Pelestarian Bahasa Daerah Harus Dimulai dari Lingkungan Keluarga
Jakarta, 3 Mei
2024 — Orang tua khususnya ibu, menjalankan peran yang sangat penting dalam
menciptakan lingkungan rumah yang menghargai bahasa daerah. Ketua Umum Dharma
Wanita Persatuan Pusat, Franka Makarim, sekaligus sebagai Bunda Bahasa Ibu,
menjelaskan banyak sekali manfaat positif yang dirasakan anak-anak dan keluarga
dengan membiasakan penggunaan bahasa daerah di rumah.
Penelitian ilmiah
telah membuktikan bahwa anak-anak yang fasih berbahasa ibu menunjukkan
perkembangan kognitif dan peningkatan intelektual yang lebih cepat. Selain itu,
kecakapan berbahasa daerah juga erat kaitannya dengan perkembangan kemampuan
literasi dan keterampilan berkomunikasi.
“Keduanya
merupakan kemampuan fondasi yang perlu ditumbuhkan sejak usia dini. Pada saat
yang sama, berkomunikasi dalam bahasa daerah juga dapat menguatkan ikatan
kekeluargaan dan kebersamaan di lingkungan rumah,” tekannya dalam pembukaan
Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) Tahun 2024 di Jakarta, Kamis (2/5).
Di tengah era
globalisasi dan perkembangan teknologi yang makin cepat, bahasa daerah seakan
makin kehilangan tempatnya karena bahasa asing sering dianggap lebih penting
dan lebih tinggi derajatnya. Perspektif seperti ini yang perlu diubah. Bahasa
daerah perlu terus lestari dan dikembangkan karena merupakan bagian penting
dari identitas budaya yang kita miliki.
Sebab, jika
bahasa daerah tidak digunakan lagi, berarti warisan pengetahuan lokal telah
hilang. Padahal, pengetahuan lokal menyimpan gagasan-gagasan yang relevan
dengan kehidupan saat ini, seperti bergotong royong sesama manusia, atau hidup
berdampingan secara harmonis dengan alam sekitar.
“Adik-adik para
penutur bahasa daerah muda ini adalah harapan Indonesia untuk terus menjadi
bangsa yang besar karena warisan budayanya karena kearifan lokalnya yang
beragam,” tuturnya.
Melalui
kesempatan ini, Franka Makarim mengajak semua pihak untuk mengupayakan
pelestarian bahasa daerah melalui peran keluarga, misalnya (1) membiasakan
penggunaan bahasa daerah di rumah, (2) mengajarkan bahasa daerah melalui
permainan atau lagu, (3) melibatkan anak-anak pada peringatan hari besar atau
acara budaya, (4) mengajarkan pengetahuan lokal melalui cerita rakyat, (5)
memanfaatkan berbagai media untuk penguatan bahasa daerah, (6) mendorong
anak-anak mengekspresikan diri menggunakan bahasa daerah misalnya dengan
menulis puisi, cerita pendek, atau karya-karya lain, (7) melibatkan anak dalam
kegiatan komunitas penggerak bahasa daerah, serta (8) menjalin kolaborasi
dengan sekolah terkait pengajaran bahasa daerah.
Selain itu, ia
juga mengajak agar semua orang tua dapat terus bersinergi dalam menumbuhkan
tunas-tunas bahasa ibu, harapan masa depan Indonesia. “Dan untuk para peserta
FTBIN, saya ucapkan selamat atas keberhasilan adik-adik semua untuk bisa
menampilkan karya-karya terbaiknya di tingkat nasional. Teruslah bersemangat
untuk melestarikan bahasa daerah dan mencintai budaya Indonesia,” pungkasnya.
Peserta FTBI,
Asilla Agustina dari SDN 007, Provinsi Kalimantan Timur mengaku bangga bisa
hadir di Jakarta pertama kalinya. Ia tak menyangka rutinitas berbahasa daerah
di rumah dan sekolah bisa membawanya tampil di acara puncak FTBI. “Sungguh,
senang sekali karena tidak menyangka. Saya sendiri berpikir kesenangan
berbahasa daerah membuat saya terikat dan merasa dekat dengan daerah asal
saya,” ungkapnya.
Sebagai putra
daerah, Asilla merasa bangga karena rutinitasnya berbahasa daerah secara
langsung merupakan wujud nyata pelestarian bahasa daerah. “Meskipun ini mungkin
hanya langkah kecil dari saya, tapi semua bahasa daerah harus terus
dilestarikan,” harap Asilla yang tampil memukau bernyanyi dalam sebuah kelompok
lagu medley di puncak acara FTBI.
Pengalaman yang
sama turut dirasakan oleh Navika Rivalna yang berasal dari SD Haurpanggung 1
Garut, Jawa Barat. Berawal dari kesenangannya bermain borangan, tak disangka
kemahirannya tersebut bisa membawa Navika ke Jakarta untuk menyaksikan
kemeriahan puncak FTBI. “Senang sekali bisa ikut di sini. Ini pertama kalinya
saya ke Jakarta. Tidak sabar untuk jalan-jalan ke Monas (Monumen Nasional),”
tutur Navika antusias.
Ia berharap,
anak-anak makin tertarik untuk mengenal seni budaya daerahnya karena banyak
sekali aktivitas berbahasa daerah yang seru untuk dimainkan. “Borangan,
dongeng, menari, dan lain-lain. Yuk, kita bangkitkan kejayaan bahasa daerah di
wilayah masing-masing,” ajaknya.
#MerdekaBelajar