Badan Bahasa Gandeng Sastrawan Selenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun Pengiriman Sastrawan Berkarya

Badan Bahasa Gandeng Sastrawan Selenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun Pengiriman Sastrawan Berkarya

Jakarta—Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama sejumlah tokoh sastrawan Indonesia menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun Pengiriman Sastrawan Berkarya di Ruang Rapat Gedung Iswara, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis, 23 Juni 2016.

Diskusi itu dihadiri oleh Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar, Sekretaris Badan Bahasa, Dr. Hurip Danu Ismadi, Kepala Pusat Pembinaan, Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim beserta jajarannya,  Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (akademisi dan sastrawan), Goenawan Mohamad (sastrawan), Prof. Dr. Suminto A. Sayuti (akademisi dan sastrawan), Maman S. Mahayana (akademisi dan sastrawan), Joko Pinurbo (sastrawan), Linda Christanty (sastrawan), Seno Gumira Ajidarma (sastrawan), Ahmadun Yosi Herfanda (sastrawan), dan Adri Darmadji Woko (sastrawan).

Dalam Sambutannya, Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar mengatakan bahwa program ini temasuk program yang masih baru, “Sebelumnya, hal ini telah dibicarakan antara Pak Goenawan Mohamad dengan Pak Menteri (Mendikbud Anies Baswedan) yaitu bagaimana caranya agar ada program yang melibatkan secara langsung sastrawan dalam kegiatan penulisan kreatif, setelah itu saya dipanggil Pak Menteri untuk merumuskan hal ini, karena hal ini terkait dengan tugas dan fungsi Pusat Pembinaan, Badan Bahasa.  Selanjutnya, kami merancang program ini dengan nama “Pengiriman Sastrawan Berkarya”, “kata Dadang.

Pada kesempatan ini, kami meminta masukan dari pelaku langsung di lapangan dalam hal ini sastrawan, agar program ini dapat berjalan dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat,” lanjut Dadang.

Sementara itu, Goenawan Mohamad menjelaskan bahwa, “Sebenarnya, ini ide Pak Sesjen (Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi) dengan Pak Menteri, dan Ibu Suharti dari BPKLN, pembicaraan ini terjadi setelah penyelenggaraan Frankfurt Book Fair 2015, dimana keikutsertaan Indonesia sangat menonjol tetapi maslahnya adalah karya kita yang diterjemahkan sedikit dan hambatannya, karya memang sedikit, selain itu karena keterlambatan dana dan prosedur pembiayaan penerjemahan yang berdasar kepada tarif nasional, padahal yang efektif adalah sesuai tarif internasional dan diterbitkan oleh penerbit luar negeri. Kemudian, direncanakan ada dana penerjemahan tetapi tidak terlaksana karena pemotongan anggaran dan efisiensi,” ujar Goenawan.

“Saat itu, Pak Sesjen mengatakan sebelum penerjemahan harus ada karya, lalu mucul ide program ini, yang bermaksud membantu pengarang, terutama pengarang novel yang memerlukan waktu, jadi harus tinggal untuk berkonsentrasi. Konsepnya seperti program Iowa International Writing Program, dimana dalam program tersebut para pengarang tinggal di sana bersama pengarang-pengarang dari seluruh dunia lalu berinteraksi dan menulis,” tambah Goenawan.

Selanjutnya, Dadang menambahkan bahwa kelemahan kita dalam karya sastra itu karena kurangnya terjemahan, “Program penerjemahan saat ini ada di Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK), jadi direncanakan nanti ada sinergi yaitu pemenang program ini dirumuskan oleh Pusat Pembinaan, setelah itu bisa diterjemahkan melalui program PPSDK,” tutur Dadang. (an)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa