Adab Bermula dari Bahasa: Mempelajari Bahasa, Mempelajari Keberadaban

Adab Bermula dari Bahasa: Mempelajari Bahasa, Mempelajari Keberadaban

Jika ingin mengenal orang berbangsa...

...lihat kepada budi bahasa.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Melayu, Balai Bahasa Riau bekerja sama dengan Universitas Lancang Kuning menyelenggarakan Seminar Nasional: Bahasa, Muatan Lokal, dan Pengajaran yang menjunjung tema Menjulang Bahasa Indonesia sebagai Kekuatan Bangsa pada 26 November 2019. Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. hadir sebagai pemateri bersama dengan Datuk Seri Al Azhar selaku Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu (LAM), dan Dr. Evizariza, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning.

            Kepala Balai Bahasa Riau, Drs. Songgo Siruah, M.Pd, dalam sambutannya menyampaikan bahwa bahasa Indonesia sebagai simbol negara harus diutamakan penggunaannya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. “Kita harus merawat bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional. Tanpa bahasa Indonesia, NKRI akan hilang,” tegas Songgo. Tidak hanya itu, beliau juga mengimbau para peserta  yang terdiri atas guru, dosen, dan mahasiswa agar senantiasa menjaga bahasa Melayu yang telah berkontribusi terhadap lahirnya bahasa Indonesia. Kepala Balai Bahasa yang menyampaikan ucapan selamat datang menggunakan pantun ini mengusulkan agar ke depannya bahasa daerah, khususnya bahasa Melayu, diarahkan dalam pengajaran di sekolah. Songgo juga mengapresiasi Universitas Lancang Kuning yang telah memiliki bahasa daerah sebagai salah satu program studi di Fakultas Ilmu Budaya.

            Sejalan dengan imbauan Kepala Balai Bahasa Riau, Rektor Universitas Lancang Kuning, Dr. Junaidi, M.Hum, yang membuka acara secara resmi mengatakan bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Melayu tidak usah dipertentangkan, tetapi dieratkan agar dapat mengangkat kedua bahasa ini berdasarkan peranannya masing-masing. Tidak hanya bahasa Melayu, Junaidi juga mengusulkan agar pemakaian bahasa di ruang publik dipantau kembali karena masih marak penggunaan bahasa asing.

            Pada kesempatan itu Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum, yang  mengenakan tanjak[1] Melayu-Siak  ketika menyampaikan materisajiannya , berpesan agar penjagaan dan peningkatan bahasa Melayu bisa lebih ditingkatkan. “Fungsi dan kebermanfaatan bahasa Melayu sebagai cikal-bakal bahasa Indonesia menjadi bahasa yang besar dan siap mendunia agar senantiasa tertanam, terjaga, dan dibicarakan posisinya sebagai bahasa dalam muatan lokal,” ujar Dadang. Beliau juga menerangkan jika bahasa suatu bangsa hilang, kearifan lokal, sastra, dan budayanya juga akan hilang. Itulah alasan mengapa Pemerintah Pusat dan daerah senantiasa perlu menjaga bahasa daerah agar tidak kehilangan budaya dan keberadaban. Kita harus menunjukkan kekayaan bangsa melalui bahasa, apalagi Indonesia merupakan negara kedua terbanyak yang memiliki bahasa daerah, yaitu sejumlah 718 bahasa. Tidak hanya itu, kita pantas berbangga sebab lebih dari 30 lembaga di dunia mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa negara mempersatukan rakyat Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke, menjaga kebinekaan rakyatnya sebagai bangsa yang berbudaya.

            Sebagaimana yang disampaikan oleh Datuk Seri Al Azhar: Bahasa tidak hanya dijadikan sebagai alat komunikasi, tetapi juga alat penyampaian budi. Dengan mendengar bahasa, kita tahu bagaimana adab sebuah bangsa. Itulah kenapa kita harus menjaga martabat bahasa negara, pun dengan bahasa daerah sebagai wujud kekayaan bangsa. (Adeliany Azfar)



[1] Topi khas Melayu.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa