Konsep Tapak Lapan pada Pemetaan Sastra Riau
Pekanbaru-Pemetaan sastra di Provinsi Riau akan diprioritaskan pada sastra lisan berdasarkan konsep tapak lapan. Konsep ini mencakup sastra lisan pada bidang perdagangan, ladang darat, agroindustri, ladang sawah, perkebunan, berburu, nelayan, peternakan, dan pertukangan.
Sebagai contoh, pada ladang darat banyak sastra lisan yang bisa dipetakan berdasarkan konsep tapak lapan. Ada sastra dalam menatar hutan, menimbang benih, jemput hari dengan berpantun, dan menuaw. Konsep tapak lapan ini menjadi langkah kerja dalam perumusan rekomendasi pada kegiatan Lokakarya Pemetaan Sastra yang berlangsung sejak Selasa hingga Kamis, 10—12 Maret 2020 di Pekanbaru.
Hasil rekomendasi lokakarya tersebut merupakan rangkuman pokok-pokok diskusi yang dihadiri sejumlah pembicara, yaitu Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum., pelaksana tugas Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; Dr. Hurip Danu Ismadi, pelaksana tugas Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra; dan Songgo Siruah, Kepala Balai Bahasa Riau. Selain itu, kegiatan tersebut dihadiri pula oleh perwakilan dari Bappedalitbang Provinsi Riau dan Dinas Kebudayaan Provinsi Riau.
Adapun pembicara lain yang juga menghadiri kegiatan lokakarya tersebut adalah budayawan, Fakhrunnas M.A. Jabbar dan Junaedi Syam; Rektor Universitas Lancang Kuning, Dr. Junaidi; Dosen Universitas Riau, Elmustian Rahman; dan Dosen Universitas Syarif Kasin Riau, Dra. Ellyza Roza, M.Hum., Ph.D.
Selain konsep tapak lapan, menurut Peneliti Ahli Muda, Drs. Suladi, M.Pd mengatakan bahwa pemetaan sastra di Provinsi Riau juga akan menganut konsep pemetaan sastra dalam inisiasi atau siklus kehidupan dari lahir sampai meninggal dunia, seperti masa kehamilan, bayi, hingga kematian. Sementara itu, untuk pemetaan manuskrip di Riau diarahkan pada naskah-naskah keagamaan, pengobatan, kesusastraan, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Suladi juga menyebutkan bahwa peserta diskusi dapat merumuskan pemetaan sastra pada lokasi geografis dengan bentuk sastra yang khas di daerah tersebut. Menurutnya, sastra perlu dibakukan untuk rencana pelindungan. Sementara itu, untuk sastra cetak, pemetaannya dapat dilakukan pada sastra-sastra kontemporer yang berbahasa daerah.
Pada hari terakhir, Dosen Universitas Syarif Kasin (UIN) Riau, Dra. Ellyza Roza, M.Hum., Ph.D., memaparkan makalah tentang bentuk, jenis, dan persebaran manuskrip yang berpotensi untuk diteliti dan dipetakan di Provinsi Riau. Menurut Ellyza, Balai Bahasa Riau perlu membuat katalogisasi manuskrip dan menentukan lokus pemetaan manuskrip berdasarkan pusat kerajaan dan pusat keagamaan.
Lokakarya Pemetaan Sastra ini mengamanahkan bahwa dalam melaksanakan pemetaan sastra perlu adanya koordinasi dan sinergi dengan pemda, seperti Dinas Kebudayaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, dan Bappedalitbang, serta akademisi dari perguruan tinggi, budayawan, sastrawan, dan tokoh adat.