Balai Bahasa Sumut Selenggarakan Lokakarya Vokasi Industri Ke-BIPA-an
Medan–Wabah Covid-19 sedang diupayakan segera berakhir. Pada saatnya nanti akan bergelora kembali gerakan diplomasi total dengan semakin banyak masyarakat yang terlibat, terutama generasi muda milenial, dalam penginternasionalan bahasa Indonesia. Dalam hal itu, program pedagogis ke-BIPA-an harus memberikan jaminan kemampuan daya sintas bagi warga negara asing yang hendak bekerja di bidang industri. Tantangan vokasi industri ke-BIPA-an tersebut perlu dijawab dengan menyusun Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Pengajar BIPA. Demikian topik yang mengemuka pada Lokakarya Vokasi Industri Ke-BIPA-an pada Jumat dan Sabtu, 29—30 Mei 2020. Kegiatan melalui tayangan virtual aplikasi WEBEX ini dibuka oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Prof. Endang Aminudin Aziz, M.A., Ph.D..
Lokakarya ini menampilkan empat narasumber, yakni Tetty D.S. Ariyanto, M.Par. (Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi), Dr. Liliana Muliastuti, M.Pd. (Ketua Umum APPBIPA), Abdul Rahman Dalimunte, S.E., Ak., M.Si. (Direktur Politeknik Negeri Medan), dan Dr. Maryanto, M.Hum. (Kepala Balai Bahasa Sumatra Utara).
Pada sesi awal Tetty D.S. Ariyanto, M.Par. mengulas bagaimana proses penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang berpedoman pada standar kompetensi, standar pekerjaan, standar asesmen, standar skema sertifikasi, dan standar pendidikan. “RSKKNI itu mengacu pada kompetensi pengetahuan, yakni keterampilan menjalankan tugas, mengelola tugas, menyelesaikan masalah, mengikuti kondisi atau aturan lingkungan, dan mentransfer, serta memperlihat sikap kerja,” papar Tetty.
Pada kesempatan itu Dr. Liliana Muliastuti, M.Pd. menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada standar untuk pengajar BIPA. Untuk itu, kata Liliana, perlu diadakan program sertifikasi pengajar BIPA agar dapat mengakomodasi pengajar yang kemapuan dan keterampilanya masih beragam dan belum terstandar. Menurut Liliana, untuk mencapai target internasionalisasi bahasa Indonesia tahun 2045, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BIPA diharapkan memiliki standar yang jelas, disahkan, dan diakui sehingga ada pelindungan bagi para pengajar BIPA, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pada sesi berikutnya, Direktur Politeknik Medan, Abdul Rahman Dalimunte S.E.,Ak., M.Si. berharap pada tahun 2020 sudah ada perjanjian dengan ASEAN tentang tenaga kerja di ASEAN dan harus memiliki sertifikasi. Oleh karena itulah, LSP diperlukan dan Politeknik Negeri Medan sudah dipercaya BNSP menjadi LSP.
“Kekuatan BIPA itu ditopang oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2009, tes UKBI, minat mahasiswa asing yang tinggi untuk belajar bahasa Indonesia, serta banyak lembaga perguruan tinggi yang menyelenggarakan BIPA. Kelemahan BIPA adalah belum ada pendidikan tinggi vokasi BIPA di Indonesia. Selain itu, SDM yang memiliki standar kompetensi ke-BIPA-an secara nasional juga masih kurang dan belum ada regulasi yang mengatur standar kompetensi pengajar BIPA,” ujar Abdul Rahman.
Kepala Balai Bahasa Sumatra Utara, Dr. Maryanto, M.Hum., dalam lokakarya daring itu menyebut bahwa BIPA memiliki tiga dimensi, yakni fungsi diplomasi, fungsi pedagogi, dan fungsi industri. Penyusunan RSKKNI, menurut Maryanto, merupakan bentuk pelaksanaan program pembinaan bahasa bagi para generasi muda yang diprogramkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Untuk itu, perlu dibentuk komite, perumus, dan verifikator untuk menyusun petunjuk teknis RSKKNI. “Kegiatan ini masih berupa pertemuan awal yang akan berlanjut hingga terbentuknya LSP,” katanya.
Lokakarya Vokasi Industri Ke-BIPA-an ini diikuti 25 orang terseleksi dari pengajar dan pegiat BIPA. Peserta diharuskan membuat esai sepanjang 700—1.000 kata dengan tema seputar BIPA. (am/bbsu)