Badan Bahasa Gelar Seminar Kritik Sastra
![Badan Bahasa Gelar Seminar Kritik Sastra](https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/resource/doc/images/PENGUMUMAN_4_1_2_0_1_0_0_1.png)
Kritik sastra Indonesia pernah berkembang dengan marak seiring dengan perjalanan sastra Indonesia itu sendiri. Setidaknya, pada awal abad ke-20 sudah muncul kritik sastra ketika Tirto Adhi Surjo berkomentar atas cerita-cerita yang dimuat di Medan Prijaji (1907—1912) atau Putri Hindia (1908—1911) atau ketika Mohammad Yamin pada tahun 1920 mengulas Babad Melayu. Selanjutnya, sejarah sastra kita pun mencatat bahwa Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Sanusi Pane, dan J. E. Tatengkeng pada tahun 1930-an adalah para kritikus sekaligus sastrawan yang berperan penting dalam perkembangan sastra Indonesia. Pada periode 1945—1950 terdapat beberapa kritik sastra yang ditulis H.B. Jassin , M. Balfas, Chairil Anwar, Asrul Sani, Aoh K. Hadimaja, dan Amal Hamzah. Memasuki tahun 1960, dengan diwarnai keadaan sosial-politiknya, muncul kritikus-kritikus baru, seperti Gunawan Mohamad, Subagio Sastrowardoyo, Soe Hok Djin (Arief Budiman), Boen S. Umaryati, dan Wiratmo Sukito. Demikianlah selanjutnya hingga dekade 2000-an saat ini kritik sastra Indonesia terus mengalir dan mengalami pasang surut.
Tidak dapat dimungkiri bahwa setakat ini dunia sastra Indonesia kekurangan kritik sastra dan kritikusnya. Kritik sastra ditinggalkan jauh di belakang oleh karya sastranya. Laju perkembangan pesat sastra di Indonesia tidak diikuti oleh laju pertumbuhan kritik sastra. Dalam hal ini H.B. Jassin dapat menjadi tolok ukur, bahwa sepeninggal beliau kritik sastra di Indonesia seolah-olah jalan di tempat, tidak tampak ada penerus yang konsisten menggeluti dunia kritik sastra. “Keringnya” kritik sastra kita saat ini merupakan problematika tersendiri dari kesastraan Indonesia kita. Tentunya banyak faktor yang memengaruhi problematik ini, mulai dari faktor media yang terbatas untuk berkritik sastra sampai dengan semakin kurang familiarnya atau belum terbiasanya budaya kritik dalam kesusastraan kita saat ini. Faktor-faktor tersebut juga tidak berdiri sendiri; ada sistem sastra yang memengaruhinya. Kritik sastra Indonesia harus melaju bangkit kembali seiring dengan optimisme perkembangan sastra Indonesia ke depan.
Sehubungan dengan itu, untuk kembali menggeliatkan kritik sastra Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengadakan Seminar Kritik Sastra Indonesia dengan mengambil tema “Kritik Sastra yang Memotivasi dan Menginspirasi”.
Seminar ini akan dilaksakan 15—16 Agustus 2017, bertempat di Aula Sasadu, Gedung Darma Lantai 2, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Adapun, pemakahal utama dalam seminar ini adalah: Dadang Sunendar, Sapardi Djoko Damono, Ignas Kleden, Melani Budianta, Nirwan Dewanto, Komite Sastra DKJ, dan Martin Suryajaya. Selain pemakalah utama, panitia juga menerima makalah terseleksi sebagai pemakalah panel yang dapat dikirimkan melalui pos-el seminarkritik@gmail.com atau bisa isi formulir daring melalui http://gg.gg/seminarkritiksastra