Bincang Sastra Lisan Muna
Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara mengadakan kegiatan Bincang Sastra Lisan Muna dengan tema “Eksistensi Sastra Lisan Muna dari Masa ke Masa”. Kegiatan itu dilaksanakan pada Senin, 16 November 2020, pukul 09.00—12.00 WITA melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting. Narasumber yang hadir pada kegiatan virtual tersebut adalah Dr. Ganjar Harimansyah (Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah) dan Dr. Ader Laepe, S.S., M.Hum. (Akademisi UHO dan Peneliti Sastra Lisan Muna).
Kegiatan Bincang Sastra Lisan Muna dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, Dr. Herawati, S.S., M.A. Dalam sambutannya, Herawati mengatakan bahwa kegiatan Bincang Sastra Lisan Muna merupakan bagian dari perhatian lembaga yang dipimpinnya dalam upaya revitalisasi sastra lisan Muna.
Ganjar Harimansyah menjelaskan bahwa revitalisasi adalah menciptakan bentuk dan fungsi baru sastra yang terancam punah dan kritis agar jumlah penutur/pendukung bertambah serta penggunaannya meningkat. Selain itu, revitalisasi juga bertujuan menciptakan ranah penggunaan baru oleh generasi penerus. Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah tersebut juga menjelaskan bahwa ada tiga model aksi revitalisasi sastra lisan, yaitu survei dan koordinasi, pelatihan, dan pementasan. Ia juga menyampaikan penerima manfaat revitalisasi adalah masyarakat pemilik dan pendukung sastra lisan, praktisi, guru, dosen, peneliti, siswa, mahasiswa, pemangku kepentingan, lembaga bahasa dan sastra, komunitas, dan media massa.
Pengamat sastra tersebut juga menyebutkan bahwa Muna memiliki sejarah panjang peradaban melalui lukisan purba di Gua Liang Kabori dan Gua Metanduno di Muna. Lukisan tersebut merupakan khazanah kebudayaan Muna yang memperlihatkan pencapaian literasi luar biasa di masa silam yang patut dilestarikan.
Sementara itu, Ader Laepe mengatakan bahwa ada beragam sastra lisan di Muna, seperti puisi rakyat Muna, prosa rakyat Muna, teater rakyat Muna, teka-teki Muna, dan pepatah/petitih Muna. Menurut akademisi sastra Universitas Halu Oleo tersebut, rakyat Muna mengekspresikan puisi melalui dua cara, yaitu dokalaane dan dololae. Dokalaane merupakan ekspresi membaca puisi dengan nada metrum, sedangkan dololae mengekspreiksan puisi dengan cara didendangkan. Ader Laepe menegaskan bahwa mayoritas puisi rakyat Muna didendangkan sehingga merupakan folksong atau nyanyian rakyat.
Akademisi Universitas Halu Oleo itu menambahkan bahwa ada banyak fungsi sastra lisan Muna, yaitu sebagai media hiburan, media pendidikan, media ekspresi, media untuk menidurkan dan menimang anak, pembangkit semangat kerja bagi orang dewasa dan semangat bermain bagi anak-anak, pelipur lara, pelepas lelah, pengiring tarian tertentu, sarana penyembuh untuk penyakit tertentu, dan media penyampaian politik identitas.
Kegiatan yang dipandu oleh Syaifuddin Gani, S.Pd., M.Sos. tersebut diikuti oleh lebih dari seratus peserta di ruang virtual. Pada sesi diskusi banyak peserta yang mengajukan pertanyaan dan berbagi pengalaman terkait upaya revitalisasi sastra lisan.
Kegiatan Bincang Sastra Lisan Muna ditutup oleh Mulawati, S.S., M.Hum. sekalu ketua panitia. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Peneliti sastra itu juga berharap agar kegiatan ini dapat memberi manfaat bagi seluruh pegawai Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara. (Syaifuddin Gani)