Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara Membuka Ruang Dialog Antarnegara Serumpun di Wilayah Asia Tenggara

Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara Membuka Ruang Dialog Antarnegara Serumpun di Wilayah Asia Tenggara

Jakarta, Badan Bahasa—Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara (SAKAT) ke-13 yang bertema "Teori dan Kritik Sastra Loka (Sastera Tempatan)" di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, 11--12 September 2017.

“Teori dan Kritik Sastra Loka (Sastera Tempatan) yang menjadi tema SAKAT ke-13 dimaksudkan untuk membuka ruang dialog antarnegara dan antarkelompok baik di dalam dan luar Indonesia tentang pentingnya mengembangkan teori dan kritik sastra yang bersumber pada kekayaan budaya tempatan,” ujar Kepala Badan Bahasa, Dadang Sunendar saat memberikan sambutannya, Senin (11/9).

Ia juga menyatakan bahwa SAKAT mempunyai arti yang sangat penting karena akan memberikan pemahaman tentang lintas budaya, teori dan kritik sastra loka atau tempatan sebagai negara serumpun.

SAKAT merupakan salah satu agenda tahunan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera). Mastera adalah bentuk kerja sama kesusastraan antarnegara di Asia Tenggara yang dideklarasikan di Bukittinggi, Sumatra Barat pada 1995 dan bertujuan untuk menduniakan sastra di Asia Tenggara.

SAKAT berawal dari inisiatif para pakar Mastera untuk segera menginventarisasi teori dan kritik sastra yang lahir di negara-negara Timur, khususnya para anggota Mastera (Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Thailand). Pada tahun ini (2017), Indonesia didaulat menjadi tuan rumah acara SAKAT ke-13 dan sidang ke-23 Mastera pada 13—14 September 2017.

Para anggota Mastera memiliki banyak kesamaan dalam hal bahasa dan sastra. Setiap anggota Mastera memiliki sejarah yang berbeda, sehingga memiliki keragaman yang berbeda pula. Oleh karena itu, salah satu cara untuk saling memahami antaranggota Mastera adalah dengan membaca karya sastra negara masing-masing.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Hurip Danu Ismadi,  mengatakan bahwa kerja sama dalam bidang kesastraan cukup penting karena sastra menjadi salah satu perekat kehidupan berbangsa di Asia Tenggara.

Menurutnya, sastra berperan penting dalam upaya kerja sama antaranggota Mastera untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus menjadi simbol pokok pengikat bangsa serumpun, sehingga pemahaman lintas budaya akan semakin kuat.

Dalam acara SAKAT ke-13, diumumkan pula pemenang Penghargaan Sastrawan Mastera 2017, yaitu Norman Erikson Pasaribu (Indonesia), Hajar Nur Hamizah Binti Haji Samihon (Brunei Darussalam), Nisan Haron (Malaysia), dan Hassan Hasaaree (Singapura). Pemberian penghargaan ini sekaligus wujud kepedulian Mastera terhadap kreativitas sastrawan muda.

Kemudian, dilanjutkan dengan peluncuran buku produk Mastera Indonesia, yang secara simbolis diserahkan oleh Kepala Badan Bahasa, Dadang Sunendar kepada para perwakilan dari negara anggota Mastera. Buku-buku tersebut adalah Antologi Puisi: Setrika Kabut, Antologi Esai: Nasihat Murang Maring Pengarang Seksi, Antologi Drama: Demit dan Mikrochip, Terjemahan: South East Asia Literary and Cultural Rendevouz dan Hasil Kajian Lintas Budaya: Serantau Puisi.

 

SAKAT ke-13 sebagai Salah Satu Kegiatan Mastera

Kegiatan Mastera diadakan secara bergilir antaranggota Mastera. Berbagai kegiatan Mastera seperti pembinaan sastra telah banyak dilakukan. Contohnya adalah penulisan Mastera oleh sastrawan muda dan pemberian penghargaan untuk sastrawan dan ahli sastra penelitian sastra, penyusunan antologi karya sastra, dan publikasi jurnal lembar Mastera serta penyelenggaraan seminar-seminar.

Acara SAKAT ke-13 yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menjadi kelanjutan Musyawarah Mastera yang diselenggarakan di Kuala lumpur, Malaysia, pada April 2012. Acara SAKAT ke-13 ini diawali dengan Musyawah Sekretariat Mastera (Maret 2017) dan program penulisan puisi Mastera (Agustus 2017).

Pada kesempatan itu, Suminto A. Sayuti, penulis dan guru besar di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta menjadi pemakalah utama SAKAT ke-13 dengan membawakan materi tentang "Lokalitas (dalam) Sastra Indonesia: Beberapa Kemungkinan".

Kemudian, dilanjutkan dengan sidang pleno yang menghadirkan 19 orang pemateri dari dalam dan luar negeri. Pemateri pleno dalam negeri adalah Maman S. Mahayan, Agus R. Sarjono, Aguk Irawan, Ganjar Harimansyah, Tirto Suwondo, dan Jamal T. Suryanata. Sedangkan, pemateri pleno dari luar negeri adalah Prof. Madya Ampuan Dr. Haji Brahim bin Ampuan Haji Tengah (Brunei Darussalam), Prof. Madya Dr. Haji Hashim bin Haji Abdul Hamid (Brunei Darussalam), Prof. Dato’ Seri Dr. Md. Salleh Yaapar (Malaysia), Prof. Madya Dr. Hashim Ismail (Malaysia), Prof. Madya Dr. Awang Azman Awang Pawi (Malaysia), Dr. Azhar Ibrahim Alwee (Singapura), Dr. Sa’eda Buang (Singapura), Fan Jing Hua (Cina), Andy Fuller (Australia), Hugo Lorenzetti Neto dan Danny Susanto (Brazil).

Materi yang akan dibahas antara lain, teori nilai sastra dari Sutan Takdir Alisjahbana, sastra profetik dan sastra berasaskan Islam, estetika paradoks Jakob Sumardjo, teori SUKUT, serta estetika dan nilai lokalitas dalam sastra secara umum.

Acara SAKAT ke-13 dihadiri 186 orang peserta yang berasal dari kalangan akademisi, penulis, sastrawan, media, pengamat sastra, komunitas pecinta dan pemerhati sastra, perwakilan BUMN dan instansi swasta.

Acara SAKAT ini diharapkan dapat menghasilkan pemahaman atas dunia budaya atas karya sastra dan menggali informasi situasi dan kuantitas teori dan kritik sastra tempatan serta melihat seberapa jauh teori dan kritik sastra tempatan telah berkembang dan diterima oleh masyarakat sastra, baik yang ada di kawasan Asia Tenggara maupun di luar kawasan. (pad/an)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa