Kegiatan Konservasi dan Revitalisasi Bahasa Jadi Pemantik Kepedulian Pemerintah Daerah terhadap Pelindungan Bahasa Daerah
Keberlanjutan menjadi isu penting dalam melakukan upaya pelindungan bahasa. Berbagai upaya pelindungan menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) mengadakan Seri Diskusi Daring dengan tema “Pelindungan Bahasa Budong-Budong di Provinsi Sulawesi Barat” pada hari Selasa, 2 Juni 2020 melalui aplikasi daring dan ditayangkan secara langsung melalui kanal YouTube Badan Bahasa. Kegiatan bertajuk Rembuk Bahasa ini membahas kegiatan konservasi bahasa berupa penyusunan sistem kebahasaan dan kegiatan revitalisasi bahasa Budong-Budong. Pembicara kegiatan konservasi bahasa adalah Mardi Nugroho, sedangkan pembicara kegiatan revitalisasi bahasa adalah Yeyen Maryani. Sementara itu, moderator seri diskusi daring sesi ketiga ini berasal dari Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Erniati.
Merujuk pada peta jalan pelindungan bahasa, urutan upaya pelindungan bahasa adalah (1) pemetaan, (2) kajian vitalitas, (3) konservasi, (4) revitalisasi, dan (5) registrasi. Dalam hal ini, konservasi bahasa dilakukan terlebih dahulu sebelum kegiatan revitalisasi bahasa. Mardi Nugroho membuka diskusi dengan pembahasan konservasi bahasa Budong-Budong melalui penyusunan sistem fonologi. Pemaparan Mardi dibuka dengan penjelasan konsep pelindungan bahasa, khususnya pada kegiatan konservasi bahasa. Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra membagi kegiatan konservasi bahasa ke dalam beberapa tahap, yaitu (a) penyusunan sistem fonologi, (b) penyusunan sistem morfologi, (c) penyusunan sistem sintaksis, (d) penyusunan sistem aksara atau ortografis, hingga (e) penyusunan kamus bahasa daerah. Namun, pada diskusi ini Mardi hanya fokus membahas penyusunan sistem fonologi bahasa Budong-Budong, mulai dari langkah penyusunan sistem fonologi pada tahap persiapan, pengumpulan data, hingga hasil yang didapat.
“Modal awal dalam melakukan penyusunan sistem fonologi adalah data dari pemetaan bahasa pada tahap sebelumnya. Dari data pemetaan, dapat diketahui pola bunyi bahasanya sehingga pada saat turun ke lapangan untuk melakukan penyusunan sistem fonologi tinggal melanjutkan melengkapi pencarian hal-hal yang sekiranya belum terungkap pada upaya pelindungan tahap sebelumnya,” ujar Mardi. Mardi juga menambahkan pentingnya peneliti atau pelaksana dalam melakukan upaya pelindungan bahasa seperti penyusunan sistem kebahasaan dalam konservasi dan revitalisasi. Sebisa mungkin peneliti atau pelaksana yang melakukan konservasi bahasa itu sama sehingga hasil penyusunan sistem fonologi, morfologi, sintaksis, hingga aksara memiliki kepaduan bahkan tidak menutup kemungkinan dapat melanjutkannya ke tahap revitalisasi.
Revitalisasi bahasa Budong-Budong dijelaskan oleh Yeyen Maryani. Perlu diketahui bahwa Yeyen sebelumnya juga turut melakukan penyusunan sistem kebahasaan bersama Mardi pada tahap sebelumnya. Dengan begitu, Yeyen sudah cukup akrab dengan situasi dan kondisi penutur bahasa Budong-Budong. Berangkat dari hal tersebut, revitalisasi bahasa Budong-Budong perlu dilakukan agar dapat menjadi pemantik kepedulian pemerintah daerah terhadap pelindungan bahasa di Kabupaten Mamuju Tengah. Masyarakat juga biasanya semakin terpacu menggunakan bahasa daerah bila didukung oleh pemerintah daerahnya. Peningkatan penggunaan bahasa Budong-Budong di masyarakat inilah yang menjadi fokus revitalisasi bahasa melalui advokasi kepada pemerintah daerah.
“Bahasa Budong-Budong dipilih menjadi salah satu bahasa yang dilindungi karena letak geografis penuturnya yang berada di jalur lintas Trans-Sulawesi. Bahasa Budong-Budong sendiri digunakan di Desa Tabolang, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat. Penutur bahasa Budong-Budong tinggal di sepanjang sungai Budong-Budong dan diapit oleh jalan lintas provinsi Mamuju—Palu sehingga cepat atau lambat bahasa Budong-Budong dapat hilang atau dapat dikatakan bahasa Budong-Budong dapat terancam punah ke depannya. Hal ini disebabkan jalur lintas Trans-Sulawesi membuat kontak bahasa antara penutur bahasa Budong-Budong dengan penutur bahasa lainnya menjadi tinggi. Untungnya, Pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah menyambut baik niat Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam melakukan revitalisasi bahasa Budong-Budong sebagai upaya pelindungan bahasa daerah yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,” kata Yeyen.
Tidak hanya menyambut baik, Pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah juga sangat responsif terhadap upaya pelindungan bahasa Budong-Budong. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya wacana pemerintah daerah memasukkan bahasa Budong-Budong sebagai salah satu muatan lokal bahasa daerah di sekolah. Dalam rangka menggali gagasan dan masukan untuk menjadikan bahasa Budong-Budong sebagai salah satu pelajaran muatan lokal bahasa daerah di sekolah, muncul rekomendasi untuk melanjutkan kegiatan revitalisasi bahasa Budong-Budong dengan mengadakan seminar bahasa Budong-Budong. Dengan adanya keberlanjutan yang terus menerus dilakukan, harapan menjadikan bahasa Budong-Budong menjadi salah satu muatan lokal bahasa daerah di sekolah dapat terwujud ke depannya. (SB)