Sastrawan dan Budayawan Ajip Rosidi Tutup Usia

Sastrawan dan Budayawan Ajip Rosidi Tutup Usia

Sastrawan Ajib Rosidi tutup usia pada Rabu, 29 Juli 2020.  Ia meninggal setelah menjalani operasi di RSUD Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Setelah terkonfirmasi kebenarannya, berita atas wafatnya beliau bermunculan di media cetak dan daring.  Ajip wafat pada usia 82 tahun dengan meninggalkan istri dan empat anaknya. Tidak hanya keluarga yang kehilangan, mereka yang bergelut di dunia kesusastraan, budaya, dan aktivis kesenian pun ikut larut dalam kepergiannya. Peran Ajib di dunia sastra tidak lagi diragukan. Ia telah berkontribusi banyak secara ide dan pemikiran melalui karya-karya yang dihasilkan sepanjang hidupnya.

Ajib Rosidi merupakan sastrawan serba bisa atau multitalenta yang lahir di Jatiwangi, Cirebon, Jawa Barat, 31 Januari 1938. Meskipun tidak menyelesaikan pendidikan secara normal di sekolah menengah atas, tetapi ia mempunyai potensi yang sangat luar biasa sehingga beliau mendapat gelar Honoris Causa, gelar kehormatan yang diberikan oleh Universitas Padjajaran, Bandung. Meskipun pemberian gelar doktor kehormatan tersebut mendapat pertentangan dari beberapa pihak, tetapi gelar itu memang layak diberikan kepada Ajip karena dedikasi dan kontribusinya terhadap dunia kesusastraan Indonesia. Ajip Rosidi juga pernah menerima berbagai pengharagaan sastra, yaitu  Hadiah Sastera Nasional 1955-1956 untuk puisi yang diberikan pada tahun 1957, Hadiah Sastera Nasional 1957-1958 untuk prosa yang diberikan pada tahun 1960, dan Hadiah Seni dari Pemerintah RI tahun 1993.

Semasa hidupnya Ajip kerap hadir dalam memberikan ceramah, kuliah umum, dan orasi terkait kesusastraan dan kebudayaan yang diselenggarakan oleh kampus, universitas, serta komunitas. Pemikiran-pemikiran tersebut tidak sedikit menghasilkan esai, artikel, dan catatan-catatan lainya yang dijadikan rujukan untuk menelaah kajian sastra maupun budaya. Hadiah Sastra Rancage juga tidak terlepas dari nama Ajip sebagai penggagasnya. Inisiatif tersebut berlatar belakang kekhawatiran Ajip terhadap karya sastra atau bahasa. Kemunculan karya sastra dengan bahasa daerah membuat Ajib merasa bahwa karya-karya tersebut perlu mendapat apresiasi atau perhatian khusus untuk orang-orang yang menulisnya.

Ajip termasuk sastrawan yang produktif dalam menunaikan gagasannya melalui karya-karyanya. Selain puisi, prosa, dan drama, beliau pun menyadur karya-karya sebagai berikut.

a.  Kumpulan Puisi

1.    Ketemu di Djalan bersama Sobron Aidit dan S.M. Ardan (Balai Pustaka, 1956)

2.    Pesta (Pembangunan, 1956)

3.    Tjari Muatan (Balai Pustaka, 1959)

4.    Surat Tjinta Endaj Rasidin (Pembangunan, 1960)

5.    Djeram (Gunung Agung, 1970)

6.    Ular dan Kabut (Pustaka Jaya, 1973)

7.    Sajak-sajak Anak Matahari (Pustaka Jaya, 1979)

8.    Nama dan Makna (Pustaka Jaya, 1988)

 

b.  Kumpulan Cerita Pendek

1.    Ditengah Keluarga (Balai Pustaka, 1956)

2.    Tahoen-tahoen Kematian (Gunung Agung, 1951)

3.    Pertemuan Kembali (Bukittinggi:Nusantara, 1962)

4.    Sebuah Rumah Buat Hari Tua (Pembangunan, 1957)

 

c.   Novel

1.     Perjalanan Pengantin (Pembangunan, 1958)

2.     Anak Tanah Air (Gramedia, 1985)

 

d.  Karya terjemahan dari Bahasa Sunda

1.    Mengurbankan Diri (Ngawadalkeun Nyawa karya Moh. Ambri)

2.    Memuja Siluman (Munjung karya Moh. Ambri)

3.    Jalan ke Surga (Jalan ka Sorga)

4.    Dua Orang Dukun (Pustaka Jaya, 1970)

 

e.  Karya terjemahan dari Bahasa Jepang

1. Penari-Penari Jepang (kumpulan cerita pendek karya Yasunari Kawabata, diterjemahkan bersama Matsuoka Kunio(Jambatan, 1985)

2.    Negeri Salju (novel karya Yasunari Kawabata diterjemahkan bersama Matsuoka Kunio (Pustaka Jaya, 1987)

 

f.    Karya Saduran

1.    Lutung Kasarung (1958), yang pada tahun 1962 berubah judul menjadi Purbasari Aju Wangi (Pustaka Jaya, 1962)

2.    Tjiung Wanara (Cetakan ke-1 Gunung Agung, 1961; Cetakan ke-2 Proyek Penelitian Pantun dan Folklore Sunda, 1973; Cetakan ke-3 Gunung Agung, 1968)

3.    Mundinglaja di Kusumah (Cerita pantun Sunda, Tiara, Bandung, 1961)

4.    Sangkuriang Kesiangan (Tiara, Bandung, 1961)

5.    Tjandra Kirana (drama, Gunung Agung, 1969)

6.    Masyitoh (Gunung Agung, 1969)

7.    Badak Pamalang (Pustaka Jaya, 1975)

8.    Roro Mendut (Gunung Agung, 1977)

 

g.  Karya Lain-Lain

1.    Cerita Pendek Indonesia (Jambatan, 1959)

2.    Kesusastraan Sunda Dewasa Ini (antologi bersama Rusman Sutia Sumarga, 1963)

3.    Kesusastraan Sunda Dewasa Ini (1966)

4.    Ichtisar Sedjarah Satra Indonesia (Bina Tjipta, 1969)

5.    “Pembinaan Kebudajaan Daerah Sunda” (Budaja Djaja, 1970)

6.    Jakarta dalam puisi Indonesia (antologi puisi, 1972)

7.    “My Experience in Recording Pantun Sunda” (prasaran dalam Kongres Orientalis di Paris, 1973)

8.    Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia (1973)

9.    Puisi Indonesia I (Bandung, Pelajar 1975)

10. Laut Biru Langit Biru (antologi pengarang sastra Indonesia, Pustaka Jaya, 1977)

11. “Peranan Seni dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa” (Budaya Jaya, 1978)

12. Beberapa Masalah Umat Islam di Indonesia (Bandung, Bulan Sabit, 1970)

13. Mengenal Jepang (1981)

14. Undang-Undang Hak Cipta (1982)

15. Ngalanglang Kasusastraan Sunda (Pustaka Jaya, 1983)

16. Pandangan Seorang Awam (1984)

17. Manusia Sunda (Idayu Press, 1984)

18. Ngamajukeun Seni Pintonan Sunda (1984)


Sumber Bacaan

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Ajip_Rosidi | Ensiklopedia Sastra Indonesia - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/ajip-rosidi |Laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Foto: Instagram Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa