Seminar Nasional Hari Bahasa Ibu Internasional
Yogyakarta, 13 Maret 2023—Guna memperkuat keberadaan bahasa Jawa di tengah arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta merebaknya fenomena keminggris, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) melalui Balai Bahasa Provinsi Yogyakarta bekerja sama dengan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar Seminar Nasional Hari Bahasa Ibu Internasional dengan tema “Bahasa Jawa sebagai Saka Guru Penyesuaian Masyarakat terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Arus Budaya Lokal”. Acara tersebut menghadirkan dua narasumber, yaitu Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan Kepala Badan Pegembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz, yang dimoderatori oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dwi Pratiwi. Seminar yang dihadiri oleh 100 peserta undangan dari pemangku kepentingan ini diselenggarakan di Keraton Kilen (kediaman Sri Sultan HB X) dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube JITV Pemda DIY dan YouTube Balai Bahasa Provinsi DIY.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Yogyakarta, Dwi Pratiwi, dalam laporannya menjelaskan bahwa tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk mendengar arahan terkait kebijakan pelindungan bahasa daerah dari para narasumber. Acara ini dilanjutkan dengan diskusi untuk menjaring pendapat dan pemikiran tentang (1) upaya yang dapat ditempuh agar bahasa Jawa mampu menjadi prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek dan produk budaya lokal serta (2) upaya yang dapat ditempuh agar kosakata/istilah lokal tidak hilang ditelan arus global. “Harapan kami hasil dari seminar ini dapat menjadi pijakan para pemangku kepentingan dalam menentukan kebijakan dan regulasi selanjutnya terkait dengan revitalisasi bahasa Jawa,” tutur Dwi.
Dalam paparan materinya, Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, menyebutkan bahwa kondisi bahasa Jawa terbilang masih stabil. Akan tetapi, kondisi ini jangan membuat kita merasa aman. Survei data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa penutur bahasa Jawa terbaru tercatat 80 juta orang penutur. Namun, fakta lain menyebutkan bahwa bahasa Jawa juga telah mengalami kemunduran dengan angka turun sekitar 0,8% dan ini jumlahnya besar karena penutur bahasa itu puluhan juta. “Orang Jawa sendiri di lingkungan rumah tangga itu hanya 73% yang menggunakan bahasa Jawa. Ini berarti ada 27% yang sudah tidak lagi menggunakan bahasa Jawa. Sementara di lingkungan masyarakat ada 71% pengguna bahasa Jawa dan ini jumlahnya semakin berkurang,” ungkap Aminudin. Untuk itu, hal ini tentu menjadi tantangan bagi kita agar bahasa Jawa tidak tergerus oleh bahasa-bahasa lain, mungkin bisa tergerus bahasa Indonesia ataupun bahasa asing. Di sisi lain, penggunaan bahasa Jawa di tanah air telah memberikan sumbangsih terhadap kekayaan bahasa Indonesia yang terlihat dari jumlah entri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berasal dari bahasa daerah. Data per tanggal 10 Maret 2023 merincikan bahwa sebanyak 6.791 entri bahasa daerah dari 118.020 total entri dalam KBBI, terdapat 1.519 entri yang berasal dari bahasa Jawa. Saat ini, bahasa Jawa menempati bahasa daerah terbanyak yang entrinya masuk ke dalam KBBI. “Ini artinya bahasa Jawa menjadi bahasa daerah terbesar yang berkontribusi terhadap bahasa Indonesia. Hal ini wajar karena penuturnya paling banyak,” tutur Aminudin.
Pada kesempatan yang sama, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyampaikan bahwa bahasa Jawa telah banyak memberikan sumbangsih bagi perkembangan iptek dan kebudayaan, termasuk diaspora dan hubungan luar negeri Indonesia. Ia menuturkan bahwa bahasa Jawa juga tersebar di pulau lain seperti Sumatra, Kalimantan, dan lain-lain. Bahkan, di luar negeri pun terdapat penutur bahasa Jawa, seperti di Suriname, Kaliduniabaru, Malaysia, dan Singapura. Penutur bahasa Jawa di luar negeri itu sangat penting dalam menjalin diaspora Indonesia dan juga untuk membangun hubungan luar negeri yang baik dengan negara lain. “Penggunaan bahasa jawa juga membangun pengembangan kebudayaan dan studi bahasa Indonesia. Banyak sekali arsip sejarah yang dicatat dalam bahasa Jawa. Demikian juga ilmu arkeologi dan filsafat, bahkan agama juga dikembangkan dalam bahasa Jawa,” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa pengajaran bahasa Jawa sejak dini membantu perkembangan otak manusia. Hal ini dikarenakan bahasa Jawa sebenarnya mengajarkan lebih dari satu tingkatan bahasa pada anak. Anak diajarkan untuk menggunakan bahasa Jawa Ngoko untuk pergaulan sehari-hari dan juga diajarkan bahasa Jawa Kromo untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.
Selain itu, bahasa Jawa diajarkan sejalan dengan budaya Jawa. Dengan mengajarkan bahasa Jawa secara tidak langsung, kita juga mengajarkan sopan santun dan bertutur dengan baik. Penanaman sikap dan karakter manusia diberikan melalui pengajaran bahasa Jawa ini. Makin banyak kosakata bahasa Jawa yang dimengerti oleh anak, makin baik pula tingkah laku, budi pekerti, dan budi bahasanya. Dalam pengajaran lanjutan, anak juga diajarkan ilmu bahasa dan budaya yang lebih tinggi termasuk aksara jawa, alat musik, pakaian adat, dan upacara tradisional. “Sekarang generasi muda lebih lancar berbahasa Inggris daripada bahasa Jawa. Generasi Z lebih senang mempelajari bahasa Jepang, Korea, dan Prancis,” tutur G.K.R. Hemas. Untuk itu, Ia juga mendorong agar Balai Bahasa Provinsi Yogyakarta, seniman, dan juga sastrawan dapat menciptakan karya atau publikasi ilmiah dalam bahasa Jawa yang juga dapat dinikmati oleh kaum muda. Saat menutup paparannya, G.K.R. Hemas berharap agar kita tetap melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kepentingan kita sebagai manusia Indonesia yang harus dapat mempertahankan budaya dan tradisinya. (ZA)