Debat Bahasa Antarmahasiswa, Upaya untuk Meningkatkan Kecakapan dan Kecintaan Generasi Muda terhadap Bahasa Indonesia

Debat Bahasa Antarmahasiswa, Upaya untuk Meningkatkan Kecakapan dan Kecintaan Generasi Muda terhadap Bahasa Indonesia

Jakarta, Badan Bahasa — Kepala Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Gufran Ali Ibrahim mengajak semua kalangan, khususnya kepada generasi muda untuk mencintai bahasa negara, bahasa Indonesia.

“Kita semua adalah pemenang, karena semua yang ada di ruangan ini mencintai bahasa negara kita (Indonesia), itu yang terpenting dari bagaimana menjaga NKRI dan kebinekaan kita. Debat bahasa ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan dan kecintaan kita terhadap bahasa Indonesia,”ujar Gufran ketika memberikan sambutan pada penutupan final Debat Bahasa Antarmahasiswa se-Jabodetabek 2017 di Gedung Samudra, Badan Bahasa, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Gufran melanjutkan, hal yang membanggakan dari ketiga pemenang tadi adalah dari pemenang pertama. “Saya perhatikan pemenang kedua dan ketiga berlatarbelakang pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, sedangkan pemenang pertama berlatarbelakang pendidikan teknik, itu artinya mereka mencintai bahasa ini (Indonesia), meskipun mereka tidak belajar khusus tentang bahasa dan sastra. Hal ini juga bukti bahwa bahasa Indonesia tidak hanya milik orang bahasa tetapi milik seluruh warga Indonesia,”ungkap Gufran.

Ia menambahkan, di Indonesia yang utama harus bahasa Indonesia, meskipun kita menjadi warga global. “Kalau kita melihat di Jerman, Korea, Hongkong, Jepang, Rusia, dan Prancis pada ruang publiknya diutamakan bahasa negaranya baru bahasa asing lainnya. Tolong, suarakan semangat pengutamaan bahasa Indonesia  di ruang publik ini melalui dunia maya, karena kami tidak bisa bekerja sendiri,”pesan Gufran mengakhiri sambutannya.

Debat Bahasa Antarmahasiswa se-Jabodetabek dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra 2017 telah berlangsung selama tiga hari (17—19 Oktober 2017). Setelah melewati perdebatan yang cukup sengit antara kubu pro (afirmasi) dan kontra (negasi) terhadap topik yang dibahas, Universitas Surya yang diwakili oleh Yandri dan Yosua keluar sebagai juara pertama, Universitas Negeri Jakarta yang diwakili oleh Purwo dan Siti Aisyah menempati juara kedua, dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA yang diwakili oleh Arif Rahman dan Sarah menempati juara ketiga.

 

Final Debat Bahasa

Topik yang diangkat pada babak final adalah suatu bahasa lebih baik menyesuaikan dengan perkembangan zaman daripada menuntut penuturnya untuk mengikuti kaidah yang berlaku.

Pada sesi pemaparan, kubu afirmasi pembuka dari STIE Indonesia Banking School (IBS), Nabila Nazirwan mengatakan bahwa bahasa Indonesia terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. “Era globalisasi saat ini membutuhkan perkembangan bahasa agar dapat  menyalurkan ekspresi kita dalam berbahasa. Terkait dengan penggunaan kaidah, maka bahasa yang digunakan juga harus sesuai dengan aturan, situasi, dan lawan bicaranya,”kata Nabila.

Ia melanjutkan bahwa bahasa memperkaya kita dalam berkomunikasi dan menyampaikan ekspresi. “Dengan bahasa yang terbuka, tentunya memiliki kebanggan dan juga tantangan. Kebanggaannya, hal tersebut akan semakin menambah kekayaan bahasa yang kita miliki, sedangkan tantangannya adalah penyesuaiaan kosakata baru tersebut dengan kaidah yang berlaku,”ujar Nabila.

Sementara itu, kubu negasi pembuka dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Arif Rahman menuturkan bahwa bahasa bersifat dinamis sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya. “Jadi, memang sesuai dengan sifatnya, bahasa pasti berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi hal yang paling penting adalah menuntut penuturnya untuk mengikuti kaidah yang berlaku,” kata Arif.

Menurutnya, kaidah itu adalah azas atau hukum yang berlaku, sedangkan bahasa adalah alat untuk berinteraksi dan menyampaikan pikiran. “Ketika bahasa itu digunakan untuk menyampaikan pikiran,  tetapi tidak mengikuti kaidah yang berlaku, maka akan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan disampaikan,”ungkap Arif.

“Saat ini, banyak penggunaan bahasa Indonesia baik di kalangan media massa maupun pengelola usaha yang tidak mengikuti kaidah. Padahal, kaidah itu penting agar masyarakat Indonesia dapat mengerti terhadap bahasanya sendiri,”ujar Sarah menambahkan pernyataan rekannya.

Selanjutnya, kubu afirmasi penutup dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Purwo mengungkapkan bahwa tidak semua masyarakat Indonesia yang heterogen mengenal konsep bahasa Indonesia yang baik dan benar. “Karena menurut mereka yang penting mereka mengerti satu sama lain apa yang sedang dibicarakan,”kata Purwo.

“Konteks bahasa juga disesuaikan dengan tingkatan umur dan pendidikan. Jadi, meski bahasa yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan kaidah, tetapi tetap penting untuk menunjukkan identitas individu dan kepribadiannya. Kita mengakui kaidah itu tetap penting, tetapi disesuaikan dengan konteksnya,”kata Siti Aisyah menguatkan pendapat rekannya.

Pada kesempatan yang sama, kubu negasi penutup dari Universitas Surya, Yosua menyatakan bahwa  fungsi bahasa adalah sebagai media komunikasi yang efektif dan efisien. “Ketika kita tidak menuntut semua orang untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, maka akan terjadi tidak adanya diskursus sosial yang baik,”kata Yosua.

Ia menambahkan bahwa agar tidak bias dan eksklusif penggunaannya, bahasa yang sesuai kaidah harus menjangkau semua pihak.

“Menuntut semua orang untuk selalu menggunakan kaidah berarti mendidik semua orang untuk sejajar dalam membiasakan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk itu,  kami berharap masyarakat dapat terlibat dalam perkembangan zaman secara baik, terlibat dalam diskursus sosial secara luas, dan dapat menggunakan bahasa sebagai metode komunikasi yang inklusif dan dipahami oleh semua orang,” tambah Yosua mengakhiri pendapatnya. (an)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa