Lokakarya Prakonvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) bagi Penerjemah dan Juru Bahasa

Lokakarya Prakonvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) bagi Penerjemah dan Juru Bahasa

Pada saat ini profesi penerjemah dan juru bahasa di Indonesia belum mengacu pada standar yang seragam sesuai dengan ketetapan dan syarat profesionalisme berdasarkan pertimbangan ilmiah para pakar penerjemahan dan penjurubahasaaan. Untuk itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Penerjemahan mengadakan Lokakarya Prakonvensi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) pada Minggu—Sabtu, 6—12 Juni 2021 di Hotel Novotel, Mangga Dua Jakarta.

Lokakarya itu bertujuan untuk menghasilkan sebuah draf akhir substansi Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKNI) penerjemah dan juru bahasa yang telah lulus dalam melewati tahap prakonvensi. Lebih rinci lagi, kegiatan tersebut mengagendakan pembahasan lima naskah prakonvensi, yaitu RSKKNI Juru Bahasa Isyarat Tuli, RSKKNI Juru Bahasa Lisan Konferensi, RSKKNI Juru Bahasa Isyarat Dengar, RSKKNI Juru Bahasa Lisan Kemasyarakatan, dan RSKKNI Penerjemah Teks Umum.

Sementara itu, peserta yang hadir pada lokakarya tersebut berjumlah 40 orang yang berasal dari berbagai latar belakang seperti asosiasi profesi, instansi atau organisasi pengguna, asosiasi perusahaan, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga sertifikasi kompetensi atau profesi, serta instansi teknis dan organisasi lain yang terkait. Mereka akan membahasa, merumuskan, dan memverifikasi setiap draf naskah yang ada sebagai naskah standar yang nantinya akan digunakan oleh para penerjemah dan juru bahasa.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz dalam sambutannya menyampaikan bahwa dalam menjadi penerjemah yang hebat, kita harus banyak membaca, menulis, dan mempraktikkannya. SKKNI merupakan sebuah rujukan yg akan mengatur tingkat kompetensi yang diperlukan oleh seorang profesional. Di samping itu, beliau juga berpesan bahwa pembuatan standar itu sepatutnya berangkat dari prinsip keterbukaan sehingga rancangan standar keahlian yang dihasilkan berlaku bagi siapa pun yang mendalami profesi itu.

“Pembuatan standar bukan membuat seseorang menjadi ekslusif. Dengan adanya standar, kita memberikan keterbukaan kepada pihak mana pun yang ingin masuk ke dalam profesionalisme. Yang diatur di dalam ikatan profesional itu adalah standarnya,” ucap Aminudin.

Semoga dengan diselenggarakannya acara tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dapat memiliki standar kompetensi yang bersifat konvensional bagi penerjemah dan juru bahasa lepas di Indonesia. (ZN)

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa