerintah, yakni Satyalencana Karya Satya (1987), Bintang Mahaputera Nararya (2001), dan Anugerah Sewaka Winayaroha (2007).

Pendidikan bahasa yang pernah ditempuhnya adalah kursus B1 Bahasa Indonesia, Bandung (1951), S-1 Fakultas Sastra Universitas Padjajaran (1963), Studi Pascasarjana Linguistik pada Fakultas Sastra dan Filsafat di Leidse Rijksuniversiteit Leiden, Belanda (1971-1973), dan ia memperoleh gelar Doktor Ilmu Sastra dengan pengkhususan linguistik di Universitas Indonesia, Jakarta (1975), melalui disertasi yang berjudul Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo.

Pada tahun 1985, Jus Badudu diangkat menjadi Guru Besar, ia adalah orang pertama yang mendapatkan gelar Guru Besar dari Fakultas Sastra Universitas Padjajaran Bandung.

Almarhum dimakamkan secara militer di Taman Makam Pahlawan Cikutra Kota Bandung, setelah disalatkan di Masjid Al Jihad, Universitas Padjadjaran pada hari Minggu, 13 Maret 2016 pukul 10.00 WIB. Jus Badudu meninggalkan sembilan anak, sembilan menantu, 23 cucu, dan dua cicit.

Istrinya, Eva Henriette Alma Koroh telah lebih dulu meninggal dunia pada tanggal 16 Januari 2016. Mereka hidup bersama dalam ikatan pernikahan selama 62 tahun. (an)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa