Kepunahan Bahasa Daerah Menjadi Sorotan dalam Pertemuan Leksikograf Tingkat Asia

Kepunahan Bahasa Daerah Menjadi Sorotan dalam Pertemuan Leksikograf Tingkat Asia

Konferensi Internasional ke-14 Asosiasi Leksikografi Tingkat Asia (ASIALEX 2021) pertama kalinya digelar secara virtual oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Teknologi. Pertemuan para leksikograf tersebut menghadirkan empat orang pembicara kunci, yaitu E. Aminudin Aziz (Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Indonesia), René van den Berg (SIL International), Li Lan (The Chinese University of Hong Kong, Shenzen), dan Rufus Gouws (Stellenbosch University).

E. Aminudin Aziz membawakan topik seputar “Reformasi Kebijakan dalam Program Pengayaan Kosakata Bahasa Indonesia”. Dalam paparannya pada hari pertama, ia bercerita tentang peran dan fungsi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), salah satunya dalam melestarikan bahasa dan sastra daerah. Saat ini Badan Bahasa sudah berhasil menghimpun 700 lebih bahasa daerah. Tugas tersebut dilakukan atas kerja sama dengan balai dan kantor bahasa yang ada di 30 provinsi di Indonesia. Setiap tahunnya balai dan kantor bahasa tersebut menyumbangkan 1.000 kosakata bahasa daerah untuk menambah jumlah entri di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Amin menyoroti permasalahan dalam penambahan jumlah entri di KBBI. Menurutnya, jumlah entri bahasa daerah masih minim karena proposal entri tersebut tidak dipilih dengan baik oleh tim pengumpul data. Selain itu, mekanisme pengumpulan secara massal menjadi kendala. Selama ini pihaknya telah mengumpulkan label bahasa daerah di kamus bahasa daerah dan  hanya ada 58 entri dari setiap bahasa.

Ada lima syarat sebuah kata masuk ke dalam KBBI, yaitu bersifat unik; mudah diterima dan sering digunakan oleh masyarakat, baik dari segi jumlah bahasa maupun dari jumlah pengguna; indah didengar dan mudah diucapkan; dibentuk menurut kaidah morfologi di Indonesia; dan tidak bermakna atau berkonotasi negatif.

Lebih lanjut, Amin menilai bahwa hal tersebut sudah menjadi profil atau karakteristik dari kamus bahasa Indonesia. KBBI digunakan sebagai kamus umum dan merupakan alat yang merekam sejarah dari waktu ke waktu, mulai dari zaman kuno hingga zaman modern. KBBI diperbarui dua kali dalam setahun, yakni pada bulan April dan Oktober. Selain KBBI versi digital (luring dan daring), Badan Bahasa mempunyai KBBI versi cetak dan KBBI untuk tunanetra.

Pembicara berikutnya adalah René Van Den Berg dari SIL International. René berbicara seputar “Leksikografi dan Dokumentasi Bahasa: Urgensi, Tantangan, dan Kemungkinan”. Dalam paparannya, René  menyoroti persoalan bahasa daerah yang terancam punah sehingga dalam waktu 40 tahun ke depan belum tentu bisa bertahan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan bahasa daerah. Mereka tidak sadar bahwa bahasa mereka akan punah. Selain itu, kurangnya dukungan lembaga serta kurangnya pelatihan bagi penutur jati bahasa daerah juga menjadi sorotannya.

René menegaskan bahwa mencegah kepunahan bahasa daerah adalah tugas bersama. Agar  kepunahan bahasa daerah dapat dicegah, beberapa hal yang yang dapat dilakukan oleh pengumpul data adalah mencari kata yang harus diterjemahkan; melakukan verifikasi dengan melibatkan penutur jati; mengadakan lokakarya bagi penulis dengan membahas materi-materi yang bersifat kedaerahan; membuat kamus bergambar dan kamus tematik yang berisi kosakata ringan, misalnya seputar hewan dan tumbuhan; dan mengadakan lokakarya khusus untuk pengumpul data sehingga mereka saling bertukar ide dan gagasan seputar bahasa dan sastra daerah. 

Konferensi hari kedua menghadirkan Li Lan dari The Chinese University of Hong Kong, Shenzen. Dalam kesempatan tersebut, ia membahas isu seputar “Kata, Kamus, dan Sosiologi: Dampak Koroneologis”. Li Lan dalam paparannya sempat menyinggung perkembangan bahasa pada masa pandemi. Menurutnya, pandemi memiliki kesan khusus bagi para leksikograf. Bagaimana tidak, sejak pandemi hadir pada tahun 2020 banyak kosakata baru yang dengan cepat berkembang sehingga harus dipelajari serja dikaji oleh pakar bahasa di seluruh dunia.

Pembicara kunci terakhir adalah Rufus Gouws (Stellenbosch University, South Africa). Ia memaparkan topik “Leksikografi dan Dokumentasi dalam Lingkungan Multibahasa”. Menurutnya, dokumentasi adalah pekerjaan yang paling penting bagi leksikograf. Dokumentasi bahasa melengkapi deskripsi bahasa yang bertujuan untuk mendeskripsikan sistem abstrak suatu struktur dan aturan bahasa dalam bentuk tata bahasa atau kamus. Dengan mempraktikkan dokumentasi yang baik dalam bentuk rekaman dengan transkrip dan kemudian mengumpulkan teks dan kamus, seorang ahli bahasa telah bekerja dengan baik untuk menyediakan bahan yang dapat digunakan oleh penutur bahasa tersebut.

Dora Amalia selaku Plt. Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra sekaligus Ketua Pelaksana Kegiatan berharap bahwa hasil diskusi yang berlangsung pada tanggal 12—14 Juni 2021 dapat dijadikan referensi untuk melakukan kegiatan dokumentasi bahasa daerah. Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan bahwa dalam tur virtual Asialex 2021 Badan Bahasa memfasilitasi juru bahasa dengan tujuan agar semua peserta dapat memahami presentasi penelitian satu sama lain karena peserta konferensi tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari negara-negara lain.

Lebih lanjut, Dora sangat mengapresiasi kinerja panitia yang telah membantu menyiapkan konferensi perdana tersebut. Menurutnya, tertundanya kegiatan ini karena pademi pada tahun lalu membuat kita belajar untuk berinovasi. Meskipun tidak dapat bertatap muka, peserta dapat bertemu dalam ruang virtual yang sudah didesain seakan-akan bertatap muka.

Hal serupa juga diutarakan oleh Presiden Asialex, Vincent Ooi. Dalam sambutannya, ia mengaku senang dengan konferensi tersebut. Ia berterima kasih dan menyambut hangat partisipasi dari peserta meskipun acara digelar secara virtual. Selain itu, Vincent memuji panitia dalam menyiapkan ruang-ruang virtual yang menurutnya membawa imajinasi sehingga peserta merasa seolah-olah hadir langsung secara tatap muka. Vincent berharap bahwa kegiatan tersebut menjadi keluaran yang produktif serta menghasilkan saran yang konkret dalam pengembangan leksikografi. 

“Keberhasilan ini adalah hasil kerja sama antara semua pengurus. Terima kasih untuk semua pengurus dan saya memberikan penghargaan kepada semua anggota yang sudah bersama kita selama ini,” ungkapnya.

Di sisi lain, Nikita dan Vita selaku panitia yang bertugas dalam kegiatan tersebut membagikan pengalamannya pada saat bekerja. Mereka yang bertugas sebagai pengatur akses jalannya konferensi menceritakan tantangan yang dihadapi pada saat menghimpun data peserta.

“Di menit-menit terakhir masih ada peserta yang mendaftar sehingga keperluan administrasi harus diselesaikan segera, baik dari segi pemberkasan maupun administrasi keuangan lainnya,”  ungkap mereka.

Selain itu, pengalaman mereka bertambah dari segi komunikasi dengan warga asing. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang seadanya, mereka harus mengonfirmasi kebenaran setiap informasi yang diberikan kepada peserta yang berasal dari luar negeri. Dari semua itu, mereka merasa pengalaman menjadi panitia dalam ajang internasional tersebut akan menjadi pengalaman yang berharga sebab dari pengalaman itu, mereka menjadi tahu bagaimana susahnya mengurusi administrasi yang berhubungan dengan orang asing. (Devi Virhana, Cesar)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa