Menjalin Indonesia dari Jawa Barat

Menjalin Indonesia dari Jawa Barat

Bandung--Balai Bahasa Jawa Barat, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, bekerja sama dengan RRI Bandung melaksanakan gelar wicara di GOR Balai Bahasa Jawa Barat pada Jumat, 16 Oktober 2020. Kegiatan yang mengusung tema “Bahasa dan Pemuda” ini  digelar dalam rangka menyemarakkan Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2020 dan disiarkan langsung di kanal YouTube Balai Bahasa Jawa Barat.

Kegiatan yang menjadi rutinitas tahunan ini menghadirkan tiga orang narasumber, di antaranya, E. Aminudin Aziz (Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa), Muh. Abdul Khak (Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra), dan Syarifuddin (Kepala Balai Bahasa Jawa Barat) dengan dipandu oleh Agus Gunawan (RRI Bandung).

Syarif, dalam sambutannya, mengungkapkan bahwa tema Bulan Bahasa dan Sastra pada tahun ini adalah “Berbahasa untuk Indonesia Sehat”. Kegiatan Bulan bahasa dan Sastra telah dibuka secara resmi pada 1 Oktober lalu oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Ia menuturkan bahwa tema tersebutlah yang menjadi acuan balai dan kantor bahasa dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan menuju puncak Bulan Bahasa dan Sastra yang jatuh pada tanggal 28 Oktober nanti.

“Berbahasa untuk Indonesia sehat mempunyai makna atau pesan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang sehat, jasmani dan rohani tidak boleh dipisahkan. Di sinilah peran bahasa dan sastra untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat. Berbahasa yang sehat akan membawa mental yang lebih sehat, sedangkan bersastra merupakan realisasi pikiran yang sehat,” tuturnya.

Lebih lanjut, Syarif menyampaikan bahwa rangkaian acara yang dilangsungkan, antara lain,  adalah Sauyunan Menjaga Bahasa: Kampanye Kebahasaan di Ruang Publik yang diadakan melalui penayangan video kegiatan pembagian stiker padanan istilah Covid-19 oleh Duta Bahasa Jawa Barat di beberapa titik di Kota Bandung serta Gelar Wicara "Bahasa dan Pemuda" yang diadakan berkat kerja sama dengan RRI Bandung.

Selain itu, acara diisi dengan pembacaan puisi oleh pemuda, yakni oleh Refki Rizki Alfani (Duta Bahasa Jawa Barat), Nia Kurnia dan Sarip Hidayat (Staf Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat) dan sastrawan dari Jawa Barat, yakni Edeng Syamsul Maarif (Cirebon), Ayi Kurnia Iskandar (Purwakarta), dan Ratna Ayu Budiarti (Garut). Acara tersebut juga dimeriahkan dengan musikalisasi puisi dari SMAN 1 Cianjur dan pembacaan ikrar menjaga bahasa.

Pada akhir sambutannya, Syarif berharap bahwa acara Menjalin Indonesia dari Jawa Barat tersebut berjalan lancar dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Gelar Wicara “Bahasa dan Pemuda”

Meskipun dilaksanakan di tengah pandemi, peserta tetap bersemangat dan antusias dalam mengikuti seluruh rangkaian acara. Gelar wicara yang berlangsung selama satu jam kala itu terasa hangat dan interaktif.

Amin, saat ditanya pendapatnya tentang sikap masyarakat yang kerap mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing, menuturkan bahwa ada dua hal yang menyebabkan hal itu muncul. Pertama, hal itu bisa disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat terhadap padanan istilah asing tersebut dalam bahasa Indonesia sehingga terbiasa dengan bahasa asing. Kedua, hal itu terjadi karena mereka merasa padanan istilah asing dalam bahasa Indonesia tidak keren dan tidak familiar sehingga mereka lebih suka menggunakan istilah asing. Ia juga menyinggung sikap masyarakat yang lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia.

“Kalau bahasa inggrisnya bagus, ya tidak masalah. Namun, kalau pas-pasan dan banyak salah saat menuturkan dan menulis, itu ‘kan kurang baik. Apalagi, terkesan sombong dengan kemampuan bahasa asing yang pas-pasan.  Maril kita utamakan bahasa persatuan kita, yaitu bahasa Indonesia,” tegas mantan Atdikbud KBRI London itu.

Pada kesempatan yang sama, Abdul Khak sempat menyinggung munculnya kata-kata gaul di kalangan anak muda yang kadang menimbulkan polemik sehingga dianggap mengancam kesantunan berbahasa, seperti kata anjay.  Khak yang pernah menjabat sebagai Kepala Balai Bahasa Jabar menuturkan bahwa kesantunan berbicara diukur dari kewajaran. “Jika lawan bicara tertampar wajahnya dan tidak suka dengan kata yang kita gunakan, hindari. Itu tidak santun,” tuturnya.

Hal senada juga dituturkan oleh Syarif. Pada akhir acara ia mengajak masyarakat untuk menjaga bahasa Indonesia dan bahasa daerah sehingga dapat bertahan dari germpuran bahasa asing. Selain itu, ia juga mengajak masyarakat untuk mampu melihat dan memilah kata sesuai dengan konteks agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berbicara. (DV,TDB)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa