Mastera Gandeng Sastrawan Dorong Penulis Muda Tingkatkan Kreativitas

Mastera Gandeng Sastrawan Dorong Penulis Muda Tingkatkan Kreativitas

Cianjur — “Sastrawan itu tidak kalah penting dari insinyur, ekonom, bahkan politikus. Indonesia sudah terlalu lama menafikan kesusastraan, pada masa lalu para sastrawan itu membangun bangsa, dan sekarang ini di Indonesia banyak orang pandai tetapi kurang sensitif,” tutur Ahmad Tohari, sastrawan dan penulis novel yang menjadi pembimbing pada kegiatan Program Penulisan Mastera: Novel di Hotel Yasmin, Cianjur, Jawa Barat, Minggu malam, 7 Agustus 2016.

“Melalui sastra, kita bisa membangun perasaan (jiwa), tidak seperti sekarang ini, banyak orang pandai tetapi banyak juga korupsi,” lanjut Ahmad.    

Kemudian, ia berpesan, “Jangan pernah merasa “jadi” karena menjadi penulis itu merupakan suatu proses (berproses dalam kepenulisannya) yang tidak pernah merasa “jadi”, sehingga akan terus berkembang,” pesan Ahmad kepada semua peserta yang hadir.

Selanjutnya, Triyanto Triwikromo, penulis yang juga menjadi pembimbing kegiatan ini mengibaratkan bahwa menulis itu sesungguhnya adalah sebuah jalan, dimana setiap jalan memilki keterjalannya masing-masing. Ia juga mengibaratkan menulis novel itu seperti hantu, karena selalu menggoda, “Ketika Anda menulis novel maka perlahan hantu itu akan ikut menghilang, tetapi ketika telah selesai menulis, hantu yang lain akan terlihat dan menggoda anda (penulis) kembali,” ujar Triyanto disambut derai tawa peserta yang hadir.

Abidah El Khailaqy, penulis dan pembimbing lainnya berpesan bahwa menulis tidak hanya untuk sastra dan seni, “Karena menulis juga memilki misi yang banyak dan besar, bahkan bisa menciptakan suatu peradaban,” ujarnya.

Pengarang-pengarang  kreatif di negara anggota Mastera khususnya dan di negara-negara Asia Tenggara pada umumnya (penyair, cerpenis, esais, dan penulis naskah drama) tumbuh dan berkembang lebih banyak secara mandiri, tanpa bimbingan mereka (penulis) yang lebih berpengalaman menulis.  Namun, dengan hanya membiarkan bakat bertumbuh sendiri, mereka belum tentu akan menghasilkan karya-karya unggulan  karena mungkin saja bakat yang sudah ada tidak memperoleh kondisi yang kondusif untuk berkembang. Pengarang-pengarang kreatif tersebut memerlukan sebuah wahana yang secara khusus mampu mengembangkan  bakat tersebut sehingga dapat berkembang secara optimal  yakni bengkel penulisan. Wahana tersebut akan memberikan kesempatan bagi pengarang-pengarang kreatif untuk saling mengoreksi kekurangan mereka, juga bertukar pengalaman tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penulisan kreatif.

Berdasarkan asumsi  tersebut,  Brunei Darussalam,  Indonesia,  Malaysia, Singapura,   dan Thailand sebagai negara anggota Mastera menyadari pentingnya penyelenggaraan bengkel penulisan   kreatif  yang  kemudian  berubah  namanya  menjadi  Program  Penulisan Mastera dicetuskan  sejak tahun 1997. Genre karya pada program penulisan ini bergilir dengan urutan puisi, cerpen,  esai, dan drama.  Program Penulisan Mastera yang telah dilaksanakan dengan genre puisi (1997, 2002, 2007, dan 2012), genre cerpen (1998, 2003, 2008, dan 2013), genre esai (1999,2004,2009, dan 2014), genre drama (2000, 2005, 2010, dan 2015), dan genre novel (2001, 2006, dan 2011). Pada tahun 2016 diselenggarakan Program Penulisan Mastera dengan genre novel.

Kegiatan yang berlangsung selama seminggu (7—13 Agustus 2016) ini, bertujuan memberikan  kesempatan kepada novelis-novelis muda negara anggota untuk memperluas wawasan dan kemampuan teknis penulisannya, dengan bertukar pengalaman  kreatif sesama peserta  dan dengan novelis-novelis senior.

Melalui kegiatan tersebut, novelis muda diharapkan jadi lebih mengenal situasi penulisan novel di negara masing-masing, mengambil manfaat dari pandangan dan kritik sesama novelis muda, juga menjadi wadah untuk menyerap pengalaman kreatif, baik dari novelis senior maupun dari sesama novelis muda untuk novel-novel  yang akan ditulisnya.  (an)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa