Peran Notaris dalam Pengutamaan Bahasa Indonesia

Peran Notaris dalam Pengutamaan Bahasa Indonesia

Jakarta-- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) melalui Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra kembali mengadakan kegiatan Penyegaran Keterampilan Berbahasa Indonesia bagi Pemangku Kepentingan di Hotel Best Western Premier The Hive, Jakarta.  

“Kegiatan ini merupakan upaya Badan Bahasa untuk  membudayakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan pemangku kepentingan, dalam hal ini notaris sebagai pembuat dokumen negara. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik”, ungkap pelaksana tugas Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra sekaligus ketua pelaksana, Gufran Ali Ibrahim, pada Kamis, 5 Maret 2020.

Lebih lanjut, Gufran menambahkan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi menurunnya sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia.  Salah satu tanda penurunan sikap positif ini terlihat dari kebanggaan masyarakat Indonesia dalam menggunakan kata-kata atau istilah-istilah asing dari pada istilah bahasa Indonesia. Selain itu, upaya penyegaran ini harus dilakukan secara rutin dan membutuhkan perpanjangan tangan dari berbagai pihak, salah satunya notaris. Notaris dinilai memiliki peran strategis yang dapat membantu memartabatkan bahasa Indonesia.

“Kita melihat sikap positif masyarakat telah menurun terhadap bahasa Indonesia sehingga perlu diadakan kegiatan semacam ini, khususnya bagi notaris. Kami berharap notaris memiliki peran strategis yang dapat membantu memartabatkan bahasa Indonesia”, tambahnya.

Kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber, yaitu  plt. Kapala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, plt. Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, dan perwakilan dari Ikatan Notaris Indonesia (INI). Kegiatan ini diisi dengan materi tentang “Bahasa Indonesia dalam Dokumen Kenotariatan” dengan narasumber dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, yaitu Ebah Suhaebah, Wisnu Sasangka, dan Luh Anik Mayani, sedangkan narasumber dari perwakilan INI adalah Taufik, Yurisa Martanti, dan Albert Richi Aruan.

Kegiatan yang sudah menjadi rutinitas ini dibuka oleh plt. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar. Dadang mengaku senang melihat suasana yang begitu akrab di kalangan notaris, meskipun Indonesia dalam suasana yang mencekam akibat virus corona. Ia menilai kegiatan ini adalah ajang silaturahmi sekaligus penyegaran berbahasa Indonesia. “Saya sangat senang melihat suasana yang penuh keakraban antara Bapak dan Ibu. Saya pikir, ini adalah ajang silaturahmi penyegaran keterampilan berbahasa Indonesia untuk kita semua, meskipun saat ini Indonesia tengah dilanda suasana yang mencekam akibat isu corona”, ujarnya sambil tersenyum. Dadang menegaskan bahwa notaris adalah mereka yang berhubungan rutin dengan dokumen negara, berhubungan dengan masyarakat dalam pembuatan akta autentik, serta diharapkan dapat mengingatkan klien dalam pengutamaan bahasa Indonesia, khususnya di ruang publik. Ia menilai, peran notaris sangat besar dalam membantu merealisasikan amanah UUD Nomor 24 Tahun 2009. Melalui notaris, masyarakat hendaknya sadar dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang bahasa, sehingga mereka tidak lagi menggunakan istilah asing di ruang publik.

Lebih dalam, Dadang menyinggung soal persatuan bangsa Indonesia yang menyebabkan bangsa lain cemburu.  Indonesia yang begitu besar dengan 718 bahasa daerah, tetapi dapat menyatu dengan satu bahasa, yakni bahasa Indonesia. Keberadaan bahasa Indonesia sebagai penjaga NKRI harus diistimewakan dan tidak diduakan dengan bahasa asing. Pada sesi penutupan, Dadang meminta notaris untuk evaluasi diri jika menemukan papan nama yang berbahasa asing di ruang publik. Hal tersebut adalah sumbangsih dari diri kita yang selama ini belum mengutamakan bahasa Indonesia.

Dadang berharap agar kegiatan ini dapat menambah pengetahuan notaris tentang masalah kebahasaan, terciptanya sikap positif terhadap bahasa Indonesia, bertambahnya kemampuan berbahasa Indonesia yang cermat, dan santun, serta terciptanya dukungan dalam sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik di lingkungan masyarakat, terutama di kalangan notaris.

“Bahasa Indonesia adalah ruh bangsa ini. Jika tidak ada bahasa Indonesia, Saya tidak bisa membayangkan akan jadi apa negara ini, karena bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa, penjaga NKRI di atas 718 bahasa daerah yang kita miliki. Saya berharap, notaris mampu menjadi perpanjangan tangan untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa ada UUD yang mengatur tentang penggunaan bahasa, khususnya di ruang publik”, tegas pelaksana tugas Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Dalam kesempatan yang sama, seorang peserta yang enggan disebutkan namanya mengaku senang dan sangat antusias dengan kegiatan ini. Ia menilai kegiatan ini sangat penting dilakukan mengingat maraknya istilah asing. Selain itu, ia kerap menemukan kesalahpahaman antara dirinya dan klien dalam penulisan akta, hanya karena kata yang sepele saja. Kesalahpahaman tersebut cukup memakan waktu untuk merampungkannya. Ia pun berharap dapat mengikuti kegiatan ini kembali dalam skala yang besar. Artinya, kegiatan ini tidak hanya dihadiri oleh 120 notaris dari wilayah Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Bali saja, tetapi se-Indonesia. (DV, IK)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa