Sinergisitas Pusat dan Daerah dalam Pelestarian Bahasa dan Sastra Daerah

Sinergisitas Pusat dan Daerah dalam Pelestarian Bahasa dan Sastra Daerah

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Sastra, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Balai Bahasa Riau menggelar diskusi terbatas dengan pemangku kepentingan dan budayawan di Kabupaten Kampar, Kamis, 18 April 2019. Kegiatan yang dihadiri oleh Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kampar, Heri Susanto tersebut dilaksanakan di kantor Disparbud Kabupaten Kampar.

Dalam paparannya, Heri mengungkapkan bahwa pemerintah daerah menyambut baik upaya Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan melestarikan budaya Kampar melalui konservasi dan revitalisasi. Dirinya mengakui bahwa sadar budaya masih belum mendapatkan perhatian yang maksimal dari pemerintah daerah, padahal tradisi lisan merupakan kekayaan budaya yang bisa dijual dalam dunia pariwisata. Kami mengimbau masyarakat untuk sadar bahasa dan sastra. Selain itu, Heri juga menyampaikan pesan Kepala Disparbud Kabupaten Kampar agar hasil diskusi ini nantinya dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan dalam penyusunan rencana kerja tahun 2020 dan dianggarkan dalam APBD Kampar.

Di akhir paparannya, Heri menekankan pentingnya upaya pelestarian dengan program konservasi dan revitalisasi sastra lisan, manuskrip, dan sastra cetak sebagai khazanah kekayaan dari Kampar. “Untuk sastra lisan, ada beberapa kekayaan budaya Kampar yang sudah diakui negara dan dianugerahi Penghargaan Warisan Budaya Tak Benda, antara lain silat perisai, batubara, rumah lontiok, dan basijobang (buwuong gasiong).

Sementara itu, Kepala Subbidang Pelindungan Sastra, Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Deni Setiawan memaparkan bahwa sastra lisan merupakan bagian dari kekayaan budaya yang dimiliki suatu daerah. Oleh karena itu, diperlukan upaya pelestarian dengan melakukan konservasi dan/atau revitalisasi sebagai bentuk pelindungan. Dalam mewujudkan hal tersebut, tentu saja dibutuhkan sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah.

Deni menambahkan bahwa upaya pelindungan bahasa dan sastra sudah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014. Intinya, pelindungan bahasa dan sastra adalah upaya menjaga dan memelihara kelestarian bahasa dan sastra melalui penelitian, pengembangan, pembinaan, dan pengajaran.

“Dalam kegiatan konservasi dan/atau revitalisasi, kami hanya membuatkan model. Setelah itu, pemerintah daerah melanjutkan kegiatan tersebut. Ini mengingat persoalan efisiensi dan efektivitas. Jadi, pemerintah pusat dan daerah berbagi peran dalam upaya pelestarian ini, baik dalam pendanaan, konsep, dan sumber daya manusia sehingga akan menghasilkan sebuah pencapaian yang maksimal,” ujar Deni.

Kegiatan konservasi membutuhkan komitmen yang kuat dari instansi pelaksana, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Kampar yang lebih mengetahui khazanah sastra lisan yang mereka miliki. Selain itu, dibutuhkan pula dukungan penuh dari masyarakat pemiliknya. Kerja pemerintah daerah akan sia-sia jika masyarakat pemiliknya mengabaikan khazanah tersebut.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Riau, Umar Solikhan dalam materinya menyampaikan  bahwa upaya konservasi dan revitalisasi bahasa dan sastra, manuskrip, serta sastra cetak yang dimiliki Kabupaten Kampar merupakan hal yang sangat penting. “Hasilnya nanti. Upaya konservasi dan revitalisasi tidak hanya bertujuan melestarikan sebuah tradisi lisan, tetapi juga menjadikannya sebagai sebuah destinasi wisata,” ungkap Umar.

Umar juga mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, Balai Bahasa Riau sudah melakukan revitalisasi basisombou di daerah Tapung, nyanyian pengantar tidur onduo di Rohul, baghandu di Kampar, dan dodoi di Siak. Tahun ini, Balai Bahasa Riau akan melaksanakan kegiatan konservasi pantun otui (pantun seratus) dan ugam, sastra cetak, serta manuskrip di Kampar.

Acara yang dihadiri pegawai Disparbud Kabupaten Kampar, peneliti Balai Bahasa Riau, dan pemerhati budaya tersebut menghadirkan narasumber budayawan Kampar, Sudirman Agus. Dalam paparannya, Agus menampilkan sastra lisan Kampar dalam bentuk tayangan video. Dia berharap ada upaya pemerintah daerah dan masyarakat untuk melestarikan dan menghidupkan kembali tradisi. “Ada nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam sastra lisan,” ujar Agus. (Irwanto)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa