Penyusunan Sistem Ortografi Bahasa Teon di Kabupaten Maluku Tengah

Penyusunan Sistem Ortografi Bahasa Teon di Kabupaten Maluku Tengah

Dalam upaya pendokumentasian bahasa, khususnya bahasa terancam punah, perlu adanya pembakuan sistem penulisan bahasa. Tanpa adanya pembakuan sistem penulisan, bahasa terancam punah tidak akan berubah status selama penuturnya merasa bingung saat mencoba menuliskannya ke dalam huruf latin. Kebingungan atau lebih tepatnya ketidakseragaman sistem penulisan bahasa tersebut membuat bahasa daerah tetap berada dalam keterancaman karena penuturnya menjadi jarang menggunakannya. Sebaliknya, kondisi berbeda justru akan terlihat jika sistem penulisan bahasa daerah telah disepakati sehingga masyarakat dapat dengan mudah menggunakan bahasa daerah dalam kesehariannya, baik papan nama, berbagai media komunikasi, maupun hal lain yang umum digunakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui Kantor Bahasa Provinsi Maluku melakukan penyusunan sistem ortografi bahasa Teon pada tanggal 9—15 Maret 2021 di Kabupaten Maluku Tengah. Dalam kesempatan tersebut, Kantor Bahasa Provinsi Maluku mendapatkan pendampingan pelaksanaan pelindungan bahasa  dari Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra. Hal ini bertujuan untuk menyeragamkan proses pengambilan data antara pusat dan daerah sehingga hasilnya pun dapat dimanfaatkan bersama sebagai bentuk dokumentasi bahasa-bahasa di Indonesia.

Hal yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah penutur bahasa Teon berada di Negeri (Desa) Watludan, Kecamatan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Penutur bahasa Teon mengalami perpindahan pemukiman dari Negeri Faletna, Pulau Teon yang berada di wilayah Kecamatan Banda Neira ke Pulau Seram di Negeri Watludan. Pada 1968 terjadi letusan gunung berapi di Pulau Nila sehingga penduduk sekitarnya dipindahkan pemerintah ke Pulau Seram. Perpindahan pemukiman dari Pulau Teon ke Pulau Seram menjadikan situasi dan kondisi kebahasaannya juga berubah. Terlebih lagi, karakteristik pemukiman di Pulau Seram cenderung lebih heterogen dibandingkan dengan di Pulau Teon yang bersifat homogen. Bahkan, perbedaan lain yang tidak kalah penting dapat dilihat saat melakukan pendokumentasian bahasa, khususnya penyusunan sistem ortografis adalah karakteristik wilayah Pulau Teon yang berada di pesisir dengan wilayah Negeri Watludan yang jauh dari pesisir. Kondisi ini membuat banyak kosakata wilayah pesisir terlupakan, sehingga penutur pun mengalami keraguan dalam menuliskannya ke dalam huruf latin.

Kondisi tersebut semakin memprihatinkan karena penutur aktif bahasa Teon hanya menyisakan generasi tua dengan tidak pernah menuliskannya ke dalam huruf latin. Penguasaan penutur bahasa Teon hanya dari segi pengucapan saja tanpa adanya bentuk penulisan yang telah disepakati. Kalaupun ada penulisan bahasa Teon menggunakan huruf latin, antara penulisan dari penutur yang satu dengan penutur yang lain berbeda. Hal ini disebabkan penutur hanya mengandalkan pemahaman pengucapan saja (tradisi lisan), tidak ada budaya tulis. Sehubungan dengan hal tersebut, adanya penyusunan sistem ortografi bahasa Teon ini dapat bermanfaat bagi penutur bahasa Teon sehingga penggunaan bahasa Teon dalam ranah penulisan huruf latin semakin banyak. Dengan banyaknya penulisan bahasa Teon ke dalam huruf latin, hal tersebut dapat berdampak pada penguasaan bahasa Teon generasi muda, sehingga kelestarian bahasa Teon dapat terjaga meskipun sudah tidak ada generasi tua penutur bahasa Teon. 

Broery Wurlianty sebagai salah satu penutur aktif bahasa Teon pun menyambut baik salah satu upaya pelindungan bahasa Teon ini. Tidak pernah dibayangkan kalau pemerintah melalui Badan Bahasa, Kemdikbudristek sangat aktif merangkul masyarakat menggunakan bahasa daerah terutama di Negeri Watludan ini untuk tetap mempertahankan bahasa Teon. Hal ini pun mendorong penutur aktif bahasa Teon yang tersisa untuk mengingat kembali dan menggiatkan penggunaan bahasa Teon pada generasi muda. Selain itu, adanya kesepakatan penulisan bahasa Teon dalam huruf latin ini manfaatnya sangat terasa karena penutur aktif bahasa Teon lain tergugah untuk dapat menuangkan berbagai cerita, sejarah, ataupun tradisi lisan yang ada ke dalam bentuk tulisan. Dengan begitu, generasi muda masih dapat mengetahui berbagai hal tentang cerita, sejarah, tradisi lisan, hingga penggunaan bahasa Teon walaupun generasi tua penutur aktif bahasa Teon nantinya telah tiada. Tidak ketinggalan, Broery Wurlianty berpesan supaya dapat disusun kamus bahasa Teon untuk memudahkan penutur bahasa Teon mengingat kosakata bahasa Teon, baik generasi tua maupun generasi muda penutur bahasa Teon.

Sepakat dengan hal tersebut, Sahril selaku Kepala Kantor Bahasa Maluku juga berkomitmen terus melakukan upaya pelindungan bahasa Teon, khususnya di Negeri Watludan, Kecamatan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah dengan berbagai kegiatan yang mendukung satu sama lain, misalnya, kegiatan kajian vitalitas, penyusunan sistem kebahasaan (fonologi, morfologi, dan sintaksis), hingga revitalisasi bahasa Teon dengan bantuan Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Kemdikbudristek. Beberapa kegiatan lain selain penyusunan sistem ortografi bahasa Teon ini diharapkan dapat menjadi bahan dokumentasi kekayaan takbenda bangsa Indonesia. Bahkan, besar harapan penggunaan bahasa Teon dapat diteruskan oleh generasi muda supaya bahasa Teon tetap bertahan dari ancaman kepunahan. Upaya pelindungan bahasa ini merupakan salah satu tugas dan fungsi Badan Bahasa, Kemdikbudristek untuk melindungi bahasa-bahasa di Indonesia. Salah satunya, membuat bahasa Teon menjadi bahasa terlindungi. (SB)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa