Penutur Muda Menjadi Penggerak Penerus Bahasa Daerah: Upaya Revitalisasi Bahasa Konjo melalui Pembuatan Lagu Berbahasa Konjo
Perkembangan teknologi yang makin pesat menyebabkan bahasa daerah menjadi hal yang kurang menarik bagi generasi muda sekarang ini. Hal itu membuat generasi muda jarang menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari. Salah satu contohnya adalah penutur muda bahasa Konjo di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Meskipun penutur bahasa Konjo dapat dikatakan banyak dan sebaran bahasanya terbilang luas di Kabupaten Bulukumba, ancaman pergeseran atau penurunan penggunaan bahasa bagi penutur muda tidak dapat terhindarkan. Terlebih lagi, sifat dasar bahasa yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, situasi dan kondisi penuturnya, serta dengan kedekatan lokasi tinggal penutur bahasa Konjo dengan tempat wisata Tanjung Bira membuat pergeseran dan penurunan tersebut makin cepat terjadi. Apabila tidak ada upaya pelindungan bahasa, tidak mustahil penggunaan bahasa Konjo ditinggalkan penutur mudanya.
Untuk meningkatkan minat penutur muda dan memperluas ruang penggunaan bahasa Konjo, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra yang bekerja sama dengan Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan melakukan upaya revitalisasi bahasa Konjo di Desa Tamatto, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Tahapan revitalisasi bahasa Konjo terbagi atas tiga tahap, yaitu (1) tahap survei dan koordinasi, (2) tahap pembelajaran, dan (3) tahap pertunjukan. Tahap survei dan koordinasi bagi pemangku kepentingan dalam rangka pelaksanaan pelindungan bahasa Konjo dilakukan pada tanggal 6—12 April 2021 dengan pelaksana Purwaningsih dan Satwiko Budiono dari Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Herianah dari Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan. Berikutnya, tahap pembelajaran dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih tiga bulan. Terakhir, tahap pertunjukan diperkirakan akan dimulai pada bulan Juli dengan proses perekaman tanpa melibatkan penonton. Hal itu disebabkan oleh pandemi yang masih belum berakhir sehingga perlu adanya upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Dalam hal ini, upaya revitalisasi menggunakan model pelindungan yang beragam dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi kebahasaannya. Model pelindungan yang diterapkan kali ini adalah pembuatan lagu berbahasa Konjo. Penutur muda bahasa Konjo diajak untuk membuat lagu berbahasa Konjo agar mereka makin akrab dan terbiasa menggunakan bahasa Konjo. Beberapa lagu yang dibuat tersebut nantinya akan disalurkan ke media berbagi video atau musik terkini sebagai bagian dari pemanfaatan teknologi informasi. Metode tersebut dipilih karena penutur muda gemar sekali mendengarkan musik, tetapi musik yang dipilih cenderung berbahasa Indonesia atau bahkan berbahasa asing. Alangkah lebih baik apabila kegemaran mendengarkan musik tersebut dimaksimalkan dengan pembuatan lagu berbahasa Konjo sehingga penutur muda makin terbiasa mendengarkan lagu berbahasa Konjo. Dengan berawal dari kebiasaan mendengarkan lagu berbahasa Konjo, dimungkinkan penutur muda juga secara otomatis dapat terbiasa berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Konjo.
Hal ini penting karena penutur muda bahasa Konjo makin sulit membedakan bahasa Konjo dengan bahasa Bugis. Kondisi tersebut diketahui pada saat penutur muda mencapai usia 17 tahun ke atas, lalu diminta membuat lagu berbahasa Konjo. Namun, banyak dari mereka masih keliru dalam membedakan antara kosakata bahasa Konjo dengan kosakata bahasa Bugis. Bahkan, penutur muda yang masih duduk di bangku sekolah dasar sudah tidak terbiasa berhitung menggunakan bahasa Konjo. Sebagian besar penutur muda berusiadini hanya menjadi penutur pasif sehingga tidak terbiasa menggunakan bahasa Konjo. Sebelum kondisi makin memburuk, pembiasaan bahasa Konjo melalui lagu berbahasa Konjo menjadi tumpuan penggerak penerus bahasa Konjo bagi penutur muda. Pembiasaan bahasa Konjo dengan pendekatan yang menarik dan dekat dengan keseharian penutur muda diharapkan dapat membuat penutur muda juga gemar berkomunikasi menggunakan bahasa Konjo. Dalam jangka panjang, lagu berbahasa Konjo tidak hanya dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bahasa daerah, tetapi juga dapat digunakan sebagai media pemajuan kebudayaan dan peningkatan ekonomi kreatif. Apalagi, pembuatan lagu berbahasa Konjo akan terus digalakkan dan hasilnya akan disalurkan ke platform digital secara berkelanjutan. (SB)