Temu Sastra untuk Meningkatkan Roh Kedaerahan dalam Perkembangan Sastra Indonesia

Temu Sastra untuk Meningkatkan Roh Kedaerahan dalam Perkembangan Sastra Indonesia

Purwokerto, 28 Juli 2021 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa bekerja sama dengan Lembaga Kajian Nusantara Raya (LK Nura) UIN K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) dalam mengadakan kegiatan Temu Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA). Kegiatan yang dilaksanakan secara hibrida dengan tema “Roh Kedaerahan dalam Pertumbuhan Sastra Indonesia” ini diikuti oleh 300 peserta yang terdiri atas sastrawan, dosen, serta para mahasiswa dari beberapa universitas di Purwokerto. Kegiatan luring digelar di auditorium Perpustakaan UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwekerto. Sementara itu, kegiatan daring dilakukan melalui Zoom Meeting yang disiarkan langsung di kanal Youtube uinsaizu_official.

Hadir dalam acara tersebut Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Dr. Muh. Abdul Khak, M. Hum.; Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr. Ganjar Harimansyah; dan Rektor UIN Saizu, Prof. Dr. H. Moh. Roqib, M. Ag. Selain itu, pemateri yang turut hadir dalam kegiatan Temu Sastra tersebut adalah Ahmad Tohari, budayawan dan penulis sastra asal Banyumas; Dr. Heru Kurniawan, Dosen UIN Saizu dan penulis; serta Dimas Indiana Senja, alumni Program Penulisan Mastera.

Dalam sambutannya, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra menyampaikan bahwa dalam perkembangannya Mastera murni terkait urusan kreatif dunia kesastraan. Ke depan Indonesia akan menginternasionalkan bahasa Indonesia. Perkembangan terakhir, sudah ada 50 negara yang menyediakan jurusan prodi atau lembaga-lembaga kursus bahasa Indonesia. Lebih dari 150 lembaga yang telah mengajarkan bahasa Indonesia. "Saya kira, ini harus kita dukung sebagai upaya pemerintah juga beberapa lembaga swasta yang mengajarkan bahasa Indonesia sehingga Mastera ini mulus berjalan tanpa hambatan," jelas Khak.

Abdul Khak menyampaikan bahwa unsur kedaerahan yang sangat mewarnai pertumbuhan sastra Indonesia mesti terus dijaga. “Melalui temu sastra ini, semangat kedaerahan dalam keindonesiaan dapat menjadi pendorong para sastawan muda untuk kembali menggali akar tradisi sebagai latar proses kreatif dan penciptaan karyanya,” ujarnya.

Abdul Khak juga mengajak para peserta yang hadir untuk ikut menyumbangkan kosakata daerahnya masing-masing untuk diajukan sebagai bahasa Indonesia. Menurutnya, siapa pun berkesempatan menyumbangkan kosakata daerahnya untuk menjadi pengaya kosakata bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia akan menjadi bahasa yang berbeda sekali dengan bahasa Melayu.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor UIN Saizu, Moh. Roqib, menjelaskan bahwa dalam upaya mengembangkan program sastra, UIN Saizu akan membuka prodi baru di bidang bahasa, yaitu Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang nanti akan berkembang menjadi Program Studi Bahasa dan Sastra. Sebagai upaya pengembangan sastra dalam konteks lokalitas di daerah, terdapat perkumpulan rutin sastrawan lokal dari wilayah Banyumas yang dikenal dengan istilah penginyongan. Dalam upaya untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia di tingkat yang lebih luas, kita menggunakan Lembaga Kajian Nusantara Raya.  

Dalam sambutan pembukanya, Rektor UIN Saizu menyambut baik kegiatan perdana yang dilaksanakan oleh LK Nura sebagai salah satu lembaga baru di lingkungan UIN Saizu. LK Nura merupakan lembaga yang mengkaji dan menyiarkan gagasan dan penelitian di bidang bahasa, sastra, dan budaya Nusantara. Moh. Roqib mengungkapkan terima kasih kepada Badan Bahasa karena telah memberikan kesempatan kepada UIN Saizu untuk berbuat lebih banyak dan mengekspresikan apa yang mereka punya. Ia berharap agar budaya lokal penginyongan Jawa Tengah bagian barat dapat maju.

Kegiatan ini menjadi realisasi dari perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani awal tahun ini dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. “Kami berharap UIN Saizu dapat menjadi kampus yang mewadahi serta mengembangkan warna lokalitas, khususnya penginyongan, dalam khazanah sastra di Indonesia,” tutur Roqib.

Pada sesi pemaparan materi, pemateri secara bergiliran menyampaikan gagasannya seputar lokalitas dan perannya dalam karya sastra. Ahmad Tohari menyebut bahwa sejak dulu hingga kelak di masa yang akan datang, warna lokalitas kedaerahan merupakan hal yang akan selalu tumbuh dalam dunia sastra Indonesia. Karyanya yang melegenda, misalnya, Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk adalah contoh nyata. Selain itu, ada sederet nama penulis senior hingga penulis muda di zaman kiwari yang masih setia mengangkat tema-tema kedaerahan.

Dr. Heru Kurniawan membahas sastra anak dan tema lokalitas yang berjarak. Menurutnya, salah satu persoalan yang muncul di dunia sastra anak di Indonesia adalah tidak berbasis pada estetika lokalitas, tetapi berorientasi pada pragmatis edukatif. Sementara itu, Dimas membahas mengenai persoalan kedaerahan dalam dunia para penulis muda. "Kaum muda punya sisi yang amat kontradiktif antara lagu-lagu dengan bahasa daerah yang mereka simak dengan pilihan tema yang mereka pilih, yaitu jauh dari tema lokalitas," ungkapnya. (Mery/Irfan)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa