Badan Bahasa Gelar Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) II

Badan Bahasa Gelar Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) II

Ancol, Jakarta-Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) II di Hotel Mercure Ancol, Jakarta pada 18—20 Juli 2017. Acara ini bertema “Sastra sebagai Penjaga Kebinekaan Indonesia”. Acara itu dihadiri oleh 180 orang peserta yang terdiri atas para sastrawan dari hasil seleksi karya; sastrawan penyumbang puisi dalam Antologi Puisi Munsi 2016; pelaksana program Sastrawan Berkarya di Daerah 3T; pemenang penghargaan Badan Bahasa; dan pegiat sastra.

 

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar, menyampaikan, “Tingkat membaca masyarakat Indonesia masih harus ditingkatkan. Membaca sama dengan belajar. Salah satu bahan bacaan itu adalah karya-karya sastra.”

 

Lanjut Dadang, “Dalam Munsi I (2016), Badan Bahasa berhasil menyusun dan menceritakan kembali beberapa cerita rakyat ke dalam 165 buku cerita rakyat yang ditujukan untuk menjadi buku teks pendamping buku teks utama baik di sekolah maupun di masyarakat. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sangat yakin melalui buku cerita dan karya-karya sastra, pendidikan karakter yang diidamkan oleh seluruh masyarakat bisa tercapai. Salah satu pendekatan itu adalah dengan membaca karya sastra yang mengandung pesan yang baik. Sebanyak 165 buku, melalui penilaian Pusat Perbukuan, dianggap layak diberikan kepada masyarakat dan peserta didik. Sekretariat Negara akan menerbitkan 28 judul buku dari 165 buku itu dan akan digandakan sebanyak 30.000 eksemplar untuk acara kunjungan kerja presiden dan safari rohani ke seluruh tanah air sehingga ketika presiden melakukan kunjungan kerja, yang dibagikan bukan hanya sepeda melainkan juga buku.”

 

Tambah Dadang, “Sastrawan adalah duta-duta bangsa sekaligus duta-duta bahasa baik secara nasional maupun internasional. Badan Bahasa sangat berterima kasih kepada awak media dan sastrawan yang secara jelas telah menggunakan bahasa negara sebagai media memperkenalkan Indonesia ke seluruh Indonesia. Dalam UU No. 24 tahun 2009 Bahasa Indonesia diupayakan menjadi bahasa internasional yang dilakukan secara sistematis dan bertahap. Diplomasi bahasa negara bukan hanya pengajaran bahasa Indonesia, pengiriman guru BIPA ke luar negeri, dan pembuatan bahan ajar bagi penutur asing, melainkan juga pengiriman karya-karya terbaik sastrawan Indonesia yang bisa diterjemahkan ke berbagai bahasa. Terima kasih kepada para sastrawan, yang melalui karya Anda, Indonesia dikenal di seluruh dunia.”

 

“Konteks sastra dalam keberagaman adalah sastra Indonesia hadir dan berperan sebagai perajut kebinekaan dan penata artistik kelokalan  dalam bingkai keindonesiaan. Kearifan lokal dan budaya daerah bisa tampil dalam acara nasional melalui sastra Indonesia. Masyarakat di daerah bisa mengenal dan memahami kearifan budaya lain melalui sastra. Pengenalan itu akan menumbuhkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa, sastra mampu berperan sebagai perajut kebinekaan. Sastra Indonesia juga harus mampu menjadi simbol identitas kebangsaan Indonesia. Sastra Indonesia diharapkan mampu memberikan gambaran karakter keindonesiaan dan berperan sebagai pembangun karakter keindonesiaan bagi generasi muda Indonesia. Ke depannya diharapkan sastra Indonesia dikenal secara luas dan dihargai masyarakat dunia. Oleh karena itu, karya sastra monumental perlu diterjemahkan juga ke dalam bahasa asing. Kecanggihan teknologi juga perlu dimanfaatkan untuk memperkenalkan sastra Indonesia ke dunia internasional,” lanjut Dadang.

 

“Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) II sangat penting dan strategis untuk membahas dan memperjuangkan sastra Indonesia, menghasilkan rumusan dan rekomendasi strategis bagi pemerintah agar dapat ditindaklanjuti demi kemajuan sastra Indonesia,”  tegas Dadang.

 

Acara Munsi II kemudian dilanjutkan dengan  diskusi yang menampilkan panelis Ignas Kleden, Janet De Neefe, dan Radhar Panca Dahana yang membahas sastra dan kebinekaan. Kemudian, dilanjutkan diskusi antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr, Muhadjir Effendy, M.A.P. dengan para sastrawan peserta Munsi II.  Muhadjir Effendy mengajak para sastrawan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, serta berdiskusi bersama menanggapi permasalahan kesastraan yang terjadi sekarang ini.

 

Ujar Muhadjir Effendy, “Sastrawan bisa memberi masukan kepada Kemendikbud untuk menempatkan budaya dalam konteks pendidikan Indonesia. Karya sastra akan menjadi salah satu bagian kurikulum inti dalam program prioritas Pendidikan Penguatan Karakter (PPK). Kemendikbud berharap benar bisa bekerja sama dengan para sastrawan dalam rangka perancangan dan pelaksanaan PPK. Jadi, jika Munsi II bisa menghasilkan buku-buku sastra untuk sekolah, pemerintah akan memproduksi dan membagikannya ke seluruh perpustakaan sekolah di Indonesia. Inisiatif dan masukan para sastrawan Munsi II bisa diajukan melalui Badan Bahasa dan harapannya sastrawan bisa memanfaatkan keberadaan balai dan kantor bahasa di daerah untuk mengembangkan dan membina kesastraan daerah.”

 

Sehubungan dengan pernyataan Muhadjir Effendy itu, salah satu sastrawan yang menanggapi dan menyampaikan aspirasinya adalah Radhar Panca Dahana. Ia  mengatakan bahwa kunci kebinekaan adalah sastra lokal. Oleh karena itu, untuk menghidupkan kembali sastra yang telah menjadi kekayaan Indonesia dan dihargai oleh seluruh dunia adalah dengan sastrawan berkarya kembali dengan bahasa lokalnya. Sastrawan ini pun perlu mengenali kembali budaya lokalnya, mengekpresikannya, kemudian mengaktualisasikannya melalui sastra.

 

Tambah Muhadjir Effendy, “Saat ini Indonesia sedang berjuang mengajukan protes dan pengakuan atas kepemilikan Sastra Panji yang diklaim oleh Thailand ke UNESCO. Sastra Panji adalah sastra asli rakyat Jawa Timur sejak zaman Kerajaan Jenggala di Kediri. Sastra Panji memiliki cerita bermacam-macam dan sampai ke Thailand. Perjuangan ini sudah sedikit memperlihatkan hasil.  Pihak Thailand bersedia menandatangani pengakuan bahwa Sastra Panji adalah milik Indonesia.” (pad/im/ari/hw)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa