Sastra, Karya, dan Perayaannya
Membicarakan sastra tidak akan terlepas dari hasilnya yang disebut karya sastra. Pengertian sastra pun sangat luas, tergantung siapa yang mendefinisikannya.
Menurut
Sapardi Djoko Damono, sastra dapat diartikan sebagai
sebuah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium penyampaiannya.
Sastra juga menampilkan gambaran tentang kehidupan manusia dan kehidupan
tersebut adalah suatu kenyataan sosial.
Sementara
Mursal Esten berpendapat bahwa sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik
dan imajinatif sebagai bentuk perwujudan atau manifestasi dari kehidupan
manusia dan masyarakat. Dalam sastra, penyampaiannya menggunakan bahasa dan
memiliki efek positif bagi kehidupan manusia.
Adapun
sastra, menurut Taum,
adalah bentuk karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif dan
menggunakan bahasa yang indah dan keberadaannya dapat berguna untuk hal-hal
lain.
Dari
definisi sastra menurut beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah hasil karya yang mengisahkan
kehidupan dan disampaikan menggunakan bahasa.
Karya
sastra terbagi dalam dua bentuk, yaitu fiksi dan nonfiksi yang terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Karya sastra pun dapat dibagi berdasar fungsi atau zaman pembuatannya. Namun,
apa pun bentuk, fungsi, dan waktu penciptaannya, karya sastra tetap menjadi
sesuatu yang dapat menyatukan manusia. Sesuatu yang seolah mengetuk hati
pembacanya, memberikan pengetahuan hingga harapan, sekaligus menjadi media
untuk menuangkan isi hati serta aspirasi penulisnya.
Dalam
pertemuan sastrawan terkemuka yang dihadiri oleh Wakil Menteri Pendidikan serta
sejumlah tokoh di Bukittinggi, Sumatra Barat pada sembilan tahun lalu,
ditetapkan Hari Sastra Indonesia jatuh pada tanggal 3 Juli. Karena tidak bisa
menemukan tanggal terbitan pertama Balai Pustaka, akhirnya tanggal lahir Abdoel
Moeis yang dipilih. Selain sebagai penulis novel Salah
Asuhan (1928) dan tiga judul lain, Abdoel Moeis juga
merupakan seorang wartawan, politisi, dan pahlawan nasional pertama yang
diangkat oleh Presiden Soekarno. Taufiq Ismail selaku penggagas Hari Sastra
Indonesia menjelaskan bahwa penetapan itu
bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan
terhadap karya sastra Indonesia dan memupuk silaturahmi serta kreativitas
antarsastrawan.
Pada
tanggal 2 Juli 2022, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berkolaborasi
dengan majalah Horison menggelar
acara bertajuk Malam Sastra di Badan Bahasa. Tidak hanya merayakan Hari Sastra
Indonesia ke-9, acara yang dilaksanakan secara hibrida itu sekaligus
memperingati hari lahirnya Chairil Anwar dan mengenang 100 tahun Mochtar Lubis.
Acara tersebut juga bertujuan untuk membangun semangat generasi muda bangsa,
khususnya pelajar dan mahasiswa dalam membaca sastra.
Acara
yang melibatkan berbagai elemen masyarakat itu menyuguhkan pembacaan puisi oleh Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim; sastrawan
Taufiq Ismail; aktris Niniek L. Karim; dan seniman Iman Soleh. Selain itu, acara
tersebut juga menampilkan musikalisasi puisi oleh Kosakata Band dan Labschool
Kebayoran, pembacaan cerpen oleh Putu Wijaya, dan hiburan lainnya. Panggung
terbuka yang disediakan malam itu memungkinkan siapa pun berpartisipasi pada
Malam Sastra di Badan Bahasa.
Selanjutnya,
para sastrawan dan seniman yang hadir sempat dimintai pendapat atau testimoni
tentang perayaan Hari Sastra Indonesia. Niniek L. Karim menyatakan bahwa salah
satu cara meningkatkan rasa percaya diri, harga diri, serta ketetapan langkah manusia
ke depan adalah dengan bahasa yang bisa ditemukan dalam sastra. Hal ini senada
dengan pendapat Jajang C. Noer yang mengatakan bahwa bahasa itu penting sekali
karena merupakan identitas kita sebagai bangsa, sama dengan sastra. Selain ada
hubungannya dengan bahasa, sastra juga melembutkan hati kita, menetralkan, sehingga
orang yang grasah-grusuh atau terlalu ambisius dapat diredam dan ditenangkan
dengan sastra. Bahasa, sastra, dan membaca ikut membangun manusia.
Adapun
Iman Soleh mengutarakan pandangannya dengan berkata, “Sastra adalah saksi dari
sebuah perjalanan dan sejarah. Menulislah tentang apa pun. Apa yang kaudengar,
apa yang kaurasakan, apa yang kaupikirkan, dan itu hal penting karena tulisanmu
akan dinikmati di masa depan, bahkan bisa dimulai hari ini. Karena menjadi
penulis, modalnya adalah tidak buta huruf.
Lakukan dengan penuh semangat dan berbahagialah.”
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, dalam pidatonya mengatakan bahwa kita harus mengingat kembali pentingnya perantara tokoh besar dengan membaca, menelaah, dan memaknai ulang karya-karya mereka agar dapat menemukan pemikiran-pemikiran penting yang perlu kita pelajari untuk membangun Indonesia lebih baik.
Sehubungan dengan karya sastra dan bagaimana kita memaknainya, hal itu akan kembali pada sudut pandang masing-masing. Sudah menjadi rahasia umum bahwa definisi sastra berbeda-beda bagi setiap golongan masyarakat. Munculnya stereotip pun tidak membantu menjembatani perbedaan tentang apa yang sastra oleh satu orang dengan orang yang lain, khususnya ketika yang memiliki pandangan berbeda ini juga berbeda generasi. Karena itulah, perayaan Hari Sastra Indonesia menjadi penting agar setiap lapisan masyarakat dapat berpartisipasi dalam bentuk apa pun untuk melestarikan sastra Indonesia.(nui)