Partisipasi Teman Netra dalam Uji Keterbacaan Buku Braille

Partisipasi Teman Netra dalam Uji Keterbacaan Buku Braille

Untuk meningkatkan kualitas literasi Indonesia, khususnya anak-anak difabel netra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kemendikbudristek berinovasi mengalihwahanakan 100 judul buku bacaan bermutu, yaitu buku cerita bergambar ke dalam bentuk buku Braille. Badan Bahasa mengajak 84 orang yang terdiri atas peserta didik, mahasiswa, dan guru dengan hambatan penglihatan dari beberapa SLB di Jakarta beserta para pendampingnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan Uji Keterbacaan Bahan Bacaan Bermutu yang berupa buku Braille di Hotel Mercure Jakarta, Simatupang, Jakarta pada 24—25 Juli 2024.
Dari tahun ke tahun, kemampuan membaca huruf Braille anak-anak tunanetra di Indonesia kian menurun. Akses terhadap buku bacaan Braille di masyarakat pun sangat sulit diperoleh. Realitas ini menjadi perhatian Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makariem, dan Komisi X DPR RI.
Kebijakan menyusun buku bahan bacaan bermutu adalah kebijakan dari Mendikbudristek. Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Muh. Abdul Khak, menuturkan bahwa Badan Bahasa kini sudah memiliki hampir dua ribu judul buku. Pada hari ini buku yang disajikan dalam Uji Keterbacaan Bahan Bacaan Bermutu (Buku Braille) sebanyak 100 buku berdasarkan pilihan para narasumber dan Kelompok Kepakaran Layanan Profesional (KKLP) Literasi. Tujuannya adalah agar teman-teman difabel netra memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses dan membaca buku-buku yang telah dibuat oleh Badan Bahasa.
Abdul Khak juga menambahkan bahwa Badan Bahasa memiliki sejarah baru, yaitu Badan Bahasa menyelenggarakan Uji Keterbacaan Bahan Bacaan Bermutu, khusus buku Braille dan mengundang teman-teman netra dari beberapa SLB Jakarta. Mereka diundang untuk mengetahui kesalahan cetak serta memastikan 100 buku yang diuji dapat dibaca dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Masukan dari para peserta teman netra akan menjadi bahan evaluasi untuk penyempurnaan bahan bacaan bermutu (buku Braille). Sementara itu, Ketua KKLP Literasi, Puteri Asmarini, mengungkapkan bahwa dasar pemikiran uji keterbacaan bahan bacaan bermutu (buku braille) adalah Badan Bahasa telah menyediakan buku bacaan bermutu bagi generasi muda Indonesia dari tahun 2020.
“Ada 345 judul buku bermutu untuk anak-anak. Ciri buku bacaan bermutu adalah buku yang ingin dibaca oleh anak-anak. Sebagai inovasi, Badan Bahasa ingin buku-buku ini dibaca oleh seluruh anak Indonesia termasuk adik-adik teman netra guna meningkatkan minat dan kegemaran membaca serta menumbuhkan budi pekerti mereka,” terang Puteri.
Penyediaan buku Braille melewati tahap yang sangat panjang. Tahap pertama adalah pemilihan judul-judul buku dari bahan bacaan bermutu yang dimiliki oleh Badan Bahasa. Bahan bacaan yang dipilih adalah bahan bacaan yang sesuai dengan teman-teman netra dan dapat dialihwahanakan menjadi buku Braille. Selanjutnya, dilakukan penentuan spesifikasi untuk ukuran dimensi buku, jenis, dan ketebalan kertas dan sampul; penyusunan harga perbandingan untuk pengadaan; pemilihan percetakan yang sanggup dan berpengalaman dalam pencetakan buku Braille; serta pencetakan dumi buku Braille.
“Dumi buku Braille yang sekarang diujikan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, uji keterbacaan ini perlu dilakukan dan melibatkan teman netra dan para pendampingnya untuk mencari tahu kekurangan, kelebihan, dan kualitas buku. Tiap teman netra dan para pendampingnya diberi tiga buku. Tiap buku harus dibaca secara menyeluruh terlebih dahulu oleh tiap teman netra. Kemudian, para pendamping (orang tua atau guru) bertugas mencatat respons atau komentar dari teman-teman netra sesuai butir-butir pertanyaan pada kuesioner yang diberikan,” tegas Rizal Muhammad Zaid, narasumber dari SLB A Pembina Tingkat Nasional.
Membaca buku harus dimulai dari hal yang terlihat sederhana, yaitu dari bagian depan, isi, hingga bagian penutup. Pengetahuan tentang judul, penulis, illustrator, penyunting atau editor, penerbit, dan tahun terbit sangatlah penting selain membaca bagian isi. Tujuannya ialah agar teman-teman netra dapat mengetahui informasi dan memiliki gambaran utuh sebuah buku. Oleh karena itu, buku harus dibaca sampai selesai.
Muhamad Fauzi, narasumber dari SLB A Pembina Tingkat Nasional, menambahkan bahwa pengujian buku cerita Braille ini didasarkan pada pemenuhan standar huruf Braille, yaitu ketimbulan huruf (kesesuaian enam titik simbol Braille), kesesuaian tatak dan penulisan informasi pada sampul dan isi buku, pencarian kesalahan tik, kesesuaian deskripsi ilustrasi dalam menggambarkan isi cerita, serta kualitas dumi buku secara fisik, yaitu ukuran buku, ketebalan kertas, dan jumlah halaman. Buku bacaan bermutu yang dihasilkan dan diterbitkan diharapkan dapat menjadi buku Braille yang berkualitas. Kegiatan penyusunan dan pencetakan buku Braille juga diharapkan terus berlanjut sehingga makin banyak buku-buku bagi peserta didik tunanetra.
“Hasil yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah penilaian dan masukan terhadap buku Braille yang diujikan sehingga bahan bacaan tersebut sesuai dengan Sistem Simbol Braille (SSB) Indonesia, ramah keterbacaan terhadap kawan netra, serta mampu meningkatkan kemampuan literasi teman-teman netra,” ujar Fauzi.
Benedicta Gwenete Harlena Auley (Gwen), SLB A Pembina Tingkat Nasional kelas 5A, menyampaikan bahwa ia buku Del dan Penjual Sayur. Menurutnya, buku cetaknya bagus dan ceritanya seru. Terdapat kesalahan tik berupa kurang huruf m untuk kata ‘macam-macam’ (macam-acam). Ia berharap agar buku-buku Braille makin berkembang, ceritanya makin banyak serta bermanfaat bagi anak-anak tunanetra Indonesia.
“Bagi teman-teman netra, teruslah bersemangat untuk belajar dan pantang menyerah,” ujarnya.
Paula Ernia, orang tua dan pendamping Gwen, berharap agar buku Braille dapat dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga para pendamping teman netra dapat menceritakan cerita secara lebih luas, tidak hanya melalui kata-kata Braille saja. Menurut Paula, saat ini buku Braille susah didapat dan penyediaannya membutuhkan langkah nyata. Dengan kegiatan uji keterbacaan, sudah ada kemajuan. Sebelum membaca, teman netra sudah punya fasilitas untuk mendapat buku bacaan. Tidak hanya buku pelajaran, tetapi juga akses terhadap buku cerita. Ia mengatakan bahwa fasilitas transportasi umum bagi difabel memang penting, tetapi penyediaan buku untuk pendidikan mereka juga penting.
Setelah selesai penyempurnaan berdasarkan hasil evaluasi uji keterbacaan, buku-buku Braille ini akan dimasukkan ke dalam laman Buku Digital sehingga pemerintah provinsi/kota/kabupaten di seluruh Indonesia memiliki akses untuk memperoleh bahan pencetakan buku Braille guna disebarkan ke sekolah-sekolah, lembaga, dan yayasan yang memfasilitasi difabel netra. Dengan adanya akses bahan bacaan bermutu buku Braille tersebut, teman-teman difabel netra akan memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk membaca buku-buku yang selama ini dibaca oleh anak-anak berkategori normal. Oleh karena itu, Badan Bahasa berterima kasih kepada teman-teman netra dan para pendamping yang sudah berpartisipasi dalam Uji Keterbacaan Bahan Bacaan Bermutu (buku Braille). 
Di akhir sambutan, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra menyampaikan bahwa selain buku-buku Braille, Badan Bahasa memiliki laman Buku Digital (budi.kemdikbud.go.id) dan aplikasi Halo Bahasa yang dapat dimanfatkan oleh teman-teman netra. Laman dan aplikasi tersebut memiliki koleksi buku audio. Buku audio adalah buku yang dibacakan oleh narator sehingga teman-teman netra yang mengakses buku audio seolah-olah juga membaca buku.

Dokumentasi





Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa