I Nyoman Manda
Drs. I Nyoman Manda, lahir pada tanggal 14 April 1939 di Banjar Pasdalem Gianyar, Bali. Menurut I Nyoman Manda, sebenarnya ia merasa dilahirkan pada tahun 1938, sesuai perhitungan pawukon Bali, namun sesuai perkiraannya sendiri saat menghisi daftar kelahiran di SMP Gianyar, di ijasahnya tertulis 14 April 1939. Nyoman Manda sewaktu kecil bersekolah di SD Gianyar pada tahun 1946—1952, kemudian ia melanjutkan ke tingkat SMP pada tahun 1952—1955 di Gianyar, selanjutnya melanjutkan ke SMA Negeri Singaraja, pada tahun 1955—1958, setelah lulus SMA, ia memiliki keinginan menjadi seorang guru, akhirnya ia melanjutkan ke sekolah BI (Bahasa Indonesia) pada tahun 1958—1961, di Singaraja, karena kecintaannya dalam dunia pendidikan bahasa, ia kemudian melanjutkan lagi ke tingkat sarjana, dengan melanjutkan ke S1 jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Terbuka, dan lulus pada tahun 1990. Nyoman Manda lahir dari pasangan Wayan Dadi dan Ketut Puri. Ayahnya seorang seniman, sebagai penari, penguruk arja, sedangkan ibunya yang lahir di desa Camenggon Sukawati adalah lingkungan satra dan penangggalan. Dia lahir di jantung kota Gianyar, di sebelah selatan Puri Gianyar, sekarang namanya alun-alun. Desanya dulu di timur rumahnya, dan terdapat kali besar yang membelah desanya (yang dinamakan telabah), di sana berkembang kehidupan orang nyugsug padi ngubuh meri mandusin sampi dan sebagainya. Di sebelah selatan desanya terbentang sawah yang luas, sehingga kehidupan petani tempo dulu berkembang dalam kehidupannya. Kehidupan Manda kecil sebagai anak petani saat itu, seperti memelihara itik, menyabit rumput, memandikan sapi, ngonang, mencari mangga, dan mandi di kali di tengah sawah. Pada malam harinya ia suka bermain tambak-tambakan, kering-keringan. Paginya ia berkelompok pulang sekolah, dan sorenya di samping menyabit rumput, ia juga sering cari kayu api. Semua itu tertuang dalam kumpulan puisi Tiang dan novel anak-anak I Kentung uling Lodtungkang, nama desa imajinasinya sama dengan nama desa kelahirannya. Kegembiraan anak-anak dalam menyambut hari Raya Galungan dengan berkeliling desa mengikuti barong nglawang dan naik ayunan jantra. Istilah-istilah ini semua ada dalam novel I Kentung ulingi Lodtungkang dan dalam kumpulan drama Galang Bulan (cerita permainan anak-anak tempo dulu waktu malam hari dan pasar tradisional juga tertuang dalam kehidupan anak-anak di novel itu. Drs. I Nyoman Manda menikahi seorang wanita asal Banjar Teges yang bernama Ni Made Seruti, pada tanggal 14 Agustus 1964. Dari pernikahannya, mereka mendapat tiga orang anak. Anak pertama bernama Drs. Gede Palgunadi yang kemudian menikah dengan drg. Ayu Made Dwisanti M. Anak yang kedua dr. Kadek Pramesti Dewi yang menikah dengan dr. I Nyoman Rudi Susantha, Sp.OG. dan anak yang ketiga Ni Komang Tri Anggreni, S.H., menikah dengan dr. Wayan Adi Sudiarsana. Dari ketiga anak mereka, ia mendapatkan tujuh orang cucu, terhitung sejak tahun 2007, antara lain, pertama Putu Bagus Darmayasa umur 13 tahun, kedua Kadek Ratih Pradnyaswar umur 11 tahun, ketiga Putu Dian Pradnyaparamita umur 10 tahun, keempat Putu Kania Ayu Kirana umur 9 tahun, kelima Made Paramarta Vikrama umur 5 tahun, keenam Komang Trisia Ayu Maharani umur 4 tahun, dan ketujuh Made Bagus Ayesa Dwipayana umur 1 tahun. Sejak ia lulus dari bangku sekolah di BI. Bahasa Indonesia, ia memulai pekerjaannya sebagai guru di SGAN Selong, Lombok Timur, selama kurun waktu 3 tahun ajaran (tahun 1961—1964). Selanjutnya, ia pindah mengajar di SMA Negeri 1 Gianyar, pada tahun 1965—1986. Di tahun 1971, ia juga pernah menjadi Ketua KNPI Gianyar. Ia juga pernah menjadi Anggota DPRD Dh. Tingkat II, Gianyar, pada tahun 1966—1977. Kemudian, ia diangkat menjadi Kepala Sekolah di SMA Negeri Sukawati, pada tahun 1986—1997. Kemudian, ia diangkat menjadi Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Gianyar, pada tahun 1997—1999, yang selanjutnya ia pensiun pada tahun 1999, dengan golongan terakhir IV/C. Setelah pensiun, ia lebih banyak menyibukan dirinya dalam menulis, dan menjadi Redaktur Penerbitan Majalah Bahasa Bali Canang Sari dan Satua. Ia juga banyak menulis cerpen/puisi di harian Merdeka, Suara Karya, Bali Post dan Nusa yang dulunya bernama harian Nusa Tenggara. Ia juga aktif memimpin teater Malini dan Purnama, dan pernah pentas di Stasiun TVRI Denpasar. Sebagai seorang penulis yang beragama Hindu Dharma, dan lahir serta dibesarkan di Bali, yang paling mendasar adalah ia selalu ingin mengungkapkan kehidupan orang Bali dengan segala aspek kehidupannya. Agama dan kebudayaan menjadi dasar penulisan. Daerah Gianyar tempat tinggalnya lebih dikenal sebagai daerah wisata, maka pariwisata juga menjadi latar pada beberapa karya penulisannya. Dalam novel DTBK, ceritanya terinspirasi dari obyek wisata Monkey Forest di Ubud. Di sana banyak pedagang acung, salah seorang dari mereka adalah Nyoman Sari sebagai pelaku utama cerita novel tersebut. Ceritanya sangat terkait dengan peristiwa Bom Bali 12 Oktober 2002. Banyak jatuh korban turis Australia di café Paddy. Peristiwa yang benar-benar terjadi di Kuta tersebut ia padukan dalam rekaan imajinasi novel dalam kecil DTBK. Dalam novel DTBK tersebut, ia menekankan agar orang Bali sadar akan keluhuran nilai-nilai agama dan budaya yang menjadi dasar kehidupan orang Bali sepanjang masa, inilah yang harus menjadi tuntunan orang Bali kedepannya. Relevansi karya novel DTBK dengan kehidupan masyarakat sekarang ini adalah agar orang Bali sadar dan menghayati ajaran agama Hindu, keyakinanan akan kebenaran dari tri kaya parisuda. Wanita Bali yang mengerti akan ajaran agama dan setelah bercinta dalam kehidupan cinta ini hendaknya tulus abadi walaupun seandainya maut memisahkan mereka, tapi di dunia sana mereka akan abadi bersama dan keyakinan akan hal itulah yang menjadi latar belakang pemilihan judul novel DTBK tersebut. Nyoman Manda mulai giat menulis pada awal tahun tujuh puluhan, pada waktu itu Listibiya Prop Bali dan Balai Bahasa Singaraja sering mengadakan lomba atau sayembara. Salah satu cerpennya yang berjudul Togog mendapat hadiah pertama. Dia sangat terkesan dengan cerpen itu, karena saat itu Nyoman juga berkecimpung dalam maraknya pariwisata di Bali. Di sini dia melihat kenyataan seniman yang tekun berkarya (pemahat), kadang-kadang penghasilannya dikalahkan oleh seorang guide turis yang hanya bermodal bahasa Inggris, sehingga dapat mengeruk penghasilan besar. Demikian pula dalam cerpen Togog tersebut dia mengisahkan kehidupan tradisi yang masih kuat, utamanya kehidupan ilmu hitam (black magic). Hal itulah yang mendalam dalam pikirannya, sehingga ia angkat dalam cerpennya, padahal pada waktu itu generasi muda sudah mulai menganggap hal semacam itu kepercayaan yang sia-sia dalam kemajuan modern saat ini. Kontroversi semacam itulah yang masih ada dalam laju kehidupan modern orang Bali. Dalam setiap karyanya, Nyoman Manda selalu menyisipkan makna yang tersirat dalam setiap judulnya, antara lain, wanita Bali hendaknya luhur dalam menghargai cinta, ketulusan dalam menjalin cinta adalah penjabaran satia wacana apalagi dalam berumah tangga, dan cinta yang tulus adalah cinta yang suci. Nyoman Manda suka memberikan ide supaya ada sarana untuk mengembangkan sastra dan budaya Bali. Kemudian, ia bersama Made Sanggra menerbitkan majalah Canang Sari dan majalah Satua. Dalam majalah tersebut, mereka yang senang menulis macapat, kekawin yang ditulis dengan huruf Bali, gending anak-anak, puisi dan cerpen ada sarananya, sehingga kegiatan penulisan sastra Bali dapat berkembang. Gagasan lain yang pernah ia usulkan adalah agar diadakan pertemuan para seniman sastra Bali Anyar, sehingga ada diskusi dan gagasan muncul dalam mengembangkan kehidupan Sastra Bali. Hasil Karya: Pengalaman/Gagasan Penulisan: 1) Sejak duduk di bangku SMA Negeri Singaraja sudah mulai gemar menulis, namun tidak ada yang dipublikasikan lewat koran/majalah (tahun 1957). 2) Ia mulai merintis menulis/mementaskan drama untuk sekolah dan perayaan di kabupaten Lombok Timur. (Disusun setelah tamat sekolah di BI. Bahasa Indonesia, dan setelah diangkat sebagai guru SGA Negeri Selong Lombok Timur). 3) Sakuntala, Desaku, ide penulisan masih mengangkat warna lokal adat isitiadat, agama, dan lingkungan hidup dan pendidikan. (Disusun setelah pindah sebagai guru SMA Negeri 1 Gianyar, ia pernah mementaskan drama keliling di Daerah Tingkat II Gianyar). 4) Menulis artikel tentang budaya di surat kabar Suara Karya, Indonesia Raya Mingguan Merdeka Zaman, dan Bali Post. 5) Cerpen Indonesia di Media Muda Balai Pustaka, Simpon, dan Bali Post, serta harian Nusa Tenggara. 6) Puisi Bali, di harian Nusa Tenggara. 7) Kumpulan puisi Ganda Sari, pada tahun 1973 dan tahun 2002 cetakan ke-III, diterbitkan bersama Made Sanggra, ketika ia menjadi anggota DPRD Tingkat II 8) Pentas drama/apresiasi puisi di TVRI Denpasar, pada tahun 1974 sampai dengan tahun 1995. Sanggar Purnama yang anggotanya umum dan Sanggar Malini (SMUN I Gianyar). 9) Apresiasi seni sastra di Pondok Tebawutu, Gianyar, bersama Bali Post (Umbu Landu Peranggi dan mahasiswa Faksas Udayana), siswa di kota Gianyar, SMAN Gianyar, SMA TP 45 Gianyar, SMP Dwijendra, dan SMP Negeri I Gianyar. 10) Kegiatan seni bersama Sanggar Jungut Sari Sukawati, dan Sutan Takdir Alisyahbana, dengan Balai Seni Toya Bungkah, Danau Batur. 11) Kumpulan Puisi Ganda Sari, tema penulisan tetap mengetengahkan warna lokal, adat istiadat, pendidikan, dan kebudayaan. 12) Cerpen Togog, ide penulisan tentang pariwisata budaya,yang memenangkan hadiah ke dua, pada Sayembara Mengarang Cerpen Bali, yang diadakan oleh Balai Bahasa Singaraja, pada tahun 1977. 13) Drama Masan Cengkehé nedeng mabunga dan drama KUUK, ide keagamaan -perbuatan baik dan buruk- serta peranan generasi muda pada pembangunan desa nampak pada drama tersebut, merupakan pemenang pertama pada sayembara penulisan drama yang diadakan oleh Listibiya Bali, tahun 1978. 14) Novel Kasih Bersemi di Danau Batur, diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Tk. I, Bali th 1981. Tentang masalah alam lingkungan dan pendidikan. 15) Novel Sayong, tentang masalah tanah ayah dan adat nampak pada. 16) Kumpulan Cerpen Helikopter, tentang masalah pariwisata, adat, dan tanah. 17) Cerita Guru Made, tentang masalah pendidikan, merupakan cerpen pemenang pertama yang diadakan oleh PKB pada tahun 1995. 18) Kumpulan Cerpen Hilang, merupakan cerita pendek yang bernuansa alam gaib dan mistik. 19) Kumpulan Puisi Puputan Badung, tentang masalah kepahlawanan, merupakan kumpulan puisi dwi bahasa namun puisi yang berbeda bahasanya tidak mempunyai kaitan yang sama hanya isinya sama mengisahkan perjuangan Raja Badung sampai titik darah penghabisan. 20) Cerpen Angin Ngesir di batan binginé, tentang cerita kepahlawanan. 21) Kumpulan Puisi Mara-Mara, bertema tentang keagamaan dan sujud kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, pada tahun 1994. 22) Kumpulan sajak Kidung Republik, karya I Made Sanggra, penyusun Nyoman Manda, Sastra Bali tahun 1998. 23) Kumpulan Puisi Tiang, merupakan kumpulan puisi biografi atau riwayat hidup pengarang dengan lebih jelas menceritakan tentang keadaan kota Gianyar, dari masa kecilnya sampai saat menjelang dewasa saat perjuangan dan masa revolusi. 24) Novel I Kentung uling Lodtungkang, tentang dunia anak-anak menceritakan tentang kehidupan anak-anak Bali. 25) Drama Anak-Anak Galang Bulan, tentang dunia anak-anak menceritakan tentang kehidupan anak-anak Bali. 26) Novel Manah Bungah lenyah di Toyabungkah, tentang kehidupan remaja SMU dan kenakalan remaja, ngebut, serta narkoba tema ini diceritakan dalam. 27) Kumpulan Cerita Pendek Tali Rapiah, yang berisi enam belas cerpen pendek. Cerita kehidupan sosial masyarakat Bali dari demontrasi, kehidupan pegawai, hakekat perempuan, keagaaman dan reformasi masa kini. 28) Kumpulan Puisi Pendek yang berjudul Beh, tentang kritik sosial dan kritik masa kini. 29) Penerjemahan Puisi Deru Campur Debu, karya Khairil Anwar ke dalam Bahasa Bali, dalam judul yang sama. Terjemahan untuk mendapatkan gagasan dan pengalaman penulisan dalam puisi. 30) Penerjemahan Kumpulan Puisi yang berjudul Tirani dan Benteng, karya Taufik Ismail, ke dalam Bahasa Bali dengan judul yang sama. 31) Penerjemahan perbandingan dalam cerpen, yang berjudul Bawuk, pada Cerpen di tengah keluarga, karya Ajip Rosidi dan Cerpen Bawuk, Kumpulan Cerpen Pilihan Majalah Horison, yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Bali. 32) Penerjemahan mencari perbandingan dalam menulis roman atau novel, pada karya berjudul Layar Terkembang dan Sukreni Gadis Bali ke dalam bahasa Bali. 33) Penerjemahan Novel di bawah Lindungan Kaabah, karya Hamka dan dimuat bersambung dalam Majalah Satua. 34) Novel Bunga Gadung Ulung Abancang (Bunga Gadung Gugur Setangkai), tahun 2001 dan yang kedua dan ketiga terbit tahun 2003, merupakan novel trilogi yang kini baru selesai sampai bagian keduanya. 35) Penerjemahan Buku yang berjudul Perburuan, karya Pramudya Ananta Tur, yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Bali. 36) Kumpulan Puisi dengan judul Perani Kanti, kumpulan karya seniman puisi di Bali yang tujuannya supaya perkembangan Sastra Bali Anyar khususnya puisi supaya berkembang di Bali. 37) Kumpulan Cerpen Laraning Carita Ring Kuta, kumpulan cerita tentang peristiwa Bom di Kuta, pada tanggal 12 Oktober 2002. 38) Kumpulan Puisi Suung Luung, terbit pada bulan April 2003 dengan tebal 56 halaman, judul puisi diterbitkan oleh Pondok Tebawutu. Puisi ini juga seperti puisi-puisi lainnya adalah potret kehidupan manusia Indonesia/Bali yang bergejolak. 39) Kumpulan Drama Dwi Bahasa yang berjudul DEMO, dengan tebal 61 halaman berisi delapan judul drama. Salah satu dari judul drama itu diangkat sebagai judul buku biografi I Nyoman Manda. Bertema tentang kritik sosial dan protes pada keadaan bumi Indonesia seperti sekarang ini penuh penderitaan kemiskinan dengan budaya kental Korupsi Kolusi dan Nepotismenya. 40) Kumpulan Puisi Ubud. Sebuah novel tentang bom Kuta dan sebuah novel perjuangan. 41) Kumpulan Puisi TIANG, Januari 2007, untuk cetakan kedua terbit dengan 56 halaman. 42) Gebyar Gianyar dan yang terhindar yang terhindar- easay tentang daerah Gianyar, dengan ketebalan 214 halaman. 43) Kumpulan Cerpen Alikan Gumi, yang banyak diilhami setelah bergaul dengan para pelukis terkenal sepeti Gunarsa, Dewa Batuan dan bersahabat dengan kurator pencinta seni Wayan Suteja Neka dan wayan Windia SH. 44) Kumpulan Cerpen anak-anak, menerbitkan buku Mamedi yang telah dimuat di tabloid Lintang Bali Post. 45) Kumpulan Cerpen Helikopter dan novel Kasih Bersemi di Danau Batur, cetak ulang. 46) Buku Tirta Yatra Ke India, dengan ketebalan 179 halaman, terbit setelah melakukan tritayatra ke India pada bulan september 2005. 47) Kumpulan Puisi pada tahun 2005 dengan judul Niti titi Puttaparthi, inspirasinya timbul ketika beberapa hari ada di kota Puttaparthi tempat Sae Baba. 48) Kumpulan Drama Dewi Sakuntala, pada tahun 2006, ilhamnya timbul ketika berada di sungai Gangga dekat pertapaan Empu Kanwa di Resikes India. 49) Kumpulan Puisi Swara Cakra Kuruksetra, pada tahun 2006, idenya muncul setelah sehari suntuk ada di Kuruksetra India tempat pertempuran Baratayudha. 50) Kumpulan Cerpen yang berjudul Satua nyongkok Denpasar Bangkok, terbit pada tahun 2006. 51) Kumpulan Puisi Cingkreman Pesamuan, terbit pada pertemuan pengawi Bali di Art Centre bulan Juni 2006. 52) Kumpulan Cerpen Bali yang memakai pantun yang berjudul Ajak ja beli Mlali. 53) Novel berjudul Nembangang Sayang, terbit pada tahun 2007. 54) Novel Sejarah berjudul Gending Pengalu, terbit pada bulan April 2007, setebal 115 Halaman. 55) Kumpulan Cerpen Tiga Bahasa, antara lain Laraning Carita di Kuta dalam Bahasa Bali, Duka Kita di Kuta dalam Bahasa Indonesia, dan Our sorrow in Kuta dalam bahasa Inggris. 56) Novel Depang Tiang Bajang Kayang-Kayang (DTBK), terbit pada bulan Oktober 2007, setebal 100 halaman, merupakan kelanjutan inspirasi kumpulan cerpen yang tiga bahasa. 57) Roman Depang Tiang Bajang Kayang-kayang, I Nyoman Manda, Sastra Bali tahun 2008, penyusun I Made Suatjana. Penghargaan: Menerima hadiah Sastra Rancage 1. Penghargaan Sastra Bali tahun 1998, Karya: I Made Sanggra untuk kumpulan sajak Kidung Republik, Jasa: Nyoman Manda, di Universitas Pejajaran, Bandung. 2. Penghargaan Sastra Bali tahun 2003, Karya: I Nyoman Manda untuk roman Bunga Gadung Ulung Abancang (Bunga Gadung Gugur Setangkai), Jasa: I Gusti Putu Bawa Samar Gantang. Kedua kalinya pada tanggal 31 Januari 2003, di Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun. 3. Penghargaan Sastra Bali tahun 2008, Karya: I Nyoman Manda untuk roman Depang Tiang Bajang Kayang-kayang, Jasa: I Made Suatjana. --------------- Hadiah Sastra Rancage adalah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa bagi pengembangan bahasa dan sastra daerah. Penghargaan ini diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage, yang didirikan oleh budayawan Ajip Rosidi, Erry Riyana Harjapamekas, Edi S. Ekajati, dan beberapa tokoh lainnya. Pada awalnya (tahun 1989 hingga 1993), hadiah sastera ini hanya mencakup sastra Sunda, namun kemudian penghargaan ini juga diberikan kepada dunia sastra Jawa (sejak 1994), sastra Bali (sejak 1998), dan sastra Lampung (sejak 2008). Pada tahun 1990, Hadiah Sastera Rancage menjadi dua, yaitu untuk karya yang terbit berupa buku dan untuk jasa bagi mereka (perorangan atau lembaga) yang berjasa dalam pengembangan bahasa dan sastra daerahnya. Sejak tahun 1993, penghargaan ini juga dilengkapi dengan Hadiah Samsudi, yakni penghargaan khusus untuk penulis buku bacaan anak berbahasa Sunda. (Nav)