Gelar Wicara “Mengusung Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Dunia”

Gelar Wicara “Mengusung Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Dunia”

Dalam rangka menyemarakkan perayaan Bulan Bahasa dan Sastra 2020 yang bertajuk “Menjalin Indonesia dari Provinsi Riau”, Balai Bahasa Provinsi Riau menyelenggarakan kegiatan gelar wicara pada 12 Oktober 2020.

Gelar wicara ini dihadiri oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Ovi Soviaty Rivay, M.Pd., dan Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, M. Abdul Khak, M.Hum.

Narasumber yang turut hadir pada gelar wicara ini adalah Datuk Seri Al Azhar, Raja Yoserizal Zen, dan Dr. Ahmad Darmawi, M.Ag. Acara yang bertema “Mengusung Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Dunia” tersebut dipandu oleh Peneliti Ahli Muda dari Balai Bahasa Provinsi Riau, Fatmahwati Adnan.

Pantun merupakan salah satu indentitas masyarakat Melayu. Dalam sejarahnya, pantun berkembang dalam tiga gejala budaya, yaitu lisan primer, tulisan (manuksrip), dan lisan sekunder. Pantun tidak hanya digunakan dalam prosesi-prosesi adat, tetapi juga merambah ke bidang ekonomi, seperti pantun merambah padi, menangkap ikan, dan lain sebagainy

Seperti yang disampaikan Datuk Al Azhar, pantun telah merasuk hampir ke seluruh sendi kehidupan manusia. Banyak karya sastra dan karya seni yang menggunakan pantun sebagai landasan atau modal utama, seperti novel dan lagu. Datuk juga menyampaikan bahwa budi bahasa sangat penting. Dunia telah jauh dari keseimbangan, tetapi pantun mengingatkan kembali akan pentingnya keseimbangan tersebut.

Sejalan dengan materi yang disampaikan Datuk Al Azhar, Raja Yoserizal menyatakan bahwa pantun terdapat di semua tradisi lisan di Riau. Dengan kata lain, pernyataan perihal pantun yang telah menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat Melayu adalah benar. Pantun dan orang Melayu seperti berkawan karib, tidak dapat dipisahkan.

Sementara itu, Abdul Khak menyampaikan pemaparan mengenai pantun kontemporer yang biasa digunakan kaum milenial. Pantun-pantun tersebut biasanya berjenis pantun jenaka atau pantun kasih sayang.

Ahmad Darmawi memaparkan bahwa pantun merupakan hasil pemikiran ras Melayu dan menjadi hak asli orang Melayu. Kedudukan pantun tertinggi dalam karya sastra. Beliau juga menyampaikan beberapa kekhasan pantun, yaitu penggunaan bahasa bersayap atau metaforik serta keutamaannya yang terdapat di setiap akhir kata.

Provinsi Riau telah mengusulkan pantun sebagai warisan dunia kepada UNESCO dan akan disidangkan akhir tahun ini untuk pengujian kelayakan menjadi warisan dunia. Pantun semestinya tidak hanya bermakna di Provinsi Riau saja, tetapi juga bagi dunia. (Adeliany Azfar)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa