Merekam dan Menggali Berbagai Fenomena Sosial dan Budaya Aktual dengan Kritik Sastra Mutakhir dalam Sayembara Kritik Sastra Tahun 2020

Merekam dan Menggali Berbagai Fenomena Sosial dan Budaya Aktual dengan Kritik Sastra Mutakhir dalam Sayembara Kritik Sastra Tahun 2020

Kritik sastra di Indonesia selama ini dianggap sedang mengalami musim kemarau panjang. Musim tidak akan dengan mudah berganti apabila tidak ada usaha untuk mengubahnya. Pergantian musim kemarau menjadi musim hujan dalam kritik sastra di Indonesia diharapkan datang seiring dengan adanya Sayembara Kritik Sastra Tahun 2020 yang diadakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Meskipun demikian, kritik sastra tidak hanya berkutat dengan pemasalahan jumlah semata. Kedalaman isi dari kritik sastra juga menjadi penting dalam merekam dan menggali berbagai fenomena sosial dan budaya aktual yang disesuaikan dengan perkembangan zaman di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) melalui Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra mengadakan kuliah daring untuk memfasilitasi masyarakat Indonesia dalam menggeluti dunia penulisan kritik sastra, khususnya penulisan kritik sastra mutakhir. Masih berkaitan dengan hal itu, tema yang diangkat dalam kuliah daring kali ini adalah “Asa pada Kritik Sastra Mutakhir”. Kuliah daring sesi dua tersebut diselenggarakan pada Senin, 6 Juli 2020, pukul 09.00—12.00 WIB melalui aplikasi daring dan ditayangkan secara langsung di akun YouTube Badan Bahasa, Kemendikbud. Pembicara kuliah daring adalah Yoseph Yapi Taum dari Universitas Sanata Darma Yogyakarta dan moderatornya adalah Agus Sri Danardana dari Badan Bahasa.

Dalam pemaparannya, Yoseph Yapi Taum berusaha mengajak peserta kuliah daring untuk menyelami terlebih dahulu konsep kritik sastra dalam perkembangan ilmu, mulai dari sejarah kritik sastra, jenis-jenis kritik sastra, karakteristik kritik sastra mutakhir, hingga teori-teori kritik sastra mutakhir. Semua dijelaskan Yoseph Yapi Taum dengan singkat dan jelas serta berisi sehingga semua hal yang berkaitan dengan konsep kritik sastra secara umum hingga mengerucut pada kritik sastra mutakhir dapat dengan mudah dipahami oleh peserta kuliah daring dalam rangka menuju Sayembara Kritik Sastra Tahun 2020. Tidak tanggung-tanggung, Yoseph Yapi Taum juga turut memberikan berbagai pandangan dalam kritik sastra mutakhir sehingga peserta kuliah daring memperoleh banyak gambaran dalam penulisan kritik sastra walaupun waktu kuliah daring sangat terbatas. Kiat dalam penulisan kritik sastra mutakhir secara khusus disampaikan supaya lebih menggairahkan peserta kuliah daring untuk mengikuti Sayembara Kritik Sastra Tahun 2020. Antusiasme peserta kuliah daring dapat dikatakan tidak pernah meredup. Kondisi itu terlihat dari banyaknya tanggapan, respons, dan pertanyaan dari para peserta kuliah daring yang mendominasi jalannya acara.

Hal yang menarik dari kuliah daring kali ini adalah adanya banyak sekali konsep dan contoh pandangan kritik sastra, khususnya kritik sastra mutakhir yang disampaikan pembicara. Konsep yang harus dipahami sebagai dasar dalam penulisan kritik sastra adalah kritik sastra itu bukan sekadar mencari makna dari informasi yang ada pada karya sastra, melainkan juga, sebisa mungkin, membongkar dan mendefinisikan kembali nilai-nilai yang belum terjamah dari pembaca biasa. Nilai-nilai yang diberikan dalam penulisan kritik sastra pun harus mampu mengakomodasi berbagai kepentingan kelompok manusia. Tentu saja kepentingan yang dimaksud harus disesuaikan dengan fenomena sosial dan budaya aktual saat ini. Hal itu disebabkan karya sastra merupakan tempat bertemunya berbagai kepentingan kelompok manusia. Tidak ada karya sastra yang di dalamnya tidak mengandung kepentingan, baik kepentingan yang bersifat politis, ideologis, maupun kritis. Apalagi kehidupan sosial masyarakat, baik di Indonesia maupun di dunia, sudah mulai bergeser ke ranah digital. Kondisi itu membuat pandangan kritik sastra lama yang masih berkutat dengan ideologi, relasi kuasa, atau marginalisasi kaum pinggiran dianggap kurang mumpuni lagi dalam menangkap fenomena kekinian yang lebih kompleks dengan adanya perkembangan teknologi pada konteks saat ini.

Pandangan kritik sastra mutakhir pun lebih dihadapkan pada kritik terhadap subjek manusia, kompleksitas makna, filsafat, dominasi media, hingga sejarah baru. Kecenderungan kritik sastra mutakhir tersebut lebih ditekankan pada pembacaan budaya, pembelaan terhadap subkultur, dan perayaan terhadap kemajemukan atas satuan-satuan kecil. Dapat dikatakan bahwa kritik sastra mutakhir memberikan suara bagi kaum pinggiran yang dahulu tidak dapat diungkapkan karena ketiadaan kebebasan berekspresi dari penguasa atau berbagai faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat lain yang kurang mendukung. Meskipun penjelasan kritik sastra terkesan sangat teoretis, Yoseph Yapi Taum menjelaskan bahwa teori bukanlah tolok ukur dalam kritik sastra. Titik beratnya tetap ada pada karya sastra itu sendiri. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa teori memiliki beberapa fungsi dalam kritik sastra, di antaranya, ialah (1) fungsi penjelas, (2) fungsi prediksi, dan (3) fungsi kontrol. Yang dimaksud dengan teori memiliki fungsi penjelas adalah pandangan-pandangan para ahli yang memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atau kontruksi yang diperiksa. Berikutnya, fungsi prediksi dalam teori membuat pandangan ahli menjadi pedoman atau panduan dalam menemukan nilai yang berharga dalam karya sastra sehingga membantu merumuskan hipotesis dalam penulisan kritik sastra yang sedang dibuat. Sementara itu, teori memiliki fungsi kontrol untuk membantu membahas nilai penting dalam karya sastra sehingga ditemukan pemecahan masalah.

Memang teori diperlukan dalam penulisan kritik sastra, tetapi teori itu jangan sampai menonjol atau terlihat dengan sangat jelas. Sebisa mungkin teori dilesapkan dalam penulisan kritik sastra sehingga tidak menganggu gagasan kritik sastra yang hendak disampaikan. Dalam menulis kritik sastra, kritikus dianggap unggul apabila dapat menyatukan teori dengan kerangka berpikir dalam gagasan yang mengalir dengan sangat rapi sampai keberadaan teori tidak disadari pembaca. Tidak hanya itu, kritik sastra juga diharapkan dapat memberikan sengatan. Jangan sampai kritik sastra hanya sebatas angin lalu yang hilang bersama dengan kencangnya arus tanpa memberikan efek atau sengatan yang berarti. Hal tersebut pun dapat terlihat dari sudut pandang kritikus dalam membuat kritik sastra. Apalagi, saat ini penulisan kritik sastra dihadapkan pada kritik sastra mutakhir sehingga hal-hal normatif sudah mulai ditinggalkan. Sebagai contoh, ketika kritikus dihadapkan pada gambar Candi Borobudur, dapat dipastikan pandangan umum yang ada dalam benak adalah Candi Borobudur sebagai warisan budaya Indonesia yang tidak ternilai harganya. Namun, pandangan semacam itu tidak berlaku dalam kritik sastra mutakhir yang cenderung melihat Candi Borobudur dari perspektif lain yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, seperti berapa banyak pekerja mati kelaparan demi mewujudkan Candi Borobudur itu. Pemikiran-pemikiran aktual yang tidak biasa selama tidak menyesatkan lebih dianjurkan dalam penulisan kritik sastra. Dengan begitu, refleksi dalam menemukan sesuatu yang baru dapat terwujud dan tertuang dalam kritik sastra. (SB)

SELINGAN

Daftar Selingan

  • zoonosis = zoonosis
  • work from office = kerja dari kantor (KDK)

  • work from home = kerja dari rumah (KDR)

  • ventilator = ventilator

  • tracing = penelusuran; pelacakan

  • throat swab test = tes usap tenggorokan

  • thermo gun = pistol termometer

  • swab test = uji usap

  • survivor = penyintas

  • specimen = spesimen; contoh

  • social restriction = pembatasan sosial

  • social media distancing = penjarakan media sosial

  • social distancing = penjarakan sosial; jarak sosial

  • self-quarantine = swakarantina; karantina mandiri

  • self isolation = isolasi mandiri

  • screening = penyaringan

  • respirator = respirator

  • rapid test = uji cepat

  • rapid strep tes =t uji strep cepat

  • protocol = protokol

  • physical distancing = penjarakan fisik

  • pandemic = pandemi

  • new normal = kenormalan baru

  • massive test = tes serentak

  • mask = masker

  • lockdown = karantina wilayah

  • local transmission = penularan lokal

  • isolation = isolasi

  • incubation = inkubasi

  • imported case = kasus impor


Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa