Festival Tunas Bahasa Ibu sebagai Langkah untuk Memotivasi Penutur Muda Bahasa Samawa dan Mbojo
Upaya melindungi bahasa
daerah dapat dilakukan melalui
analisis vitalitas, konservasi, dan revitalisasi. Analisis vitalitas terhadap
bahasa dan sastra perlu dilakukan sebagai upaya memotret
apakah bahasa dan sastra tersebut perlu dikonservasi atau direvitalisasi.
Bahasa dan sastra yang perlu dikonservasi adalah bahasa dan sastra yang
vitalitasnya masih aman,
tetapi bahasa dan sastra tersebut belum memiliki data yang lengkap terkait
dengan sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis, dan semantik. Sementara itu,
bahasa dan sastra yang perlu direvitalisasi adalah bahasa dan sastra yang
vitalitasnya berada pada kondisi
rentan, mengalami kemunduran, hingga terancam punah dan kritis. Bahasa
dalam kondisi ini adalah bahasa yang masih digunakan oleh anak-anak dan generasi tua,
tetapi berjumlah
penutur sedikit, bahkan pada tingkat vitalitas yang kritis semua
penutur berusia 70 tahun ke atas.
Untuk melindungi bahasa dan sastra daerah
yang ada di Provinsi NTB, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa yang bekerja sama dengan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Pusat melalui
Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat menggelar kegiatan
Festival Tunas Bahasa Ibu
(FTBI)
yang merupakan puncak dari Program Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah di NTB
pada tanggal 1—3 November 2023
di Aula
Kantor Bupati
Sumbawa.
Puji
Retno Hardiningtyas, Kepala Kantor Bahasa NTB, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Festival Tunas Bahasa Ibu ini secara
umum merupakan
upaya
merevitalisasi
bahasa daerah atau usaha pelestarian dan pengembangan bahasa daerah melalui
penyaluran pengetahuan bahasa daerah pada generasi muda. Hal ini bertujuan untuk mendorong
penggunaan bahasa daerah dalam berbagai bentuk komunikasi sehingga bahasa
daerah tetap hidup dan dapat diwariskan dengan baik. Secara khusus Festival
Bahasa Ibu tingkat provinsi yang dilaksanakan di Pulau Sumbawa ini dilaksanakan untuk
melihat hasil dari pengimbasan pelatihan guru master yang telah dilaksanakan
sebelumnya di tingkat kecamatan dan kabupaten serta memberi wadah kepada penutur
muda untuk menunjukkan kemampuan berbahasa Samawa dan Mbojo.
Retno juga menjelaskan bahwa pada
kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu ini terdapat tujuh mata lomba yang akan
diselenggarakan dalam tiga hari ke depan, yaitu lomba 1) menulis aksara Samawa dan
Mbojo, 2)
membaca
puisi bahasa Samawa dan Mbojo, 3)
pidato
bahasa Samawa dan Mbojo, 4)
menulis
cerpen bahasa Samawa dan Mbojo, 5)
bercerita
bahasa Samawa dan Mbojo, 6)
komedi
tunggal berbahasa Samawa
dan Mbojo, dan 7)
sakeco
Samawa dan patu
Mbojo. Total peserta di Festival Tunas Bahasa Ibu di pulau Sumbawa berjumlah
160 orang dari SD dan SMP di
Kabupaten
Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Bima, dan Kota Bima. Menurut Retno, upaya pelestarian bahasa daerah, khususnya bahasa Samawa dan Mbojo, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Ia juga
berharap agar pemerintah daerah terus melestarikan bahasa dan
sastra daerah melalui pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah.
Abdul Khak, Kepala Pusat
Pembinaan Bahasa dan Sastra, menuturkan bahwa festival yang merupakan puncak dari
revitalisasi bahasa daerah diselenggarakan
sebagai
sebuah selebrasi dan bentuk
apresiasi bagi anak-anak, para guru, para pegiat yang selama sekian bulan
melaksanakan revitalisasi bahasa daerah di daerah masing-masing. Khak juga menjelaskan bahwa tujuan utama
revitalisasi
bahasa yang paling sederhana adalah agar bahasa daerah di setiap kabupaten, kota, dan provinsi dapat terus
diturunkan kepada generasi berikutnya. Ia pun memberitahukan cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan bahasa ke
generasi muda, yaitu melalui jalur sekolah. Bahasa-bahasa
dengan jumlah
penutur masih banyak di sebuah provinsi, seperti bahasa Mbojo, Samawa, dan Sasak di NTB ini. Artinya, tiga bahasa
tersebut
merupakan bahasa dominan di provinsi NTB yang menjadi bahasa sasaran untuk direvitalisasi.
“Tahun ini Badan Bahasa
mengajak pemda di seluruh Indonesia melakukan revitalisasi untuk 72 bahasa daerah
yang tersebar di 25 provinsi.
Ini
merupakan komitmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bahwa bahasa daerah
adalah kekayaan yang tidak boleh punah,” kata Abdul Khak.
Dalam kesempatan yang
sama,
Wakil
Bupati Sumbawa, Dewi Noviany, yang
sekaligus
membuka kegiatan menyampaikan
sisi
positif kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu. Menurutnya, bahasa ibu makin langka karena
anak-anak cepat sekali terpengaruh
globalisasi, seperti bermain handphone sehingga
cenderung menggunakan
bahasa
asing tanpa memperdalam bahasa ibu.
“Saya atas nama Pemerintah Kabupaten Sumbawa sangat mengapresiasi. Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada Pemerintah
Kabupaten
Sumbawa untuk mengadakan
Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2023 yang luar biasa sekali,” ujar Noviany. Ia menambahkan bahwa budaya lokal perlu
ditulis dalam
cerita
atau buku agar
anak-anak
lebih mengerti dan
memahami bahasa ibu. Noviany
juga menyampaikan bahwa pemerintah daerah akan mendiskusikan kolaborasi pelaksanaan Festival Tunas Bahasa Ibu dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan agar kegiatan
FTBI selalu
digerakkan dan disosialisasikan bukan hanya di
kabupaten kota, melainkan juga sampai
ke tingkat dusun.
Acara puncak dalam kegiatan ini ditandai dengan pertukaran cendera mata dari Badan Bahasa yang diwakili oleh Abdul Khak dan cendera mata dari Kantor Bahasa NTB yang diwakili oleh Teti Aminudin Aziz selaku Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) kepada Wakil Bupati Sumbawa. Kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu diharapkan dapat meningkatkan kepedulian pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota dalam melestarikan bahasa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan meningkatkan sikap positif guru dan siswa terhadap bahasa daerah masing-masing. (ika maryana)
Dokumentasi Poto