Sinergitas dan Kolaborasi Antara Badan Bahasa dan Ditjenbud dalam Bidang Bahasa dan Budaya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memegang peranan penting dalam memajukan bahasa dan budaya sebagai kekayaan takbenda bangsa Indonesia. Hal itu terlihat melalui tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa/Badan Bahasa) dan Direktorat Pelindungan Kebudayaan (Direktorat Jenderal Kebudayaan/Ditjenbud). Kedua lembaga eselon satu tesebut saling menguatkan dalam melindungi dan memajukan bahasa dan budaya.
Salah satu kegiatan Badan Bahasa melalui Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra berupa Seri Diskusi Daring Pelindungan Bahasa dan Sastra dengan tema “Keselarasan Pelindungan Bahasa dan Aspek Budaya”. Seri diskusi daring ke-10 ini diadakan pada hari Senin, 30 November 2020 melalui tayang langsung pada akun YouTube Badan Bahasa. Narasumbernya adalah E. Aminudin Aziz, Kepala Badan Bahasa dan Fitra Arda, Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan. Diskusi tersebut dipandu oleh Dora Amalia, selaku Plt. Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra.
Dalam diskusi tersebut Aminudin menyampaikan berbagai regulasi tentang pelindungan bahasa dan sastra, yaitu (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia; (3) Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia; (4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan; dan (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman Bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah. Semua regulasi itu merupakan bukti nyata keseriusan Pemerintah dalam melindungi bahasa dan sastra. Pelaksanaannya masih perlu ditingkatkan secara intens melalui sinergitas dan kolaborasi dengan berbagai pihak, baik masyarakat umum, pemerintah daerah, akademisi, maupun pegiat budaya. Tidak ketinggalan, Aminudin juga menjelaskan model penelitian pelindungan bahasa dan sastra melalui kegiatan pemetaan, kajian vitalitas, konservasi, revitalisasi, serta registrasi bahasa dan sastra.
Pada kesempatan tersebut, Fitra Arda mengungkapkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan berperan menguatkan dan saling mengisi peran bahasa dan sastra yang tidak terlepas dari berbagai objek kebudayaan lainnya. Objek kebudayaan yang dimaksud mulai dari tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, hingga olahraga tradisional yang masing-masing saling berhubungan. Sebagai contoh, pergelaran seni disajikan dengan tuturan bahasa, baik dalam hajatan tradisi lisan, ritus, maupun perhelatan adat-istiadat. Keterkaitan yang erat antara bahasa dan sastra dengan objek kebudayaan lainnya membuat sinergitas dan kolaborasi ini menjadi kunci pentingnya kehadiran negara dalam hal bahasa dan budaya. Dalam hal ini, negara tidak mengatur bahasa dan budayanya, tetapi lebih pada ekosistem tata kelolanya supaya memiliki ketahanan budaya dan mampu berkontribusi di tengah peradaban dunia. Perlu dikemukakan bahwa program kerja pemajuan kebudayaan terdiri atas pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan di Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang tidak jauh berbeda dengan pelindungan bahasa yang menjadi tupoksi Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Bahasa. Pelindungan kebudayaan terdiri atas inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi.
Jika berbicara tentang sinergitas dan kolaborasi, Badan Bahasa dan Ditjenbud sebenarnya sudah berjalan beriringan, apalagi sama-sama berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu kegiatan sinergitas dan kolaborasi yang sudah berjalan pada kedua instansi tersebut adalah kegiatan penelusuran arsip jalur rempah di dalam negeri. Kegiatan yang diinisiasi oleh Ditjenbud tersebut sudah turut juga melibatkan peneliti sastra di Badan Bahasa.
Setelah diskusi daring ini, diharapkan sinergitas dan kolaborasi antara Badan Bahasa dan Ditjenbud dapat dikembangkan melalui beberapa kegiatan lain yang berpotensi dapat saling mengisi. Sinkronisasi data pemetaan bahasa di Badan Bahasa misalnya, langkah kerjanya tidak jauh berbeda dengan pemetaan kebudayaan di Ditjenbud. Dengan demikian, dapat diwujudkan kesatuan data sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia dapat terwujud, khususnya di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.(SB)