Manusia Seribu Tahun Hidupkan Chairil Anwar di Masa Kini

Manusia Seribu Tahun Hidupkan Chairil Anwar di Masa Kini

Sebagai salah satu bentuk layanan untuk mengenalkan buku baru kepada masyarakat, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui Perpustakaan Badan Bahasa melakukan kegiatan bedah buku Manusia Seribu Tahun pada Senin, 11 Desember 2017. Kegiatan rutin tahunan ini menyajikan buku-buku terbaik yang akan dikenalkan kepada masyarakat. Buku yang akan dibedah merupakan hasil diskusi dengan para peneliti sastra. Demikian disampaikan oleh Koordinator Perpustakaan, Aloysia Indrastuti di Aula Gedung Samudra, Badan Bahasa.

“Kegiatan ini merupakan bentuk layanan kita untuk mengenalkan buku baru kepada masyarakat. Kegiatan ini juga menjadi agenda rutin yang dilakukan dua kali dalam setahun. Buku yang dipilih juga melalui hasil diskusi dengan peneliti sastra,” ujarnya.

Bedah buku yang diikuti oleh mahasiswa dan peneliti sastra ini dibuka langsung oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar. Dalam sambutannya, Dadang mengapresiasi kegiatan ini dan berharap ke depan Perpustakaan Badan Bahasa bisa menjadi perpustakaan dengan koleksi yang lengkap di tingkat ASEAN yang  menyediakan berbagai buku yang menarik sehingga banyak orang akan berkunjung untuk mencari rujukan di sini.

“Saya mengapresiasi kegiatan ini, saya berharap ke depan perpustakaan kita menjadi perpustakaan yang lengkap di ASEAN yang menyajikan buku menarik sehingga banyak orang berkunjung ke perpustakaan,” imbuhnya.

Novel keempat yang di rilis oleh  Saifur Rohman ini lahir dari sebuah  ide menarik yang ingin menghidupkan kembali Chairil Anwar di masa kini.  Niat baik penulis tersebut lahir sebagai bentuk pemberian makna terhadap puisi-puisi Chairil Anwar. Selain itu, karya ini merupakan perpaduan antara garapan biografi dan puisi Chairil Anwar  sehingga melahirkan novel Manusia Seribu Tahun. Manusia Seribu Tahun bukanlah manusia yang memiliki umur panjang, tetapi maksud novel ini adalah penggambaran tentang seseorang yang memiliki harapan-harapan yang baik di sepanjang hidupnya, mampu memaknai hidup dengan baik sehingga menghasilkan nilai-nilai positif baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.

Saifur, dalam paparannya, berharap karya yang ia goreskan bisa diterima oleh masyarakat dan dibaca oleh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) karena menurutnya generasi masa kini harus mengetahui bukan hanya nama Chairil Anwar, melainkan juga karya-karyanya sehingga mereka bisa meresapi makna setiap karya tersebut.

“Saya berharap karya ini bisa diterima oleh masyarakat dan bisa terjamah oleh siswa SMA sehingga mereka tidak hanya tahu nama Chairil Anwar, tetapi mereka bisa juga meresapi makna karya Chairil Anwar tersebut,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Erlis Nur Mujiningsih sebagai pembedah novel menjelaskan bahwa pembedahan ini membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu dan memerlukan pemikiran dan renungan yang dalam. Erlis juga memaparkan bahwa karya sastra ini harus dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung banyak nilai kehidupan.

Lebih dalam Erlis menambahkan bahwa karya sastra yang baik adalah sebuah karya yang melewati perenungan yang dalam, membidik fenomena-fenomena kehidupan, melahirkan nilai estetika, hakikat, serta fungsi yang baik sehingga dapat diselami oleh masyarakat sebagai pedoman hidup.

Anissa Novia, salah satu mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, merasa senang mengikuti kegiatan ini terlihat dari keaktifannya mengikuti sesi tanya jawab. Selain itu, mahasiswa yang kerap disapa Nissa mengatakan bahwa acara ini sangat luar biasa, diisi dengan  paparan materi yang menarik, serta waktu pelaksanaannya juga tepat waktu. Lebih lanjut, Nissa berharap ke depan akan ada mata kuliah Apresiasi Sastra sehingga mahasiswa juga bisa membedah buku-buku tersebut.

“Saya sangat senang mengikuti acara ini, paparan materinya sangat luar biasa, dan saya berharap ke depan akan ada mata kuliah khusus Apresiasi Sastra sehingga kita juga bisa membedah buku-buku tersebut,” ungkapnya. (Dv)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa