KBBI sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan
Badan Bahasa--Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Perkamusan dan Peristilahan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar Seri Diskusi Daring (SDD): Bincang Kamus dan Istilah (Bingkai) dengan tema “Serba-serbi Penyusunan Kamus Bahasa Daerah” pada Selasa, 19 Januari 2021. Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 206 peserta dari seluruh di Indonesia serta dari mancanegara, seperti Jepang dan Azerbaijan.
SDD Bingkai menghadirkan tiga orang narasumber, yaitu Siti Masitha Iribaram dari Balai Bahasa Provinsi Papua, Zainal Abidin dari Balai Bahasa Provinsi Riau, dan Tri Wahyuni dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. Siti Masitha berbagi pengalaman tentang penyusunan kamus di Papua dengan judul “Papua Banyak Bahasa, Terbatas Leksikon. Sementara itu, Zainal Abidin berbicara tentang “Kamus Bahasa Melayu Riau Mempertegas Batas Negara” dan Tri Wahyuni membahas tentang “Kosakata Bahasa Jawa Ratnamutu Manikam yang Perlu Dirawat”. Ketiga pemakalah berbagi pengalaman dan seluk beluk dalam penyusunan kamus-kamus bahasa daerah serta pengayaan bahasa Indonesia dari bahasa daerah.
Dora amalia, plt. Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra menuturkan bahwa kegiatan tersebut merupakan kegiatan SDD perdana di tahun 2021 dan berencana akan melaksanakan kegiatan Bingkai ini setiap bulan atau sebanyak dua belas sesi, mulai dari Januari hingga Desember. Penyelenggara juga sudah mengidentifikasi siapa saja yang akan berbagi pengalaman menyusun kamus dalam bahasa daerah. Sebelumnya, kegiatan serupa telah dimulai pada tahun 2020 oleh dua bidang atau ranah, yaitu Bidang Pelindungan yang mengadakan SDD Rembuk Bahasa atau Sastra sebanyak sepuluh sesi dan Bidang Pengembangan yang mengadakan SDD Bicara Sastra sebanyak delapan sesi.
Lebih lanjut, Dora menuturkan bahwa penyusunan kamus bahasa daerah ini merupakan cabang leksikografi yang sangat unik dan praktik pelaksanaannya sangat berbeda dari penyusunan kamus yang memiliki korpus tertulis sehingga penyusunan kamus bahasa daerah ini merupakan subbidang leksikografi lapangan. Adapun porsi yang sangat penting dalam leksikografi lapangan ini adalah pengumpulan data karena korpusnya tersebar di penuturnya, tidak dalam korpus tertulis. Oleh karena itu, leksikografi lapangan ini merupakan subbidang campuran dari dialektologi, leksikografi, bahkan antropolinguistik.
“Saya melihat pengalaman leksikografer lapangan. Mereka tinggal di satu tempat atau suatu daerah selama berbulan-bulan dan mendokumentasikan atau mencatat semua kata yang dituturkan oleh masyarakat tutur di daerah tertentu. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengumpulkan data bagi leksikografer lapangan ini sangat diandalkan dan merupakan suatu kemampuan yang perlu ditingkatkan. Hal itu merupakan pekerjaan khas yang dilakukan oleh tim yang ada di UPT, sedangkan di Badan Bahasa, data sudah terkumpul dalam korpus tertulis sehingga kita dapat mengumpulkan data dari sumber-sumber yang sudah dikumpulkan tersebut, tanpa harus mentranskripsikannya terlebih dahulu”, ungkap Dora.
Di akhir sambutannya, Dora mengucapkan terima kasih atas kehadiran peserta yang telah antusias dalam mengikuti kegiatan ini. Ia juga mengajak para peserta untuk bersama-sama menyaksikan dan menghitung waktu penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring yang tembus 100 juta pengguna.
KBBI sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam kesempatan yang sama, Aminudin Aziz, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga mengucapkan terima kasih atas kerja keras tim perkamusan dan istilah yang telah memberikan warna baru terhadap perubahan di Badan Bahasa dan melakukan penyusunan kamus melalui proses-proses kreatif sehingga kamus tersebut menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Menurut mantan Atase Pendidikan KBRI London ini, proses penyusunan kamus dan istilah bukan hanya urusan pendekatan-pendekatan antropologi yang menyebabkan leksikograf tinggal berlama-lama di suatu wilayah, melainkan ada proses kreatif lain, yaitu bagaimana leksikograf memilih leksikon-leksikon yang betul-betul menjadi bahasa daerah atau bahasa nasional.
“Proses penyusunan kamus dan istilah itu merupakan proses kreatif yang tidak semua orang akan sampai kepada tahapan dalam sebuah proses tersebut dan kita sangat percaya dalam tingkat terakhir ketika kita berbicara literasi, literasi tingkat paling tinggi itu adalah kreativitas, yaitu proses penciptaan” tuturnya.
Amin melihat perkembangan kamus dan istilah menunjukkan perkembangan peradaban sebuah negara. Kamus menjadi rujukan pengetahuan karena kamus yang baik pasti akan selalu direvisi, diperbaharui, dan ditingkatkan kualitasnya. Kamus merekam apa yang terjadi dari waktu ke waktu dan tidak ada kamus yang dibiarkan begitu saja. Kamus akan dipertahankan jika dia menjadi sumber rujukan ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut, Amin bercerita tentang sejarah perkembangan KBBI sebagai upaya awal dalam membuat kamus yang bersifat monolingual. Kamus pertama terbit pada tahun 1988 yang hanya berisi 62.000 entri. Pada tahun 1990-an Amin menjadi salah seorang yang beruntung bisa memperoleh KBBI langsung dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Fuad Hasan. Amin menjadi mahasiswa teladan nasional dan Mendikbud Hasan berpesan kepadanya sebagai mahasiswa teladan harus menggunakan dan membanggakan KBBI sebagai produk Badan Bahasa yang dimiliki Indonesia.
“Saya termasuk yang beruntung pada tahun 90-an itu mendapat hadiah langsung dari Menteri Hasan ketika kami diundang ke Jakarta menjadi rombongan. Kebetulan saja saya termasuk salah satu mahasiswa teladan nasional pada saat itu. Hadiah dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu adalah KBBI. Saya masih ingat betul dan sekarang juga masih disimpan kamus itu, warnanya hitam” tuturnya sembari tersenyum.
Selaras dengan hal tersebut, ia juga mengungkapkan harapan Mendikbud era kini, Nadiem Makarim tentang jumlah entri KBBI. Mendikbud Nadiem berharap ketika akhir jabatannya pada tahun 2024, jumlah entri dalam KBBI dapat menembus angka 200.000. Amin melihat bahwa hal ini yang akan menjadi konsentrasi kita dan merupakan tantangan bersama yang harus dipecahkan.
Di akhir sambutannya, Amin berharap urusan kamus dan istilah ini bisa menjadi pusat unggulan Badan Bahasa. Jika masyarakat ingin bertanya tentang perkamusan, mereka akan bertanya kepada Badan Bahasa, bukan kepada yang lain. Hal ini juga didorong oleh kerja keras dari semua pihak, khususnya KKLP Perkamusan dan Istilah. (DV)