Dialog Kebahasaan: Rencana Pembentukan Regulasi Kebahasaan di Provinsi Kalimantan Tengah

Dialog Kebahasaan: Rencana Pembentukan Regulasi Kebahasaan di Provinsi Kalimantan Tengah

Balai Bahasa Kalimantan Tengah mengadakan dialog kebahasaan dengan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Kepala Biro Hukum Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, dan Ketua PWI Kalimantan Tengah pada 25 Juni 2020. Tujuannya adalah untuk mendorong lahirnya regulasi kebahasaan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, dan bahasa negara dilahirkan sebagai alat komunikasi lintas daerah di wilayah NKRI. Oleh karena itu, penggunaannya perlu diatur agar tatanan kebahasaan terarah dan berjalan sesuai dengan norma.

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dibahas secara detail peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara di segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersinergi dalam hal menangani masalah kebahasaan dan kesastraan Indonesia dan daerah.

Drs. I Wayan tama, M.Hum. menyampaikan bahwa Balai Bahasa Kalimantan Tengah sebagai lembaga bahasa yang mewakili pemerintah pusat akan menginisiasi terbitnya regulasi kebahasaan dengan membentuk tim. Tim nantinya akan membantu memfasilitasi penyusunan naskah akademik dan rancangan peraturan daerah dengan melibatkan akademisi, praktisi, tokoh bahasa dan adat, pemangku kepentingan, dan media.

Penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, menurut Harris Sadikin, Ketua PWI Kalimantan Tengah, masih kurang optimal. Masyarakat lebih senang menggunakan bahasa asing di ruang publik, misalnya dalam ungkapan “Penetapan Kawasan Water Front City”. Bahkan, pada saat pandemi korona banyak bermunculan istilah asing. Kita berkewajiban menjadikan bahasa Indonesia tuan rumah di negeri sendiri. Hal itu sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.

PWI menyambut baik rencana Balai Bahasa Kalimantan Tengah membuat regulasi kebahasaan di Kalimantan Tengah. PWI berusaha menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nomor satu. Media massa di Kalimantan Tengah sudah menggunakan bahasa Indonesia dan memadankan kata atau istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dengan KBBI sebagai acuan. Sekarang adalah saatnya pemerintah dan masyarakat berkomitmen menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nomor satu.

Menanggapi hal tersebut, Saring, S.H., M.H., Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada regulasi tentang kebahasaan. Pemerintah daerah semestinya membuat regulasi penggunaan bahasa Indonesia, baik dalam naskah dinas maupun pergaulan sehari-hari. Regulasi diharapkan tidak hanya mengatur penggunaan bahasa Indonesia, tetapi juga memuat kearifan lokal, bahasa daerah, kesenian, dan kebudayan daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan komitmen dari pemerintah daerah dengan didukung oleh Balai Bahasa Kalimantan Tengah dan DPRD.

DPRD Provinsi Kalimantan Tengah yang diwakili H. Maruadi, S.H., S.Sos. menyambut baik adanya inisiasi pembuatan peraturan daerah (perda) kebahasaan ini. DPRD selaku wakil rakyat siap untuk menerima rancangan regulasi dan naskah akademik tentang kebahasaan untuk dikaji dan dipertimbangkan menjadi perda. Selain itu, diperlukan penyelarasan persepsi dari pemerintah, DPRD, akademisi, dan pihak terkait untuk membahas hal ini. 

Drs. I Wayan Tama, M.Hum. menambahkan bahwa bahasa daerah merupakan sumber utama pengayaan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia diupayakan untuk ditingkatkan status atau fungsinya menjadi bahasa dalam pergaulan luas atau menjadi bahasa internasional. Masyarakat Kalimantan Tengah tentu mendukung hal tersebut. Selain itu, kehadiran perda kebahasaan akan menjadi warisan bagi generasi muda agar mengutamakan bahasa Indonesia serta tetap melestarikan bahasa daerah di wilayah Kalimantan Tengah.

Pembentukan perda tentang penggunaan bahasa Indonesia belum terlambat. Kalimantan Tengah masih dalam proses pembangunan menuju wilayah yang maju. Belum banyak gedung dan bangunan yang didirikan seperti di Pulau Jawa.

Lebih lanjut, Kepala Balai Bahasa Kalimantan Tengah dan Kepala Biro Hukum Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah mengatakan bahwa banyaknya bahasa daerah di Kalimantan Tengah mengakibatkan sulitnya menentukan bahasa daerah yang menjadi muatan lokal. Keberagaman bahasa tersebut disebabkan luasnya wilayah dan banyaknya aliran sungai di Kalimantan Tengah. Selain itu, keberagaman suku di wilayah tersebut berpengaruh pada keberagaman bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hal itu perlu dikaji lebih lanjut agar tidak menimbulkan masalah baru.

H. Maruadi, S.H., S.Sos. mendorong dibuatnya kesepakatan antara Balai Bahasa Kalimantan Tengah, Pemerintah Provinsi, DPRD, dan media massa untuk mendukung penyusunan peraturan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Selain itu, studi banding ke daerah yang sudah memiliki perda kebahasaan perlu dilakukan.

Media siap mengawal dan berpartisipasi aktif untuk memberikan masukan agar perda kebahasaan di Kalimantan Tengah segera disusun. Pemerintah daerah, DPRD, dan Balai Bahasa Kalimantan Tengah selanjutnyan akan saling bersinergi dan berdiskusi dengan melibatkan pihak-pihak terkait untuk menggodok terbentuknya regulasi tersebut.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa