Pemanfaatan Bahasa Ibu dalam Pembelajaran bagi Siswa Penutur Bahasa Tunggal
Dalam
rangka memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional, Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur, Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa bekerja sama dengan INOVASI menyelenggarakan seminar daring dengan tema “Pemanfaatan Bahasa Ibu
dalam Pembelajaran bagi Siswa Penutur Bahasa Tunggal” pada Selasa, 8 Maret 2022.
Pertemuan ini merupakan Temu Inovasi kedua setelah yang pertama digelar
pada 24 Februari 2022.
Seminar daring tersebut dihadiri oleh
Konselor Pembangunan Manusia,
Kedutaan Besar Australia di Jakarta,
Daniel Woods. Ia menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan tersebut yang
terfokus pada penggunaan bahasa ibu dalam proses belajar mengajar. Menurutnya,
penggunaan bahasa ibu untuk peningkatan literasi dasar anak-anak dapat
mengembangkan keterampilan mereka dan sangat penting untuk perkembangan
pendidikan mereka.
Lebih
lanjut, Daniel menilai bahwa sangat penting untuk memastikan seluruh siswa
dapat mengakses pelajaran tanpa pengaruh latar belakang bahasa. Ia sangat
mengapresiasi usaha pemerintah dalam menjaga eksistensi bahasa ibu dalam
pembelajaran. “Kita sudah melihat
dampak penggunaan bahasa ibu di kelas awal di Sumba Timur. Kita berkerja dengan
pemerintah di Sumba Timur dan Sumba Barat Daya, dan itu sangat bagus,” tuturnya.
Sementara
itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Aminudin Aziz, mengungkapkan hal yang sama. Ia mengapresiasi seminar yang diselenggarakan atas kerja
sama Kantor Bahasa Provinsi
Nusa Tenggara Timur dan Kedutaan Besar Australia tersebut.
“Seminar
ini merupakan acara yang sangat penting karena membahas hal yang berhubungan
erat dengan esensi kehidupan manusia,
yaitu pendidikan.
Kita
sepakat bahwa pendidikan adalah hal yang esensial karena merupakan hajat hidup
orang banyak, kemudian makin menarik ketika topik ini dikaitkan dengan bahasa
ibu sebagai latar linguistik
dalam proses pembelajaran
yang memiliki peran sentral dalam pendidikan,” ungkapnya.
Saat
ini bahasa ibu dipandang sebagai bahasa instrumental dalam menentukan
keberhasilan program pendidikan, terlebih hal tersebut menjadi program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek).
Bahasa daerah tidak
menunjukkan
batas wilayah pemerintahan,
tetapi lebih mengacu pada keterkaitan dan kesatuan budaya para penuturnya.
Penetapan Hari Bahasa Ibu Internasional merupakan sebuah indikasi pentingnya
pemertahanan penggunaan dan pemberdayaan fungsi bahasa ibu di tengah masyarakat
pendukungnya.
Lebih
dalam, Amin mengungkapkan fungsi edukatif bahasa ibu, yakni dapat
meningkatkan akses pendidikan, memfasilitasi
dan mengakselerasi capaian keberhasilan
belajar
bahasa asing, meningkatkan rasa percaya diri dan identitas diri, meningkatkan
kemampuan membaca dan hasil belajar yang lebih baik, meningkatkan efisiensi biaya pendidikan karena kecilnya jumlah
murid yang harus mengulang pelajaran
akibat tidak naik kelas, serta meningkatkan dukungan dan partisipasi masyarakat dan menguatkan pelestarian budaya.
Dalam
kesempatan yang sama, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda
Provinsi NTT, Bernadeta Meriani Usboko,
menilai bahwa posisi bahasa ibu sebagai bahasa pengantar sekolah sangatlah
penting.
Menurutnya, salah
satu cara untuk membuka cakrawala anak menikmati kebahagiaan bergabung dalam
kegiatan pembelajaran adalah mengemas bahasa ibu dalam bentuk permainan,
nyanyian, dan gerak
yang bisa mengantarkan anak untuk melek huruf karena masih banyak anak yang buta huruf dan buta angka. “Mengemas
bahasa ibu dalam bentuk permainan, nyanyian, dan gerak adalah upaya yang
efektif untuk
memudahkan anak mengenal huruf, angka,
dan
aksara. Menurut pengamatan saya,
masih banyak anak yang buta huruf.
Sudah
saatnya kita membantu mereka,”
tegasnya.
Sementara
itu, Anindito Aditomo selaku
Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbudristek menilai
masih banyak anak-anak tumbuh dengan bahasa ibu dan belum mengenal bahasa Indonesia (khususnya di wilayah 3T) sehingga menjadi tantangan
bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini mendorong pemerintah untuk menyusun strategi, menjadikan
bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pembelajaran.
Lebih
lanjut, kebijakan
kurikulum merdeka pun
kini menekankan pada peningkatan kompetensi dan penguatan mata pelajaran. Kurikulum ini memudahkan guru
dalam merancang pembelajaran
karena materi lebih sedikit dan ada penekanan pada kompetensi. Guru pun didorong untuk melakukan
penyesuaian pembelajaran dengan kebutuhan siswa.
Pada sesi akhir Luh Anik Mayani yang
saat ini menjabat sebagai Direktur SEAMEO QITEP in Language (SEAQIL), Kemendikbudristek berpendapat
bahwa pendidikan multilingual dengan basis bahasa ibu tidak hanya efektif untuk
meningkatkan pemahaman siswa dalam menyerap ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai
upaya dalam pemertahanan serta pelestarian bahasa daerah. Kemampuan berbahasa
menjadi dasar perkembangan literasi siswa. Oleh karena itu, transisi bahasa
(bahasa pertama-bahasa kedua-bahasa asing) hendaklah beriringan dengan perkembangan
literasi siswa. (Devi Virhana)