Pentingnya Sinergi Seluruh Pemangku Kepentingan Mengawal Arah Baru Revitalisasi Bahasa Daerah
Jakarta, 3 Mei 2024 – Sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam merevitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan secara bertahap, sistematis,
dan berkelanjutan. Sebagai tindak lanjut upaya pelindungan bahasa daerah
tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat
Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra menginisiasi rapat koordinasi
bersama kepala daerah di 38 provinsi.
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan (1) ajang rembuk pelestarian bahasa
daerah di tengah arus globalisasi; (2) merumuskan kebijakan bersama dalam
mempromosikan penggunaan bahasa daerah di berbagai sektor, termasuk pendidikan,
pemerintahan, media, dan budaya; (3) menjadi platform berbagi strategi dan
praktik baik dalam meningkatkan kualitas pengajaran bahasa daerah, pelatihan
guru, dan pengembangan kurikulum dan bahan ajar yang relevan dalam pelindungan
bahasa; serta (4) mengintegrasikan penggunaan bahasa daerah dalam pembangunan
lokal, seperti pariwisata, ekonomi kreatif, dan promosi warisan budaya.
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengungkapkan bahwa Indonesia
sebagai negara dengan kebinekaan bahasa terbesar kedua di dunia menghadapi
tantangan serius dalam pelestarian bahasa daerah. Tren kepunahan yang
mengkhawatirkan terjadi akibat munculnya sikap negatif penutur jati terhadap
bahasa daerahnya, meningkatnya perkawinan silang antarpenutur bahasa daerah,
globalisasi, dan urbanisasi serta kebijakan yang tidak selalu berpihak kepada
pelestarian bahasa daerah.
Faktor-faktor tersebut mengancam keberadaan 718 bahasa daerah yang ada di
Indonesia. Data terkini menunjukkan penurunan signifikan dalam vitalitas
beberapa bahasa daerah, yang berarti jumlah bahasa yang mengalami kemunduran
terus meningkat. “Oleh sebab itu, pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus
bersinergi untuk menekan penurunan vitalitas bahasa daerah melalui upaya
revitalisasi,” tegasnya dalam pembukaan Rapat Koordinasi Penguatan Revitalisasi
Bahasa Daerah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Jakarta, Kamis (2/5).
Menurutnya, revitalisasi bahasa daerah (RBD) membutuhkan pendekatan
multilevel yang melibatkan berbagai kalangan, mulai dari komunitas lokal hingga
kerja sama internasional. Kebijakan ini mencakup pengakuan atas pentingnya
bahasa daerah dalam bidang pendidikan, pemanfaatan teknologi, dan digitalisasi.
Selain itu, peningkatan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya di lingkungan keluarga, akan menjadi pendukung utama kelestarian
bahasa daerah.
“Saya berharap, dari kegiatan ini dapat terkoordinasi upaya pelestarian
bahasa daerah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di seluruh
Indonesia serta terwujudnya komitmen bersama antara pusat dan daerah dalam
pelaksanaan pelindungan bahasa daerah secara konkret dalam program dan
penganggaran,” ucap Aminudin Aziz.
Kebijakan RBD di Indonesia telah mengalami beberapa fase, dengan pendekatan
yang berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap bahasa. Mulai 2021
Kemendikbudristek melalui Badan Bahasa menerapkan arah baru dalam implementasi
RBD di Indonesia. Arah baru program RBD tersebut mencakup sinergi dan
kemitraan, pengembangan kurikulum, bimtek guru master, pelibatan berbagai pihak
dan ranah penggunaan, serta prestise bahasa daerah dalam media dan kegiatan
sosial-kemasyarakatan.
“Arah itu diterapkan secara berkesinambungan, berfokus, dan berdampak luas.
Kebijakan RBD di Indonesia merupakan langkah strategis dan penting dalam
memelihara keanekaragaman bahasa dan budaya. Pendekatan holistik dan
kolaboratif yang diterapkan tidak hanya bertujuan melestarikan bahasa daerah,
tetapi juga memperkuat identitas nasional,” lanjutnya.
Pendekatan Baru RBD di Indonesia
Revitalisasi bahasa daerah (RBD) telah dilakukan selama beberapa puluh
tahun dengan fokus pada bahasa-bahasa yang terancam punah dan kritis. Namun,
sejak 2021, telah diluncurkan kebijakan baru RBD. Pendekatan dalam kebijakan
baru ini adalah bahwa revitalisasi lebih difokuskan pada bahasa-bahasa yang
masih banyak penuturnya, termasuk bahasa-bahasa dalam kategori aman.
Kebijakan ini menggunakan tiga model, yakni (1) model A untuk situasi atau
lingkungan kebahasaan dengan dominasi satu bahasa tertentu di dalam masyarakat
tuturnya dengan pendekatan berbasis sekolah; (2) model B untuk lingkungan
kebahasaan yang memungkinkan terjadinya “persandingan dan/atau persaingan”
dalam kontak beberapa bahasa besar di wilayah tersebut dengan pendekatan
berbasis sekolah dan komunitas; dan (3) model C untuk lingkungan kebahasaan
yang jumlah penuturnya relatif sedikit dan dengan sebaran terbatas dengan
pendekatan berbasis komunitas, keluarga, atau pusat-pusat kegiatan masyarakat.
Ketiga model tersebut dilaksanakan dengan melalui beberapa tahapan, di
antaranya (1) koordinasi dan sinergi dengan pemangku kepentingan di daerah agar
kemitraan antara pusat dan/ atau melalui unit pelaksana teknis (balai/kantor
bahasa) di seluruh Indonesia bersama pemerintah daerah terus berkelanjutan. Hal
ini dilakukan sekaligus guna mengokohkan peran utama pemerintah daerah dalam
pelestarian dan pengembangan bahasa dan sastra daerah; (2) penyusunan model
pembelajaran bahasa daerah yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik bahasa;
(3) bimbingan teknis guru utama (master) untuk diimbaskan secara luas kepada
rekan sejawat dan peserta didik; (4) diseminasi implementasi program serta
pelibatan berbagai pihak untuk turut serta mengambil peran dalam program RBD;
(5) pemantauan dan evaluasi serta penjaminan mutu program RBD, serta (6)
Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) secara berjenjang sebagai ajang apresiasi dan
mengangkat prestise bahasa daerah sekaligus penghargaan kepada generasi tunas
muda bahasa daerah yang berbakat dalam mendongeng, menyanyikan lagu daerah,
menulis dan membaca puisi, menulis cerita pendek dan surat, membaca dan menulis
aksara daerah, berkomedi tunggal, dan juga berpidato.
Dalam implementasi RBD sebagaimana tertera pada Peta Sasaran 2021—2024
tersebut, tercatat progres partisipasi yang makin meningkat dari berbagai
segmen masyarakat, antara lain pemerintah daerah, sekolah, komunitas, sektor
swasta, serta pegiat RBD, baik guru utama dan sejawat, pengawas, kepala
sekolah, peserta didik, sastrawan, maupun masyarakat akademisi dan umum. Target
partisipan RBD dalam rencana strategis Badan Bahasa yang semula ribuan orang,
tetapi hingga akhir 2023 jumlah itu telah mencapai 9,6 jutaan orang partisipan
(Tabel Partisipan).
Jumlah partisipan dapat terus meningkat seiring peran serta aktif berbagai
kalangan serta meluasnya sasaran pelaksanaan RBD di Indonesia mendatang.
Peningkatan jumlah partisipan itu menunjukkan bahwa masyarakat, terutama
generasi muda usia SD dan SMP penutur jati bahasa daerah, sudah mulai memiliki
sikap positif terhadap bahasa daerahnya. Harapannya, penutur muda dapat menjadi
penutur aktif bahasa daerah dan pada gilirannya memiliki kemauan untuk (1)
mempelajari bahasa daerah dengan penuh sukacita melalui media yang mereka
sukai, (2) menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerahnya, (3)
menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah
untuk mempertahankan bahasanya, dan (4) menemukan fungsi dan ranah baru dari
sebuah bahasa dan sastra daerah. Dengan demikian, kelestarian bahasa daerah
akan mencapai titik terang dengan adanya pendekatan dan strategi penghambatan
yang tepat untuk memperlambat kepunahan bahasa-bahasa daerah tersebut. (Denty
A./Editor: Meryna A, Azis P.)
Biro Kerja Sama
dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman:
kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran
Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor:
144/sipers/A6/IV/2024