Ramai Arti Kata “Perempuan” di Media Sosial, Komnas Perempuan Ajak Badan Bahasa Beraudiensi

Ramai Arti Kata “Perempuan” di Media Sosial, Komnas Perempuan Ajak Badan Bahasa Beraudiensi

Setelah ramai diperbincangkan beberapa bulan terakhir di media sosial tentang arti kata ‘perempuan’ di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau yang lebih dikenal dengan Komnas Perempuan mengajak Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) selaku pihak yang berwenang dalam penyusunan KBBI beraudiensi secara virtual melalui ruang Zoom. Audensi itu diselenggarakan pada Jumat, 16 April 2021.

Audensi dihadiri oleh wakil ketua, anggota komisi paripurna, dan badan pekerja dari masing-masing divisi di Komnas Perempuan. Sementara itu, pihak yang hadir dari Badan Bahasa adalah Plt. Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Dora Amalia dan beberapa editor KBBI dari balai/kantor bahasa yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia.

Olivia Chadidjah Salampessy selaku Wakil Ketua Komnas Perempuan dalam pengantar audensi itu meminta kepada pihak Badan Bahasa untuk dapat merefleksikan kembali definisi ‘perempuan’ dengan makna yang lebih positif dari makna kata yang ada saat ini dalam KKBI.

Lebih lanjut, Rainy Maryke Hutabarat sebagai anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan yang sekaligus Ketua Tim Advokasi Internasional menyampaikan tujuan audensi itu digelar, yaitu (1) mendiskusikan definisi kata perempuan dalam KBBI, (2) mengetahui bagaimana metode pendefinisian yang dipakai oleh penyusun KBBI, (3) mengetahui komposisi tim penyusun KBBI dan latar belakang tim penyusun, (4) mengetahui tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) posisi KBBI, dan (5) mengetahui rentang waktu revisi KKBI. Rainy menegaskan bahwa Komnas Perempuan pun memiliki “Tesaurus Kekerasan Terhadap Perempuan” yang berisi hal-hal terkait dengan kekerasan terhadap perempuan dalam Hak Asasi Manusia dan Kekerasan Perempuan.

Untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari Komnas Perempuan, Dora Amalia selaku tim penyusun memaparkan bahwa KBBI daring dimutakhirkan setiap dua kali dalam setahun pada April dan Oktober dengan pemutakhiran yang berupa penambahan entri baru dan perbaikan entri yang diusulkan dua kali.

Dalam pengumpulan korpus, ada prinsip corpus-based atau corpus-driven lexicography. Artinya, penyusunan kamus bersandar pada korpus yang tersaji apa adanya. Frekuensi kemunculan yang tinggi menjadi salah satu syarat masuknya kata menjadi entri KBBI. Kamus sebagai rekaman penggunaan bahasa yang dapat menyajikan gambaran sosial. Gambaran sosial itu tidak selalu berupa gambaran ideal. KBBI tidak menghilangkan entri beserta kelengkapannya yang sudah ada karena setiap entri mewakili fakta kebahasaan pada masanya dan ini merupakan fungsi dari kamus historis.

Definisi dalam KBBI pun memiliki prinsip penyusunan, yaitu KBBI adalah kamus deskriptif sekaligus preskriptif (proskriptif) dan historis dalam ilmu leksikografi. Cakupan KBBI adalah merekam semua fakta kebahasaan (deskriptif), KBBI memberi informasi tentang bagaimana bentuk yang seharusnya (preskriptif), dan KBBI mengurutkan definisinya berdasarkan mana yang lebih dulu dikenal, direkam, atau masuk ke bahasa Indonesia (historis). Selanjutnya, definisi disusun berdasarkan prinsip semantik leksikal, yaitu semantik yang meneliti makna unsur-unsur kosakata suatu bahasa pada umumnya dengan pola definisi yang disepakati.

Sementara itu, ada pola-pola tertentu dalam pendefinisian kata di KBBI, seperti untuk kelas kata nomina, verba, dan adjektiva yang mengikuti pola genus proximus dan diferentia specifica. Pola ini mensyaratkan ada satu kata atau kelompok kata yang berfungsi sebagai jenis terdekat (genus proximus) dan kata-kata lain yang berfungsi sebagai fitur pembeda kata yang didefinisikan tersebut dari kata-kata lain yang sejenis (diferentia specifica). Jenis terdekat tersebut akan menjadi kata pertama yang dipakai dalam mendefinisikan suatu kata, kemudian disusul oleh kata-kata yang menjadi unsur pembedanya.

Dalam hal pendefinisian kata perempuan, kata ‘orang’ atau ‘manusia’ adalah jenis terdekatnya, sedangkan ‘yang memiliki vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui’ merupakan ciri pembedanya dari jenis manusia yang lain.

Data KBBI berasal dari kamus-kamus yang telah ada lebih dulu, seperti Logat Kecil Bahasa Indonesia (1949), Kamus Indonesia (1951), Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952), Kamus Modern Bahasa Indonesia (1954), dan Kamus Bahasa Indonesia (1983). Selain itu, data KBBI juga diperkaya dari korpus yang ditemukan pada buku, majalah, naskah, manuskrip, media massa, artikel, jurnal, dan sebagainya. Pemeriksaan data untuk entri baru dilakukan secara bertingkat, mulai dari  masyarakat atau pengusul, editor yang berjumlah 137 orang, redaktur yang berjumlah 11 orang, dan validator. Semua entri baru disosialisasikan ke masyarakat dua kali setahun, yaitu pada bulan April dan Oktober. Pemutakhiran KBBI yang dilakukan sebanyak dua kali setahun tidak hanya menambah entri baru, tetapi juga revisi terhadap  kelas kata, definisi, contoh kalimat, dan sebagainya.

Kata perempuan pun memiliki sejarah tersendiri sebagaimana kata-kata umum lain yang masuk ke dalam KBBI sejak edisi pertama terbit tahun 1988. Definisi perempuan pada edisi pertama berupa sinonim, yaitu ‘wanita’ dan ‘bini’. Pada edisi pertama ini pun sudah dicantumkan beberapa gabungan kata yang unsur induknya adalah perempuan, seperti perempuan geladakperempuan jahatperempuan jalanperempuan jalangperempuan jangakperempuan lecah, dan perempuan nakal. Pada KBBI Edisi Kedua (1992) definisi perempuan diubah menjadi ‘orang (manusia) yang memiliki puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui’ dengan penambahan makna ‘wanita’ sebagai sinonim. Makna ‘bini’ dan ‘istri’ menjadi makna kedua. Adapun makna ketiga perempuan adalah ‘betina’ yang dilengkapi penjelasan ‘khusus untuk hewan’. Ada tambahan subentri, yaitu perempuan lacur. Pada KBBI Edisi Ketiga (2000) definisi perempuan diubah menjadi ‘orang (manusia) yang memiliki vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui’ dengan tambahan subentri perempuan simpanan dan gabungan kata, yaitu perempuan jalang (Zain dan Badudu, KMBI, 1959), perempuan jalan (perempuan jahat), dan sundal (Poerwadarmnta, KUBI, 1954).

Fungsi semantik, yaitu definisi pertama kata perempuan dalam bahasa Indonesia yang menyebutkan ciri-ciri fisik merupakan deskripsi yang dipakai untuk menjelaskan jenis kelamin. Dalam bahasa lain, misalnya bahasa Inggris, kata yang dipakai dalam menyebutkan jenis kelamin ini (female) berbeda daripada kata yang dipakai untuk menyebutkan orangnya (woman) sehingga dalam definisi woman tidak dijelaskan ciri-ciri fisiknya. Kata female dapat disejajarkan dengan kata betina dalam bahasa Indonesia, tetapi kata ini hanya digunakan untuk menyebutkan jenis kelamin hewan dan tidak pernah dipakai untuk manusia. (AS)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa