Pewujudan Semangat dan Komitmen Berbahasa Indonesia Melalui Semiloka dan Deklarasi Pengutamaan Bahasa

Pewujudan Semangat dan Komitmen Berbahasa Indonesia Melalui Semiloka dan Deklarasi Pengutamaan Bahasa

Surakarta – Banyak daerah di Indonesia mengakui bahwa bahasa daerah yang mereka miliki merupakan akar dari bahasa Indonesia. Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, ketika  membuka kegiatan Semiloka dan Deklarasi Pengutamaan Bahasa Negara.  Seminar dan lokakarya itu diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) di Auditorium UNS, Surakarta, Rabu, 8 Agustus 2018.

Mendikbud berharap  kegiatan ini dapat mengeluarkan rekomendasi agar pemangku kepentingan mengawal penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. “Ini merupakan tantangan. Jika kita ingin bahasa Indonesia benar-benar digunakan di ruang publik, padanan kata asing harus segera disiapkan,” tegas Muhadjir.

Pada kesempatan itu Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar, mengingatkan kembali bahwa delapan puluh tahun semangat berbahasa Indonesia bergelora sejak Kongres Bahasa Indonesia I 1938 di Kota Solo. “Kongres pertama tersebut bertujuan untuk melembagakan bahasa Indonesia yang pada saat itu pada umumnya banyak orang menggunakan bahasa Belanda,” ujar Dadang.

 Perihal  kondisi bahasa Indonesia dewasa ini, Dadang menggambarkan. “Tantangan bahasa Indonesia menuju revolusi era keempat semakin tinggi dengan maraknya penggunaan bahasa asing di ruang publik dan media sosial,” ujar Dadang. Fenomena pada saat ini ruang media sosial banyak digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan berita bohong. Menurut data kominfo.go.id, pada tahun 2017 saja terdapat 800.000 situs penyebar berita bohong (hoax) di Indonesia.

Pada akhir sambutannya, Dadang mengibaratkan maraknya penggunaan bahasa asing di luar ruang bagaikan gempa yang mengguncang.    “Di tengah duka gempa di Nusa Tenggara Barat, kita juga menghadapi gempa lainnya, yaitu gempa bahasa berupa gelombang arus penggunaan bahasa asing yang tidak terkendali di ruang publik sudah sangat terasa dengan intensitas getaran sesuai dengan kepekaan warga negara. Sebagai pengingat, kita harus mengeluarkan deklarasi bahwa kita memiliki simbol negara, yaitu bahasa Indonesia,“ tukas Dadang.

Pembicara yang tampil pada semiloka itu, selain Mendikbud dan Kepala Badan Bahasa, juga pakar yang berkompeten, yaitu Ravik Karsidi, Gufran Ali Ibrahim, Isharyanto, Warto, Maryanto, Anhar Gonggong, Dwi Purnanto, Chattri S.W., dan Adrianus Eliasta Meliala. 

Perlu dikemukakan bahwa tujuan kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran pengguna bahasa akan pentingnya kesetiaan dan kebanggaan serta tanggung jawab terhadap bahasa negara, yaitu bahasa Indonesia sebagai penunjuk jati diri dan penguat daya saing bangsa, serta meningkatkan kesiapan pemangku kepentingan melakukan penertiban penggunaan bahasa asing di ruang publik guna memajukan bahasa negara.

Semiloka yang dilangsungkan tanggal 7—10 Agustus 2018 itu didukung  oleh Balai Bahasa Jawa Tengah. Tema yang diusung adalah “Lanskap Bahasa Ruang Publik: Dimensi Bahasa, Sejarah dan Hukum”. Pesertanya berasal dari kalangan  pakar, pemakalah terseleksi, mahasiswa, siswa, dosen, guru, dan birokrat dari Kota Surakarta. (iw/rm)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa