Bincang Sastra Bersama Sastrawan Daerah 3T Edisi IV: Apresiasi Puisi dan Cerpen

Bincang Sastra Bersama Sastrawan Daerah 3T Edisi IV: Apresiasi Puisi dan Cerpen

Bincang Sastra Bersama Sastrawan Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) kembali dilaksanakan pada Rabu, 8 Juli 2020 oleh Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Setelah mengusung tema “Memulai Karier sebagai Penulis“, “Proses Kreatif Menulis Cerpen“, dan “Proses Kreatif Menulis Novel“, bincang sastra kali ini bertajuk “Apresiasi  Puisi dan Cerpen“.

Narasumber yang dihadirkan pada Bincang Sastra Edisi IV ini adalah Puji Santosa dan Toni Lesmana. Puji Santosa merupakan peneliti ahli utama bidang kritik sastra di Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Toni Lesmana merupakan sastrawan yang terpilih untuk mengikuti program Sastrawan Berkarya Daerah 3T Tahun 2020.

Bincang Sastra Edisi IV diikuti 232 orang dari berbagai daerah di Indonesia. Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra dalam sambutannya menyampaikan bahwa hal itu mencerminkan semangat merdeka belajar pada masa pandemi saat ini. Peserta diajak untuk memberikan pertanyaan, sanggahan, atau diskusi yang lebih luas terkait tema yang dibicarakan. Semangat merdeka belajar memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya.

Materi pertama yang disampaikan adalah apresiasi puisi. Puji Santosa menyampaikan tentang apresiasi puisi genre soneta yang menurutnya belum banyak diketahui oleh siswa. Soneta adalah sajak empat belas larik yang biasanya diatur dalam suatu skema rima tertentu. Dalam sejarahnya, soneta diyakini berkembang dari zaman mediaeval songs pada pertengahan abad ke-11 Masehi. Soneta di Indonesia tercermin sejak era pra-pujangga, khususnya pada karya Muhammad Yamin, Rustam Effendi, Muhammad Hatta, dan Sanusi Pane.

Apresiasi bertalian dengan penghargaan terhadap nilai seni dan budaya yang membimbing manusia menuju kesadaran yang lebih baik. Apresiasi juga berarti memberikan penghormatan atau perhatian kepada sesuatu hal yang terkandung dalam suatu karya.  Soneta dalam perkembangannya terus mengalami penyesuaian dengan jati diri lokal suatu bangsa. Globalisasi dan era pasar bebas memungkinkan adanya perpaduan antara persajakan dan jati diri soneta Indonesia.

Materi yang selanjutnya adalah apresiasi cerpen. Toni Lesmana menyampaikan bahwa cerpen sejatinya harus dinikmati dengan khidmat. Jika tidak pada situasi yang memungkinkan, pembaca bisa mencurahkan konsentrasinya pada apa yang ia bayangkan. Hiburan berada pada tingkatan apresiasi cerpen yang pertama. Pembaca adalah penikmat yang mengisi waktu luang sebagai pembaca pemula.

Apresiasi pada cerpen mengantarkan pada apresiasi kehidupan yang dibangun oleh pengarangnya. Meskipun cerpen bersifat fiktif, pembaca tetap bisa mengambil sari kehidupan yang diolah dengan menggunakan imajinasi. Ketika membaca cerpen, pembaca membaca kehidupan yang dihadirkan oleh pengarang dan bisa berlanjut pada proses kreatif dan penemuan hikmah sebagai tingkatan apresiasi selanjutnya.

Toni menambahkan bahwa setiap orang mempunyai kecenderungan apresiasi yang berbeda tergantung latar belakangnya. Ada pembaca yang mengapresiasi bahasa. Ada pula yang mengapresiasi tokoh atau jalan cerita. Ada pembaca yang menyukai hal-hal yang dekat atau mirip dengan dirinya. Ada yang tertarik dengan plot terbuka sehingga bisa menimbang sendiri jalan ceritanya. Ada pula yang sebaliknya. 

Materi tentang apresiasi puisi dan cerpen disambut peserta dengan antusias. Dalam sesi tanya jawab, beberapa peserta menanyakan tentang apresiasi sastra dan dunia pendidikan. Kedua narasumber sepakat menyampaikan bahwa guru harus banyak memberikan contoh karya yang dapat dinikmati oleh siswa sebelum mengajarkan teori yang mendalam. Konsep N3 (Niteni, Niroke, dan Nambahi) Ki Hajar Dewantara relevan diterapkan untuk dapat mengenalkan sastra lebih jauh kepada siswa.

Diskusi bincang sastra juga membahas tentang program yang telah dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa). Sastrawan Berkarya ke Daerah 3T merupakan program yang bertujuan untuk mengenalkan wilayah 3T melalui kreasi sastrawan yang berasal dari daerah lain. Program tersebut merupakan salah satu upaya Badan Bahasa dalam mengembangkan sastra. Selain itu, Badan Bahasa juga melaksanakanpembelajaran dan penelitian sastra.

Sejak tahun 2016, Badan Bahasa sudah mengembangkan lebih dari 500 cerita rakyat yang dicetak sebanyak 30.000 eksemplar dan disebarkan ke sekolah-sekolah. Cerita rakyat itu juga dapat diakses melalui Android. Sejak tahun 2017, karya sastra juga telah dikaji sebagai bacaan pengayaan siswa dari tingkat dasar hingga menengah. Sekarang pada tahun 2020, Badan Bahasa melalui KKLP (Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional) Pengembangan Sastra akan terus memerhatikan sastra, di mulai dari sastra daerah sampai dengan sastra modern.

Badan Bahasa berperan sebagai pemberi pencerahan dan pembangkit semangat untuk berkarya. Badan Bahasa juga mengupayakan karya sastra untuk bisa menjadi tuan di negeri sendiri, bahkan diangkat dan dikenali di taraf internasional. Badan Bahasa terus mengembangkan program yang diperuntukkan untuk pelajar serta kalangan profesional di bidang sastra. Program yang dilaksanakan oleh Badan Bahasa diinformasikan melalui laman resmi serta akun media sosial, seperti Instagram, Facebook, dan Twitter Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Bincang Sastra Edisi IV diakhiri dengan sesi foto bersama oleh seluruh peserta, narasumber, dan moderator. Faisal Meinaldy selaku Duta Bahasa Nasional yang memoderatori Bincang Sastra Edisi IV menutup kegiatan dengan doa bersama agar pandemi korona yang saat ini melanda dunia segera berakhir. (NS)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa