Universitas Darussalam Gontor Akui Keunggulan Sistem UKBI Adaptif Merdeka
Jakarta, 12 Agustus 2024—Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan
Bahasa), melalui Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra menerima kunjungan
Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor pada Senin, 12 Agustus 2024 di Kantor
Badan Bahasa, Rawamangun, Jakarta. Kunjungan tersebut disambut oleh Plt. Kepala
Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Hafidz Muksin berserta tim kerja Kelompok
Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Pembinaan Bahasa dan Hukum di Pusat
Pembinaan Bahasa dan Sastra. Sementara itu, UNIDA Gontor dihadiri oleh Ahmad
Saifulloh (Direktur DPB UNIDA Gontor), Moh. Ismail (Wakil Direktur DPB UNIDA Gontor), Ihwan
Mahmudi (Wakil Dekan Fakultas Tarbiyah), dan Syamsul Arifin (Dosen Bahasa Arab
UNIDA Gontor).
Ahmad Saifulloh mengungkapkan bahwa kunjungan tersebut bertujuan untuk melakukan
studi banding Sistem Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif dengan
tes adaptif bahasa Arab bagi penutur asing yang dirancang oleh Direktorat
Pengembangan Bahasa UNIDA Gontor. Ahmad mengaku bahwa alat uji kebahasan yang
adaptif baru ditemukan pada sistem UKBI yang digencarkan Badan Bahasa. Mengenal
lebih dalam sistem kerja UKBI Adaptif dirasa penting mengingat pihaknya ingin
mengembangkan alat uji berbahasa arab bagi penutur asing khususnya orang
Indonesia. Selain itu, UNIDA juga tercatat memiliki 140 mahasiswa asing dan
telah menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri.
“Kami sangat berterima kasih atas penerimaan kunjungan ini. Perlu kami
sampaikan bahwa saat ini UNIDA memiliki 140 mahasiswa asing dan UNIDA sudah
bekerja sama dengan beberapa universitas di luar negeri. Karena itu, sangat
penting bagi kami memiliki sistem uji kebahasaan yang adaptif dan ternyata
keunggulan sistem adaptif ini baru ditemukan di Badan Bahasa,” ungkapnya.
Dalam sesi pengenalan UKBI, Azizah menyampaikan bahwa UKBI merupakan tes
profisiensi yang menguji kemahiran berbahasa seseorang. Alat uji ini terdiri
atas lima seksi, yaitu seksi mendengar, seksi merespons kaidah, seksi membaca,
seksi menulis, dan seksi berbicara yang mengukur kemampuan reseptif, produktif,
dan mengukur pengetahuan dan pemahaman berbahasa seseorang. Selain itu, UKBI
Adaptif Merdeka memiliki beberapa keunggulan, di antaranya adalah menguji
kemahiran berbahasa dengan tingkat presisi yang tinggi, lintas waktu dan
tempat, dan jumlah soal berbeda untuk setiap peserta uji karena adaptif
bergantung kemampuan peserta sehingga lebih efisien.
Lebih lanjut, sesuai dengan PP Nomor 22 Tahun 2023, UKBI termasuk salah
satu jenis penerimaan bukan pajak yang berlaku di Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dalam peraturan itu telah ditetapkan besaran
biaya untuk mengikuti UKBI bagi mahasiswa, masyarakat umum, dan warga negara
asing (WNA). Masyarakat umum dikenakan biaya sebesar Rp300.000, mahasiswa
Rp100.000, dan pelajar nol rupiah. Sementara itu, bagi WNA dikenakan biaya sebesar
Rp1.000.000 untuk umum, mahasiswa dikenai biaya Rp500.000, dan bagi pelajar
Rp250.000. Pelajar yang ingin mengikuti UKBI tidak dikenakan biaya.
Selain bermanfaat untuk menguji Kemahiran berbahasa Indonesia, UKBI juga banyak
digunakan sebagai syarat beasiswa unggulan. Dilihat dari sejarahnya, UKBI bertransformasi
dengan sangat pesat. Kebijakan pengembangan desain UKBI Adaptif berawal dari
UKBI berbasis kertas dan pensil, lalu bertransformasi berbasis luring, kemudian
berbasis internet hingga menjadi UKBI Adaptif yang diluncurkan pada tahun 2021
lalu dengan UKBI Adaptif sistem uji yang makin mudah.
Badan Bahasa Bidik
Potensi Kerja Sama
Dalam kesempatan
yang sama, Hafidz menyampaikan tugas dan fungsi Badan Bahasa, salah satunya
adalah pengembangan bahasa yang dinilai memiliki fungsi yang sama dengan UNIDA.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa dua lembaga ini berpotensi menjalin kerja
sama melalui pelaksanaan UKBI Adapatif Merdeka bagi pelajar yang akan
bermanfaat jika pelajar mendaftar beasiswa unggulan, kerja sama di bidang
fasilitasi program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), fasilitasi
pelatihan kebahasaan dan kesastraan, pengembangan budaya literasi dan penyediaan
buku bacaan bermutu, atau hal lain yang berpotensi.
Moh. Ismail menyambut baik usulan kerja sama yang disampaikan Hafidz, ia
melihat bahwa banyak dari pelajar UNIDA Gontor yang mencari beasiswa setelah lulus,
salah satunya adalah beasiswa unggulan. “Saya pikir ini adalah potensi kerja
sama yang baik bagi dua lembaga dan tidak tertutup kemungkinan juga kami akan
menyasar dan mengajar lembaga keagamaan lain untuk ikut dalam program yang
ditawarkan Badan Bahasa,” terangnya. (Devi
Virhana)