Bincang Sastra Edisi II: Proses Kreatif Menulis Cerpen
Dalam mewujudkan salah satu visi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, yaitu meningkatkan keterlibatan peran bahasa dan sastra dalam membangun ekosistem pendidikan dan kebudayaan, Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra mengadakan rangkaian kegiatan Bincang Sastra. Kegiatan Bincang Sastra dilaksanakan secara berseri setiap hari Rabu melalui aplikasi Zoom Cloud Meetings. Bincang Sastra dapat diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan cara mendaftar pada tautan yang disediakan oleh panitia. Masyarakat dapat memperoleh infografik kegiatan melalui akun Instagram Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Bincang Sastra Edisi Kedua telah dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2020 dan disiarkan langsung pada kanal YouTube Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Bincang Sastra Edisi Kedua mengangkat tema “Proses Kreatif Menulis Cerpen” dengan narasumber Agus Sri Danardana (Peneliti Badan Bahasa) dan Mashdar Zainal (Sastrawan) serta moderator Faisal Meinaldy (Duta Bahasa). Bincang Sastra diawali dengan sambutan dari Drs.Muh. Abdul Khak, M.Hum. selaku Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra. Di tengah wabah korona ini, Bincang Sastra diikuti oleh lebih kurang 332 peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Dikutip dari sebuah tulisan pada buku Kitab Penyihir Aksara, kegiatan menulis adalah salah satu cara yang paling efektif untuk memasukkan pesan ke pikiran alam bawah sadar manusia. Beberapa ahli berpendapat bahwa cara memengaruhi manusia lebih efektif dilakukan melalui tulisan dibandingkan lisan. Jika melalui lisan, orang dapat menutup telinganya atau pun menghindar. Sebaliknya melalui tulisan, sekali tulisan itu dibaca, otak akan secara langsung merekam dan pesan yang disampaikan melalui tulisan itu akan mengendap di kepala pembaca selamanya. Oleh karena itu, diskusi tentang proses kreatif menulis cerpen diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi seluruh peserta untuk mulai menulis.
Pemateri pertama, Agus Sri Danardana, menyampaikan materi tentang proses kreatif penulisan cerita. Karya tulis terbagi menjadi dua, yaitu karya tulis ilmiah dan karya tulis nonilmiah. Karya tulis dapat berisi tentang pengalaman, pengamatan, dan/atau pemikiran yang dapat ditulis secara ilmiah dan nonilmiah. Tulisan dikatakan ilmiah jika mengandung kebenaran yang bersifat objektif. Sementara itu, tulisan nonilmiah kebenarannya bersifat subjektif. Kebenaran yang bersifat objektif biasanya cenderung informatif, sedangkan kebenaran subjektif cenderung imajinatif. Apa pun tulisan itu, tiga hal penting yang perlu diketahui adalah isi, jenis, dan bahasa dari tulisan itu. Penggolongan ilmiah dan nonilmiah masih dapat diperdebatkan.
Seorang penulis pada dasarnya adalah pengamat yang baik. Dalam hal itu penulis harus memiliki kepekaan terhadap apa yang ada pada dirinya dan lingkungan. Dalam menulis cerita, penulis memerlukan adanya penelitian. Penelitian yang dimaksud bisa berbentuk tulisan atau pendekatan dengan informan. Penulis yang baik rasanya mutlak harus menjadi pembaca yang baik. Sebuah cerita tidak ada yang terlahir dari ruang kosong yang hanya sekadar khayalan, walaupun cerita itu sendiri sering diberi label fiktif. Kehidupan sesungguhnya dapat dijadikan bahan baku yang diolah menjadi cerita melalui penggunaan bahasa.
Pemateri kedua, Mashdar Zainal, menyampaikan materi berjudul “Menulis Adalah Pekerjaan Menuang!”. Penulis dapat diibaratkan sebuah teko. Jika teko itu dituangkan, ada yang tertuang. Begitu juga halnya dengan penulis. Jika ingin menulis, penulis harus mengisi teko (atau kepalanya) dengan sesuatu. Jika ingin menjadi cerpenis, penulis harus banyak membaca cerpen. Dalam menulis dibutuhkan adanya komitmen. Komitmen dapat diwujudkan dengan cara membuat jadwal membaca cerpen. Makin banyak membaca buku, referensi dan informasi yang diperoleh penulis akan makin banyak pula.
Menulis adalah pekerjaan praktik. Artinya, penulis harus mengasah terus kemampuan menulisnya, mengirimkan karyanya ke media, mengikuti lomba, dan semacamnya. Menulis juga merupakan pekerjaan mabuk. Artinya, ketika penulis mulai lancar menulis, tulisan tersebut akan menemukan jalannya sendiri. Seluruh teori menulis sejatinya ada pada bacaan yang telah dibaca. Sebuah ide menulis dapat diperoleh dengan langkah mengasah, menangkap, mengunci, mengembangkan, dan menuliskan. Mengasah dapat dilakukan dengan banyak membaca dan melakukan praktik menulis. Menangkap dapat dilakukan dengan menentukan satu konflik yang kemudian dijabarkan/diperluas. Mengunci dapat dilakukan dengan menuliskan kata kunci dari isi cerita. Mengembangkan dapat dilakukan dengan cara membuat kerangka cerita. Hal itu dimaksudkan agar cerita dapat tertata sesuai dengan alur yang diinginkan. (DE)