Bedah Buku Sastra “Melarung Rindu”
Jakarta, 21 Februari 2023—Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) selenggarakan Bedah Buku Sastra yang berjudul Melarung Rindu. Kegiatan yang bertempat di Perpustakaan Badan Bahasa, Gedung M. Tabrani ini berkolaborasi dengan Komunitas Satupena DKI Jakarta. Melarung Rindu merupakan buku kumpulan cerita pendek milenial yang dikarang oleh Yudha Kurniawan, seorang guru yang menyenangi dunia kepenulisan. Diskusi bedah buku yang dimoderatori oleh Mardi Nugroho dari Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra ini menghadirkan Abustan dari Universitas Islam Djakarta dan Weni Rahayu yang merupakan seorang penulis dan editor.
Kepala Subbagian Tata Usaha
Sekretariat Badan Bahasa, Sartono, dalam laporannya mengatakan bahwa bedah buku
ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian aktivitas kebahasaan dan
kesastraan yang dilaksanakan secara rutin oleh Badan Bahasa. Sastra menjadi
salah satu prioritas eksklusif yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Badan Bahasa.
Aktivitas yang berkaitan dengan kesastraan itu diwadahi dalam payung
peningkatan apresiasi sastra. Peningkatan apresiasi sastra ini diharapkan dapat
mendukung peningkatan literasi siswa. “Kami berharap acara bedah buku ini
menjadi titik awal merutinkan acara-acara serupa sehingga apresiasi sastra
dalam bentuk bedah buku, bedah puisi, musikalisasi puisi, dan lain-lain akan
makin merebak di kalangan anak sekolah dan mahasiswa,” ungkapnya. Kemudian,
dalam sambutannya Dad Murniah selaku Ketua Satupena DKI Jakarta menyampaikan
bahwa Komunitas Satupena merasa senang dan bangga bahwa ada unsur pemerintahan
yang juga ikut mendayakan sastra dan bahasa sehingga ke depan ia berharap agar sinergi
dan kolaborasi seperti kegiatan bedah buku ini dapat terus dilakukan.
Pengarang buku, yaitu Yudha Kurniawan
dalam diskusinya menceritakan salah satu cerpen yang ia tulis yang berjudul “Melarung
Rindu”. Cerpen tersebut lahir dari realitas ketika anaknya yang ingin
masuk ke pesantren setelah sebelumnya bersekolah alam. Kondisi ini penuh emosi
dan pergolakan batin antara keinginan untuk pergi menuntut ilmu di pesantren
dan meninggalkan teman-teman terdekatnya. Abustan dalam dialognya menuturkan bahwa
buku yang baik adalah buku yang berasal dari realitas sosial dan yang paling
penting dari suatu karya adalah originalitas. “Penggunaan bahasa yang sederhana
dan mudah dipahami, tetapi tetap banyak diselipkan majas. Sudut pandang cerita
dan alur yang bervariatif. Selain itu, penulis mampu menggambarkan suasana mendetail
dengan latar belakang ke-Indonesia-an,” ulas Weni Rahayu. Kemudian, Weni juga
mengungkapkan bahwa isi dari buku Melarung Rindu sangat kental dengan
pendidikan dan layak untuk dijadikan referensi di sekolah. (ZA)