Diseminasi Pelindungan Bahasa Daerah di NTT
Komisi X DPR RI dan Kantor Bahasa Provinsi
Nusa Tenggara Timur mengadakan kegiatan kemitraan yang bertujuan untuk menyebarkan
informasi tentang pelindungan bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur. Kegiatan
ini berlangsung di Hotel Bahagia II, Soe, pada Sabtu, 10 Juni 2023. Acara
tersebut dihadiri oleh sejumlah pembicara, yaitu anggota DPR RI dari Komisi X Bidang
Pendidikan, Kepemudaan, Olahraga, Perpustakaan, Pariwisata, dan Ekonomi
Kreatif, Anita Jacoba Gah; Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Timor Tengah Selatan, Dominggus Banunaek; Kepala Kantor Bahasa Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Elis Setiati; dan Tenaga Ahli DPR RI, Natalia Debora dan Maria
Susana Mesang Gah. Selain itu, peserta yang hadir dalam kegiatan ini sebanyak 100
orang yang terdiri atas kepala sekolah, guru, pemerhati budaya, dan pewarta.
Dalam sambutannya, Elis Setiati menyampaikan
bahwa pelestarian bahasa daerah merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena
itu, Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur mengajak pemerintah daerah
untuk membuat kebijakan-kebijakan dan melaksanakan kegiatan yang mendukung
pelestarian bahasa daerah. Elis juga menekankan pentingnya peran serta
masyarakat dalam mendukung upaya revitalisasi bahasa daerah karena keluarga dan
masyarakat yang merupakan pemilik bahasa daerah memiliki peran paling sentral
dalam proses pelestariannya. Lebih lanjut, Kantor Bahasa Provinsi NTT sebagai
perpanjangan tangan pemerintah tidak dapat bergerak sendiri dalam melindungi
bahasa-bahasa daerah di Provinsi NTT.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Timor Tengah Selatan, Dominggus Banunaek, mengapresiasi
gerakan revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan oleh Kantor Bahasa Provinsi NTT
dalam dua tahun terakhir. “Kami mengapresiasi dan mendukung penuh gerakan
revitalisasi bahasa daerah yang digalakkan oleh Kantor Bahasa Provinsi NTT.
Saat ini, kami sedang menyusun rancangan kurikulum muatan lokal sebagai tindak
lanjut wujud nyata dukungan pelindungan bahasa daerah di sekolah,” ujar Dominggus.
Selanjutnya, ia menekankan pentingnya kesadaran
bahwa program ini punya tujuan menyosialisasikan kepada kita semua baik
masyarakat maupun unsur-unsur terkait, seperti unsur pemerintah dan swasta. Dominggus
berharap persoalan pengembangan dan pelindungan bahasa daerah diupayakan karena
harus diakui bahwa generasi orang Dawan atau yang biasa disebut atoin meto saat ini telah banyak yang
tidak mengetahui bahasa daerah. “Padahal, bahasa daerah adalah jati diri,
potensi, dan aset daerah juga aset negara yang perlu dikembangkan dengan
berbagai bentuk model pengembangan,” tutupnya.
Selanjutnya, Anita Jacoba Gah, anggota DPR
RI dari Komisi X menyampaikan dukungan penuh DPR RI untuk Badan Bahasa,
Kemendikbudristek sebagai mitra kerja melalui dukungan anggaran dalam
merevitalisasi bahasa daerah. Anita Gah juga menyampaikan pentingnya merevitalisasi bahasa
daerah. Menurutnya, keadaan bahasa daerah di Indonesia berada dalam keadaan kritis
karena banyak bahasa daerah yang mulai dilupakan oleh bangsanya sendiri. Oleh karena
itu, melalui Kemendikbudristek, Komisi X DPR RI memberi dukungan anggaran untuk
segera merevitalisasi kembali bahasa daerah.
Ia berharap pemerintah daerah mendukung
penuh upaya ini lewat berbagai bentuk kebijakan, seperti pembuatan peraturan
daerah (perda) pelindungan bahasa dan kurikulum muatan lokal di sekolah. Adapun
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 mengatur pembagian wewenang antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dalam hal pelindungan bahasa dan sastra. Anita
berpesan agar pemerintah daerah memperbanyak ruang-ruang festival dan kesenian
yang berisi lomba dan berbagai kegiatan yang mengangkat unsur budaya dan bahasa
daerah agar generasi muda bangga menggunakan bahasa ibunya.
Dalam sesi
diskusi, para peserta antusias bertanya tentang berbagai hal terutama yang
berkaitan dengan ancaman kepunahan bahasa di kalangan generasi muda terutama
anak sekolah yang makin nyata dirasakan oleh guru di sekolah. Dukungan
diharapkan tidak sebatas pada penyusunan regulasi atau payung hukum pelindungan
bahasa di tingkat pemangku kepentingan atau pengambil kebijakan. Selain
kurikulum yang berbasis kearifan lokal, sekolah juga perlu dibekali dengan
sarana penunjang kegiatan, seperti gong, gendang, dan alat-alat musik
tradisional yang mampu memantik kreativitas siswa.
Dengan adanya diseminasi ini, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelestarian bahasa daerah makin meningkat. Pemerintah daerah juga diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret dalam mendukung revitalisasi bahasa daerah. Dengan upaya bersama, bahasa dan sastra daerah di Nusa Tenggara Timur dapat terlindungi dan terus berkembang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kekayaan budaya negara.