Program BIPA sebagai Penyumbang Devisa dan Pendapatan Negara
Jakarta—Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz, menjadi narasumber pada acara Bincang-Bincang bersama Pakar BIPA yang diadakan oleh Seameo Qitep in Language (Seaqil) pada Selasa, 25 Agustus 2020 lalu. Kegiatan tersebut diselenggarakan secara daring melalui aplikasi Zoom dan diikuti oleh perwakilan dari instansi, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama; perwakilan dari lembaga-lembaga bahasa, sekolah, dan universitas; pengajar; pemerhati BIPA; pakar BIPA; dan perwakilan dari kursus bahasa, baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri, seperti Azerbaijan, Jerman, Timor Leste, Amsterdam, Arab Saudi, Australia, Cina, Jepang, Laos, Malaysia, Prancis, Spanyol, Swiss, Amerika, dan Uzbekistan.
Direktur Seaqil, Luh Anik Mayani, saat itu mengungkapkan bahwa pihaknya selalu berupaya menyelenggarakan program dan kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dalam bidang kebahasaan di Asia Tenggara. Program yang difokuskan oleh Seaqil adalah program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), Bahasa Arab, Bahasa Jepang, Bahasa Mandarin, Bahasa Jerman, dan Bahasa Ibu. Sehubungan dengan program ke-BIPA-an, Seaqil telah menjadikan BIPA sebagai program prioritas sejak masa kepemimpinan Felicia Nuradi Utorodewo 2011—2016. Saat ini Seaqil akan meneruskan program tersebut dan membantu cita-cita Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional seperti yang tercantum dalam Pasal 44 UU Nomor 24 Tahun 2009. Sesuai dengan ruang lingkup tugasnya, Seaqil akan berperan dalam penginternasionalan bahasa Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Luh Anik mengutip hasil Kongres Bahasa Indonesia (KBI) X pada tahun 2013 yang kala itu mengangkat tema “Penguatan Bahasa Indonesia di Dunia Internasional”. Dalam KBI X direkomendasikan beberapa hal yang sangat strategis untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional dan juga direkomendasikan penguatan posisi bahasa indonesia di ASEAN. Secara umum, rekomendasi tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut: (1) peningkatan kualitas dan kuantitas kerja sama dengan pihak luar negeri untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia, baik di tingkat ASEAN maupun di tingkat internasional; (2) pelibatan seluruh komponen bangsa untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia melalui diplomasi total; (3) penguatan peran bahasa Indonesia untuk penutur asing dengan pengembangan kurikulum bahan ajar dan silabus standar bagi masyarakat ASEAN; dan (4) penerapan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebagai paspor bahasa bagi tenaga kerja asing di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Seaqil akan memaksimalkan perannya dalam penguatan BIPA, khususnya dalam hal peningkatan kualitas pengajar BIPA serta hal lain yang berhubungan dengan peningkatan kualitas guru dan tenaga pendidik ke-BIPA-an di Asia Tenggara.
Selain amanah UU Nomor 24 Tahun 2009 dan rekomendasi KBI X, hal lain yang memicu semangat Seaqil untuk meningkatkan peran aktifnya dalam hal ke-BIPA-an adalah pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang menuntut peran aktif Indonesia sebagai negara yang besar di Asia Tenggara. MEA harus dipandang sebagai wadah untuk mempromosikan bahasa Indonesia di Asia Tenggara dan dijadikan benteng bagi Indonesia dari serbuan tenaga kerja dan investor asing.
Pengajar BIPA yang berkualitas tentu akan melahirkan pemelajar BIPA yang berkualitas. Pengajar BIPA yang berkualitas adalah pengajar yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam pengajaran BIPA.
Dalam rangka menghasilkan pengajar yang berkualitas dan berstandar, langkah awal yang dilakukan oleh Seaqil adalah menyusun standar kompetensi bagi pengajar BIPA yang nantinya akan diterjemahkan menjadi program pelatihan standar bagi pengajar BIPA. Penyusunan standar kompetensi pengajaran BIPA ini mengharuskan Seaqil berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, di antaranya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Kementerian Ketenagakerjaan; Lembaga Standardisasi Nasional; Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA (APP BIPA); perguruan tinggi; lembaga penyelenggara BIPA; dan pihak strategis yang terkait dengan pengembangan BIPA di Asia Tenggara.
Pada akhir sambutannya, Luh Anik berharap bahwa gagasan dari para narasumber dapat meningkatkan partisipasi aktif peserta dari berbagai negara yang mengikuti webinar tersebut. Segala gagasan yang berkualitas dari narasumber dan juga peserta akan menjadi dasar bagi Seaqil untuk melaksanakan program BIPA yang berkualitas pada tahun mendatang.
Ada pepatah yang berbunyi, “Bahasa menunjukkan bangsa.” Ke depan, bahasa Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi identitas negara Indonesia, tetapi juga menjadi identitas ASEAN karena bahasa Indonesia dinilai sebagai bahasa yang banyak digunakan di kawasan Asian Tenggara.
Program BIPA sebagai Penyumbang Devisa dan Pendapatan Negara
Indonesia dikenal dengan negara yang sangat kaya akan budaya. Keberagaman budaya yang luar biasa menjadikan Indonesia berbeda dengan negara lainnya. Hal itulah yang bisa diunggulkan di luar negeri. Kekayaan budaya tersebut merupakan nilai unggul bagi Indonesia. Apabila dahulu pemerintah gencar dengan diplomasi kebudayaan, sekarang hal itu mulai bergeser, dari diplomasi kebudayaan ke diplomasi ekonomi. Demikian pertanyaan pembuka Amin pada saat menyampaikan materinya tentang Kebijakan Peningkatan Kompetensi Guru BIPA dalam Ranah Diplomasi.
Apakah guru BIPA bisa dikatakan sebagai diplomat? Amin memandang bahwa guru BIPA yang dikirim ke luar negeri adalah seorang diplomat yang melakukan diplomasi kebudayaan yang memajankan kekayaan budaya Indonesia melalui pengajaran bahasa dan budaya Indonesia serta diplomasi ekonomi. Dengan demikian, pengajar BIPA harus bisa menjadikan program BIPA sebagai penyumbang devisa dan pendapatan negara. Diplomasi ekonomi melalui program BIPA memang belum terlalu gencar digalakkan karena selama ini program BIPA baru bersifat melayani. Namun, tidak tertutup kemungkinan jika pengajar BIPA mampu mempromosikan kebudayaan Indonesia dan membuat orang asing tertarik berkunjung ke Indonesia dalam waktu lama. Mereka akan merasa nyaman berada di Indonesia karena bisa berbahasa Indonesia. Dengan demikian, secara tidak langsung telah terjadi diplomasi ekonomi di dalam program BIPA.
Belakangan ini banyak turis dari negara maju datang ke Indonesia. Di antara mereka banyak yang sudah mengenal program BIPA, bahkan ada yang sudah belajar Bahasa Indonesia. Selain datang sebagai pelancong, mereka juga datang ke Indonesia melalui jalur pendidikan, yakni dengan program Beasiswa Darmasiswa yang gencar dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya. Mereka yang berjumlah lebih dari 700 orang datang dari berbagai negara untuk belajar di Indonesia. Mereka yang mengambil jurusan kebudayaan secara tidak langsung juga mempelajari bahasa Indonesia. Peran alumni Darmasiswa inilah yang sangat penting dalam penyebaran bahasa Indonesia. Karena itu, mereka harus dikembangkan dan diberdayakan.
Pengajar BIPA harus mampu menguasai nilai-nilai kebudayaan yang ada di negara tujuan. Sebagai contoh, di Inggris ada larangan untuk berswafoto dengan murid yang usianya masih kecil. Ketentuan tersebut harus ditaati dan dipahami. Selain itu, guru BIPA harus memiliki kemampuan tambahan seperti keterampilan membatik. Kompetensi lain yang harus dimiliki oleh guru BIPA, antara lain, adalah berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia, (2) pengajaran bahasa, (3) kepribadian, (4) hubungan sosial, (5) wawasan kebangsaan, dan (6) kemahiran berbahasa asing
Saat ini program BIPA diijadikan sebagai program unggulan di Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Pada akhir tahun 2024 ditargetkan sekurang-kurangnya ada 300.000 pemelajar BIPA di seluruh dunia dan untuk mencapai target tersebut diperlukan 75.000 pengajar BIPA.
Langkah Apa yang Akan Dilakukan?
Ada dua program prioritas. Program pertama adalah BIPA Teaching Fellowship atau BIPA Bestari. Program tersebut dilakukan dengan memberdayakan alumni Darmasiswa BIPA untuk menjadi pengajar BIPA di negaranya. Program kedua adalah Beasiswa BIPA. Kedua program tersebut dibagi menjadi dua tahap, yakni mempelajari ke-BIPA-an (6 bulan) dan metodologi pengajaran (6 bulan) serta menjalani kontrak untuk mengajarkan BIPA di negara masing-masing.
Selain itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) membentuk Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) BIPA sebagai strategi reformasi pengembangan BIPA secara internal di lingkungan Badan Bahasa dengan bekerja sama dengan berbagai pihak.
Apakah BIPA Bisa Dikatakan sebagai Ranah Pekerjaan Profesional?
Liliana Muliastuti, Ketua APPBIPA Pusat sekaligus Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Jakarta, saat itu berbicara mengenai “Kompetensi Guru BIPA pada Ranah Pendidikan Profesi”. Ia mengungkapkan bahwa kualifikasi dan kompetensi pengajar BIPA saat ini belum sesuai dengan standar dan belum ada Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang mempersiapkan guru BIPA. PPG BIPA dan jenjang pendidikan S-2/S-3 BIPA menjadi satu kebutuhan untuk menghasilkan pengajar BIPA profesional. Kompetensi standar pengajar BIPA harus mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Untuk itu, diperlukan sinergi dengan berbagai lembaga terkait untuk pendirian PPG BIPA.
Ia menambahkan, kualifikasi guru BIPA adalah hal serius untuk dibicarakan karena ini adalah program internasional. Guru BIPA dikatakan profesional apabila kualifikasi akademik, latar belakang pendidikan, dan kompetensinya sesuai dengan bidang tugas.
Kebinekaan Global dan Standardisasi Pengajar BIPA di Tingkat ASEAN
Tahun 2020 yang dihadapi oleh generasi muda sebagai era perdagangan bebas yang lebih kompleks, salah satunya karena adanya pemberlakuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2020. Kompleksitas perdagangan bebas mencakup permasalahan aktivitas industri, tidak hanya industri barang, tetapi juga industri jasa yang sangat besar pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. Atas dorongan perdagangan bebas tersebut, sudah saatnya dunia ke-BIPA-an dipandang sebagai dunia industri yang bergerak di bidang jasa/pelayanan, baik untuk menunjang aktivitas industri yang lain maupun secara langsung untuk memberikan jasa kepada konsumen. Untuk itu, diperlukan program pendidikan dan pelatihan vokasi industri ke-BIPA-an guna menyiapkan generasi muda agar lebih berjati diri dan berdaya saing memanfaatkan peluang dan tantangan perdagangan bebas. Hal tersebut diungkapkan oleh Maryanto, Koordinator Bidang Standardisasi Mutu APPBIPA sekaligus Kepala Balai Bahasa Sumatra Utara.
Demi mewujudkan hal tersebut, pihaknya telah menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Vokasi Industri ke-BIPA-an pada tanggal 29—30 Mei 2020 lalu. Adapun tujuan kegiatan tersebut adalah
- merumuskan petunjuk teknis penyusunan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Pengajar BIPA;
- menyamakan persepsi atau pemahaman bahwa pengajaran BIPA merupakan dunia industri, selain dunia pedagogik dan diplomasi kebahasaan;
- mendukung peningkatan taraf perekonomian Indonesia melalui dunia industri ke-BIPA-an, terutama di kalangan generasi muda milenial, di samping untuk mendukung peningkatan fungsi bahasa Indonesia di dunia internasional; dan
- memberikan kerangka acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam menyusun RSKKNI Pengajar BIPA dari tahap persiapan RSKKNI hingga tahap penetapan SKKNI tersebut.
Adapun ruang lingkup Petunjuk Teknis Penyusunan RSKKNI Pengajar BIPA adalah konsep dasar dan kerangka dasar RSKKNI Pengajar BIPA serta susunan setiap unit kompetensi. Rencana tindak lanjut penyusunan rancangan adalah penetapan SKKNI Pengajar BIPA. Lebih lanjut, Maryanto mengungkapkan bahwa SKKNI Pengajar BIPA nantinya akan digunakan untuk mengembangkan pelatihan dan akreditasi lembaga pelatihan kerja; mengembangankan kurikulum, silabus, dan modul serta evaluasi pelatihan; dan menyusun kemasan kualifikasi nasional, jabatan nasional, klaster dan kompetensi/unit kompetensi. (DV)