Bangkitkan Kembali Sastra Lisan Dideng dengan Revitalisasi Berbasis Komunitas di Jambi

Bangkitkan Kembali Sastra Lisan Dideng dengan Revitalisasi Berbasis Komunitas di Jambi

Dalam upaya melindungi sastra lisan Dideng dari ancaman kepunahan, Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Perbukuan bekerja sama dengan Kantor Bahasa Provinsi Jambi melaksanakan kegiatan Survei dan Koordinasi Revitalisasi Sastra Lisan Dideng Berbasis Komunitas pada tanggal 29 April—4 Mei 2019. Kegiatan survei dan koordinasi ini bermaksud untuk melakukan koordinasi dengan masyarakat dalam revitalisasi sastra lisan Dideng berbasis komunitas.

Kegiatan revitalisasi sastra berbasis komunitas bertujuan untuk membangkitkan kembali eksistensi sastra lisan di dalam suatu masyarakat atau komunitas. Bahkan, sebisa mungkin pendukung dan penikmat sastra lisannya bertambah. Hal ini disebabkan sastra lisan Dideng di Jambi merupakan salah satu dari sekian banyaknya kekayaan budaya Indonesia yang terancam punah. Bila sastra lisan Dideng ini telah punah, hilanglah pula kekayaan budaya Indonesia.

Camat Rantau Pandan, Zenhendri mengungkapkan bahwa anak-anak di Rantau Pandan sudah tidak mengenal lagi Dideng karena sudah jarang, bahkan nyaris tidak ada yang mau menanggapnya lagi. Kondisi demikian memicu kekhawatiran tersendiri dan menjadi dasar perlunya dilakukan revitalisasi. Dinas Pendidikan Provinsi Jambi menyambut baik kegiatan revitalisasi yang akan dilakukan dengan melibatkan siswa sekolah. “Dinas Pendidikan Provinsi Jambi juga membuat bahan ajar muatan lokal sastra dan Dideng ada di dalamnya,” kata Syofyan, selaku Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.

Sastra lisan Dideng sendiri merupakan salah satu sastra lisan masyarakat Rantau Pandan, Muara Bungo, Jambi. Bentuk tuturan sastra lisan Dideng dilakukan dengan cara disenandungkan. Sastra lisan Dideng ini juga dipilih untuk direvitalisasi berbasis komunitas karena Dideng sarat dengan nilai-nilai moral dan kearifan lokal serta budi pekerti yang dapat dijadikan media pembelajaran generasi muda dan tua. Terlebih lagi, pendidikan karakter yang didengung-dengungkan saat ini pun telah ada lama dan tergambar jelas dalam cerita Dideng.

Rencananya, Nek Jariah sebagai penutur Dideng satu-satunya yang sudah berusia delapan puluh tahun akan mengajarkan sastra lisan Dideng kepada generasi muda, khususnya siswa-siswi sekolah dasar di Rantau Pandan. “Nek Jariah pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh sebagai maestro tingkat nasional,” ujar Gadis Tauvif. Selanjutnya, siswa-siswi sekolah akan menampilkan sastra lisan dalam bentuk festival. Hal ini diharapkan dapat memotivasi generasi muda untuk meneruskan tradisi sastra lisan Dideng sekaligus menyelamatkan sastra lisan Dideng dari ancaman kepunahan. (SB)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa