Damiri Mahmud dan Muhammad Saufi Ginting Meraih Anugerah Pegiat Sastra dan Literasi Sumatra Utara

Damiri Mahmud dan Muhammad Saufi Ginting Meraih Anugerah Pegiat Sastra dan Literasi Sumatra Utara

Medan – Balai Bahasa Sumatra Utara memberikan Anugerah Pegiat Sastra kepada sastrawan Sumatra Utara, Damiri Mahmud dan Anugerah Pegiat Literasi kepada Muhammad Saufi Ginting. Penghargaan Anugerah Pegiat Sastra dan Literasi ini diberikan langsung oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Prof. Dr. Dadang Sunendar di Hotel Garuda Plaza, Medan, 4 Oktober 2018. Penghargaan juga diberikan kepada para nomine pegiat sastra: Yulhasni, Abdul Rahim Harahap, Idris Siregar dan nomine pegiat literasi: Hadi Akmal Lubis (TBM Nurul Imam, Kisaran), Agustinus Sihura (TBM Ya’Ahowu, Desa Bawonahono, Nias Selatan), Poster Manalu (TBM Lep Ganesa, Medan), dan Ridhaini Simatupang (TBM Ridha, Kisaran).

Penghargaan ini merupakan wujud kecintaan kami untuk merawat bahasa dan sastra serta gerakan literasi nasional,” ungkap Dadang dalam sambutannya. “Semoga peraih Anugerah Pegiat Sastra dan Pegiat Literasi ini tentu juga para nomine, tidak luntur semangatnya dalam mengembangkan dan membina sastra dan literasi di tempatnya masing-masing,” tutur Dadang.

Senada dengan Dadang, Kepala Balai Bahasa Sumatra Utara, Dr. Fairul Zabadi membenarkan bahwa bahwa Penganugerahan Pegiat Sastra dan Literasi ini adalah bentuk apresiasi Balai Bahasa Sumatra Utara kepada  para pegiat sastra dan pegiat literasi di Sumatra Utara.

“Anugerah ini diberikan sebagai penghargaan terhadap prestasi hidup (life achievement) seorang tokoh atau pegiat yang masih hidup dan masih berkarya,” kata Fairul.

Disebutkan Fairul, peraih anugerah ini terbuka untuk umum dengan kriteria harus berdomisili dan berkarya di Sumatra Utara. Aspek-aspek penilaian untuk pegiat sastra meliputi: 1) pencapaian karya sastra dalam lima terakhir; 2) dampak karya terhadap pengembangan sastra dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat; 3) dedikasi, intensitas, dan loyalitas dalam pengembangan, pembinaan dan pelindungan serta pemasyarakatan sastra. Sedangkan aspek-aspek penilaian pegiat literasi mencakup: 1) manajemen pengelolaan taman bacaan; 2) kebermanfaatan taman bacaan; 3) inspirasi dan aktivitas berliterasi tiga tahun terakhir.

Tim penilai Anugerah Pegiat Sastra dan Literasi Sumatra Utara tahun 2018 ini terdiri dari Safwan Hadi Umry (sastrawan, kritikus sastra), T. Agus Khaidir (jurnalis, cerpenis), Togu Simorangkir (pegiat literasi dan pendiri Yayasan Alusi Tao Toba), Abdul Hafiz Harahap (pustakawan), dan Fairul Zabadi (Kabalai BBSU, inisiator dan penggagas).

Profil Peraih Pegiat Sastra dan Pegiat Literasi

Damiri Mahmud, dalam perjalanan kariernya sebagai sastrawan beberapa kali memenangkan perlombaan menulis esai, baik di tingkat lokal maupun nasional. Ia pernah memenangkan lomba penulisan kritik sastra se-Indonesia untuk pembicaraan novel Olenka karya Budi Darma (1984). Karena kritikannya itu, H.B. Jassin memperhitungkan Damiri Mahmud sebagai kritikus sastra yang ikut menentukan arah kehidupan kesusasteraan Indonesia.

Damiri juga termasuk salah seorang yang menggagas dan melaksanakan program sastrawan masuk sekolah di Medan dan sekitarnya (1976-1980). Ia juga menjadi salah seorang pencetus ”Omong-Omong Sastra” dari rumah ke rumah sejak 1976 sebagai satu wadah yang unik dan mungkin satu-satunya di Indonesia. Forum ini dilaksanakan secara berkala. Para sastrawan dan peminat sastra berkumpul dalam satu rumah membicarakan masalah sastra dan membaca puisi dengan bebas yang diakhiri dengan makan bersama.

Secara regional, Damiri Mahmud merupakan salah seorang pemrakarsa dan pelaksana ”Dialog Utara” sebagai wadah pertemuan sastrawan Medan/Sumatra Utara dengan sastrawan Pulau Pinang/Malaysia (1982-1991). Dialog Utara berhasil menjalin kerja sama budaya serumpun dan meyakinkan Walikotamadya Medan dalam menggasasi Medan-Pulau Pinang sebagai ”kota kembar”. Damiri aktif dalam pelaksanaan Dialog Utara yang menghasilkan antologi sastra di mana terdapat puisi, cerpen, dan esai/kritik sastranya. Dialog Utara yang diikutinya di Malaysia menghasilkan tiga buah buku yakni Titian Laut (1982), Titian Laut II (1986), dan Titian Laut III (1991) yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur. Sedangkan Dialog Utara yang diikutinya di Medan menghasilkan antologi Muara Satu yang diterbitkan panitia pelaksananya (1984) dan Muara Dua terbitan Firma Maju Medan (1989).

Damiri Mahmud termasuk sastrawan yang juga berprofesi sebagai kritikus sastra. Dia selalu diundang untuk membentangkan makalah dan berceramah di berbagai forum dan perguruan tinggi. Tahun 1984, penceramah yang aktif dalam membahas karya-karya sastra ini diundang dDewan Kesenian Jakarta dalam acara Temu Kritikus Sastra di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Damiri juga diberi kepercayaan memilih sejumlah tokoh sastra dan budaya di Indonesia sebagai untuk Eksiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.

Dalam dasawarsa terakhir ini, Damiri terus berceramah dan menyampaikan makalah tentang kepenyairan Amir Hamzah. Damiri berpendapat bahwa sajak-sajak Amir Hamzah dalam Nyanyi Sunyi terutama ”Padamu Jua” adalah sajak cinta, pelukisan kepatahhatian Amir terhadap Ilik Sundari. Damiri menolak pendapat H.B. Jassin, A.H. Johns, A. Teeuw, Abdul Hadi W.M., Sutan Takdir Alisjahbana, dan lain-lain yang menepiskan eksistensi Amir Hamzah sebagai penyair lirik dan romantik, lebih menganggapnya sebagai mistikus atau sufi yang bersifat utopia belaka. Di mata mereka Amir Hamzah hanya mempermasalahkan kematian belaka dan tidak punya semangat hidup di dunia.

Disamping itu, kini Damiri Mahmud gencar berceramah tentang Chairil Anwar. Dia menolak pendapat H.B. Jassin, Teeuw, Subagio Sastrowardoyo dan lain-lain yang mengatakan bahwa Chairil Anwar sangat terpengaruh kepada ”barat” bahkan jiwanya adalah ”barat”. Damiri berpendapat apabila benar klausal ”bahasa menunjukkan bangsa” maka tak pelak Chairil Anwar bertitik tolak kepada kebudayaan Melayu di Medan. Damiri telah meneliti karya Chairil Anwar dan berhasil memecahkan ”kata-kata sulit” dan ”kata-kata baru” dalam karya-karyanya, hal mana belum pernah terusik oleh para peneliti sebelumnya. Damiri telah menerbitkan buku Rumah Tersembunyi Chairi Anwar, yang mengupas tuntas masalah ini.

Muhammad Saufi Ginting, merupakan pendiri dari Taman Bacaan Masyarakat Azka (TBM) pada bulan Agustus 2012. TBM Azka merupakan lembaga nonprofit yang menyediakan bahan bacaan bagi anak dari tingkat SD hingga mahasiswa secara gratis. Bahan bacaan yang dimiliki awalnya merupakan kumpulan buku-buku yang dimiliki bersama istri beliau Halimah, ketika sebelum dan sesudah menikah. Sehingga pada Agustus 2012, diputuskan untuk membuka taman bacaan masyarakat bagi masyarakat yang berlokasi di Jalan Willem Iskandar, Gang Abadi Kelurahan Mutiara, Kota Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Saat itu TBM Azka masih menyewa di lokasi tersebut.

Seiring berjalan waktu dan habisnya masa kontrakan rumah, TBM Azka pindah ke Jalan Dasawisma, Gang Rasmi, Kelurahan Selawan. Di lokasi ini, selain membuka TBM Azka, dibentuk juga Komunitas Penulis Muda Asahan (Kompimas). Kegiatan komunitas ini di antaranya membahas buku-buku yang ada di TBM Azka untuk dijadikan bahan resensi, atau bahan bacaan yang bergizi bagi penulis pemula. Bahkan Komunitas ini berhasil menerbitkan buku antologi puisi perdananya pada tahun 2013 yang berjudul “Bernapas dalam Kata”.  Pada tahun 2015 tepatnya bulan September hingga saat ini TBM Azka sudah menetap dan memiliki rumah sendiri di Jalan Paria, Simpang Garuda Umbut-Umbut (persis di depan Masjid Taqwa Muhammadiyah), Kisaran.

Proses pengembangan taman bacaan yang dilakukan beliau merupakan proses yang didasari keikhlasan dan dari hati. Beliau membeli buku bekas dengan dana pribadi untuk menambah bahan bacaan di TBM dan peningkatan minat baca anak-anak di kampungnya.

Baru-baru ini, beliau juga menginisiasi kegiatan sarasehan literasi budaya dengan menghadirkan Budayawan, guru, dosen bahasa, pustakawan, pengelola TBM, pengelola sanggar, dan pegiat literasi baca tulis. Kegiatan ini dilaksanakan di TBM Azka dengan biaya dari kantong beliau secara pribadi dan merupakan kegiatan pertama sekali di Asahan dalam membahas literasi budaya. (am/bbsu)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa