Mira W

Mira W adalah novelis terkenal yang dibanggakan oleh Indonesia karena dari tangannya sudah lahir puluhan tulisan yang berupa novel, novelette, dan cerita pendek yang disukai oleh masyarakat. Ia menulis tak henti, sejak tahun 1975 (cerpennya “Benteng Kasih” dimuat di majalah Femina) hingga novel sisi Gelap Cinta (2015), karya yang terakhir ditulisnya untuk saat ini. Masyarakat Indonesia, khususnya penggemar tulisannya, tentu masih berharap akan lahir lagi karyanya yang terbaru. 

 

Mira W atau Mira Widjaya (nama lengkapnya) lahir di Jakarta, tanggal 13 September tahun 1951. Saat ini usianya 65 tahun. Agama yang dianutnya adalah Kristen Protestan. Dalam beberapa novelnya, terlihat latar belakang kepercayaannya ini.

 

Ia memulai pendidikannya dengan masuk ke sekolah dasar (SD) di St. Maria Fatima, Jakarta (lulus tahun 1963), lalu melanjutkan ke sekolah lanjutan pertama (SLP) di sekolah yang sama (lulus tahun 1966). Setelah itu, ia masuk ke sekolah lanjutan atas (SLA) di Marsudirini, Jakarta (lulus tahun 1969) dan meneruskan pendidikannya di Fakultas Kedokteran, Universitas Tri Sakti (lulus tahun 1979).

 

Setelah lulus menjadi dokter, ia mengabdikan ilmu kedokterannya melalui Universitas Prof. Dr. Moestopo, sebagai staf pengajar merangkap dokter di klinik (Kepala Balai Pengobatan, 1984). Selain itu, Mira juga membuka  praktik dokter pribadi di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur.

 

Menulis adalah hobinya sejak kecil. Sejak di bangku sekolah dasar ia sudah suka menulis. Ia mulai menulis dengan membuat catatan harian. Setelah itu, ia mulai ikut menulis di majalah sekolah dan juga majalah dinding. Selanjutnya, ia mulai memberanikan diri mengirimkan tulisannya ke majalah atau surat kabar. Ternyata usahanya tidak sia-sia, ia berhasil. Tulisannya yang berupa cerpen berjudul “Benteng Kasih” dimuat di majalah Femina pada tahun 1975. Itulah saat pertama kali karyanya dipublikasikan secara luas. Ia juga menerima honor sebesar Rp3.500,00. Mira sangat senang dan semakin bersemangat menulis.

 

Ia semakin produktif dan mengirimkan tulisan-tulisannya ke media dan juga penerbit. Tulisannya dimuat di beberapa surat kabar dan majalah, antara lain, Kompas, Femina, Dewi, dan Kartini. Tema-tema ceritanya yang tentang cinta yang sangat akrab bagi siapa pun dan bahasanya yang komunikatif membuat tulisannya mudah diterima oleh pembacanya, terutama pembaca muda. Mira memang popular di kalangan remaja putri dan ibu-ibu muda.  

 

Pada tahun 1977 cerita bersambungnya yang berjudul “Dokter Nona Friska” dimuat di majalah Dewi. Cerita bersambung ini kelak diterbitkan sebagai novel dengan judul Kemilau Kemuning Senja (tahun 1981). Namun, novelnya yang pertama terbit adalah Sepolos Cinta Dini, diterbitkan oleh Gramedia, pada tahun 1978. Novel pertamanya itu juga bermula dari cerita bersambung yang dimuat di surat kabar Kompas pada tahun 1977.

 

Setelah novelnya yang pertama itu (terbit 1978), mulailah pasar novel Indonesia dibanjiri oleh karya-karya Mira yang terus bermunculan dengan sangat atraktif. Tak perlu menunggu lama, pada tahun yang sama lahirlah novel keduanya, Cinta Tak Pernah Berhutang (1978). Lalu, menyusul novel berikutnya, Permainan Bulan Desember (1979), Tatkala Mimpi Berakhir (1979), Matahari di Batas Cakrawala (1980), Kuduslah Cintamu, Dokter (1980), Ketika Cinta Harus Memilih (1980), Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi (1980), dan seterusnya. Mira W sangat produktif.

 

Beberapa dari novelnya itu kemudian menarik perhatian insan  perfilman, sama seperti karya novel pendahulunya, Marga T, yang karyanya juga sudah difilmkan dan disinetronkan. Banyak kalangan yang menilai ada kesamaan antara Mira W dan Marga T. Di antaranya, novel-novel mereka bernuansa cinta dan digemari oleh remaja putri dan ibu-ibu. Kesamaan lain, mereka sama-sama dokter lulusan Universitas Tri Sakti dan sama-sama keturunan Tionghoa.

 

Novel Mira W yang sudah difilmkan, antara lain, adalah Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi difilmkan dengan judul yang sama, “Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi” (1980). Film ini disutradarai oleh Wim Umboh (sutradara yang sangat terkenal saat itu dan peraih banyak piala citra) serta dibintangi oleh Widiawati dan Roy Marten. Film ini mendulang banyak penonton dam mendapat banyak pujian. 

 

Novel lainnya, adalah Kemilau Kemuning Senja yang juga difilmkan dengan judul yang sama “Kemilau Kemuning Senja” (1980). Film itu disutradarai Hasmanan dan dibintangi oleh, Widyawati, Sophan Sophian, dan Awang Darmawan. Cerita-cerita Mira W memang mampu memancing perhatian masyarakat. Film ini pun cukup berhasil sebagaimana film pendahulunya.

 

Selain dua contoh di atas, novel Mira W lainnya yang sudah dialihwahanakan menjadi film adalah “Seandainya Aku Boleh Memilih” (1984) dengan sutradara  Wahab Abdi dan  dibintangi oleh Nena Rosier dan Roy Marten. Lalu, Film “Romantika: Galau Remaja di SMA” (1985) yang disutradarai oleh Hengky Solaiman dan dibintangi oleh Meriem Bellina dan Paramitha Rusady, di samping film “Merpati Tak Pernah Ingkar Janji” (1986) yang disutradarai oleh Wim Umboh dan dibintangi oleh Paramitha Rusady dan Adi Bing Slamet.

 

Film “Arini, Masih Ada Kereta yang Akan Lewat” (1987) mendapat perhatian yang sangat besar dari masyarakat maupun tokoh perfilman. Film itu menjadi tontonan favorit saat itu.  Film yang disutradarai oleh Sophan Sophiaan dan dibintangi oleh Widyawati dan Rano Karno itu mendapat banyak sekali pujian. Film itu juga menjadi unggulan film terbaik pada FFI 1987 dengan sejumlah nominasi dan mendapat Piala Citra untuk Aktris Uama Terbaik. Film itu juga mendapat Piala Antemas 1988, yang merupakan penghargaan untuk film terlaris.

 

Film “Tatkala Mimpi Berakhir” (1987) disutradarai oleh Wim Umboh dan dibintangi oleh Ray Sahetapi dan Meriem Bellina. Film ini mendapat nominasi FFI 1988 untuk pemeran utama pria dan pemeran utama wanita. Film “Perisai Kasih yang Terkoyak” (1986) disutradarai oleh Hadi Poernomo dan dibintangi oleh Tuti Indra Malaon, Nena Rosier, dan Dwi Yan. Film ini menjadi film pilihan FFI 1987. Begitu juga halnya dengan film “Cinta Cuma Sepenggal Dusta” (1986). Film yang disutradarai oleh Edi SS dan dibintangi oleh Christine Aristha, Deddy Mizwar, Firdha Razak, dan Gusti Randa. Film ini juga menjadi film pilihan FFI 1987.

 

Meskipun novel Mira sudah banyak yang difilmkan, Mira tak pernah tertarik untuk terjun aktif ke dalam dunia perfilman. Ia juga tidak mau membuat skenario filmnya karena menurut Mira, membuat novel dan membuat skenario merupakan keahlian yang berbeda. Jadi, ia fokus saja pada keahliannya, yaitu menulis novel.

 

Padahal, kalau saja ia mau terjun ke dunia film, tentulah hal yang tak sulit baginya. Ia dilahirkan di dalam keluarga yang menekuni perfilman. Ayahnya adalah salah satu dari Wong Bersaudara yang dikenal sebagai produser film kala itu. Salah satu film yang diproduksi Wong Bersaudara adalah film “Terang Boelan” (1936) yang dibintangi oleh Roekiah dan Rd. Mas Kartolo.

 

Setelah kakak tertua di dalam keluarga Wong Bersaudara, yaitu Nelson Wong, sakit, ayah Mira tetap melanjutkan memproduksi film. Lalu, lahirlah film “Bengawan Solo” (1949) yang saat itu dibintangi oleh Sofia W,D. dan Rd. Mochtar. Pada tahun 1971, film itu didaur ulang dengan judul yang sama oleh kakak Mira, Willy Willianto, dan dibintangi oleh W.D. Mochtar dan Rima Melati.

 

Jadi, ada empat orang di keluarga Mira yang terjun di perfilman, yaitu Wong bersaudara (Nelson Wong/kakak tertua, kakak kedua Wong, dan Othniel Wong/ayah Mira) serta Willy Willianto (kakak laki-laki Mira). Akan tetapi, minat Mira tidak pada film. Ia sudah merasa cukup sibuk menjalani profesinya sebagai dokter dan juga sebagai penulis.

 

Menurut Mira, kadang ia puas dengan bukunya yang difilmkan karena sesuai dengan tema dan karakter cerita yang dibangunnya dalam novelnya itu. Akan tetapi, kadang ia juga tidak puas karena film yang dihasilkan ternyata tidak sesuai dengan gambarannya. Begitu juga dengan novelnya yang disinetronkan (beberapa novel Mira juga dialihwahanakan menjadi sinetron, antara lain,…).

 

Menurutnya juga, novel yang difilmkan kadang tidak memenuhi gambaran novelnya karena waktunya yang terbatas, sekitar satu jam lebih. Waktu itu kadang terlalu sempit untuk menggambarkan semua karakter dan kisah tokoh dalam novelnya. Sebaliknya, sinetron mempunyai waktu tayang yang cukup panjang sehingga kadang ceritanya jadi keteteran karena harus mengikuti alur tayang sinetronnya.  

 

Mira tidak keberatan kalau orang memberinya cap sebagai penulis novel cinta karena menurutnya cinta itu abadi, human, dan universal. Oleh karena itu, di bagian dunia mana pun tetap saja banyak penulis yang menulis tentang cinta dan ia adalah salah satunya.  

 

Mira memang selalu menuliskan cerita yang dekat dengannya. Beberapa cerita dalam novel diakuinya bersumber dari kisah nyata. Sebagian ada juga yang berasal dari pasiennya. Kisah saat ia merasakan jatuh cinta juga adalah bagian ceritanya.  Prinsipnya, Mira menulis bertujuan untuk menghibur dan ia tidak mau merusak akhlak pembacanya. Walaupun di dalam tulisannya ada misi yang diembannya, ia tidak mau menggurui pembacanya.

 

Pada tanggal 13 September 2015 diadakan perayaan “40 Tahun Mira W Berkarya”. Perayaan itu diselenggarakan oleh Penerbit Gramedia dan bertempat di Gramedia Central Park, Jakarta. Pada acara perayaan itu Mira meluncurkan novelnya yang terbaru yang berjudul Sisi Gelap Cinta yang sekaligus menjadi penanda 40 tahun dirinya berkarya (tahun 1975—2015). Novel Sisi Gelap Cinta itu adalah bukunya yang ke-82.

 

Dalam rangka merayakan empat puluh tahun Mira berkarya, Gramedia menerbitkan kembali empat novelnya yang masing-masing terdiri dari dua cerita. Novel tersebut adalah Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi dan Masih Ada Kereta yang Akan LewatCinta Sepanjang Amazon dan Nada Tanpa Kata;  Jangan Ucapkan Cinta dan Bukan Cinta Sesaat; serta Sampai Maut Memisahkan Kita dan Merpati Tak Pernah Ingkar Janji.   

 

Sampai saat ini Mira sudah menulis 82 buah buku, yang terdiri atas 75 novel dan 7 buah  novelette/kumpulan cerpen. Dari antara 75 novelnya tersebut 23 novel sudah difilmkan dan beberapa disinetronkan.

 

Karya-karya Mira W.

1. Sepolos Cinta Dini , 1978 (cerber Kompas, 1977)

2. Cinta Tak Pernah Berhutang , 1978

3. Permainan Bulan Desember , 1979

4. Tatkala Mimpi Berakhir , 1979

5. Matahari di Batas Cakrawala , 1980

6. Kuduslah Cintamu, Dokter , 1980

7. Ketika Cinta Harus Memilih , 1980

8. Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi , 1980

9. Kemilau Kemuning Senja , 1981 (dari cerber Dokter Nona Friska, 1977)

10. Benteng Kasih, (Kumpulan Cerpen) , 1981

11. Firdaus yang Hilang , 1981

12. Cinta di Awal Tiga Puluh , 1981

13. Seandainya Aku Boleh Memilih , 1981

14. Masih Ada Kereta yang Akan Lewat , 1982

15. Dari Jendela SMP , 1983

16. Tak Cukup Hanya Cinta , 1983

17. Seruni Berkubang Duka , 1983

18. Mekar Menjelang Malam, (Kumpulan Cerpen) , 1983

19. Relung Relung Gelap Hati Sisi , 1983

20. Tak Selamanya Gelap itu Gulita (Kumpulan Novelet) , 1984

21. Jangan Pergi Lara , 1984

22. Merpati Tak Pernah Ingkar Janji , 1984

23. Memburu Jodoh (Kumpulan Cerpen) , 1984

24. Galau Remaja di SMA , 1984

25. Cinta Cuma Sepenggal Dusta , 1985

26. Kidung Cinta Buat Pak Guru (Sisi Merah Jambu) , 1985

27. Di Tepi Jeram Kehancuran , 1986

28. Perisai Kasih yang Terkoyak , 1986

29. Bilur Bilur Penyesalan , 1986

30. Satu Cermin Dua Bayang Bayang , 1987

31. Sematkan Rinduku di Dadamu (Kumpulan Novelet) , 1987

32. Luruh Kuncup Sebelum Berbunga , 1987

33. Dakwaan dari Alam Baka , 1988

34. Biarkan Kereta itu Lewat, Arini , 1988

35. Tersuruk dalam Lumpur Cinta , 1988

36. Perempuan Kedua , 1989

37. Cinta Seindah Tatapan Pertama , 1989

38. Trauma Masa Lalu , 1990

39. Di Bahumu Kubagi Dukaku , 1990

40. Sekelam Dendam Marisa , 1991

41. Jangan Biarkan Aku Melangkah Seorang Diri , 1991

42. Kuukir Pelangi Kasih di Hatimu , 1991

43. Mahligai di Atas Pasir , 1991

44. Sampai Maut Memisahkan Kita , 1992

45. Di Ujung Jalan Sunyi , 1993

46. Segurat Bianglala di Pantai Senggigi , 1993

47. Limbah Dosa , 1993

48. Nirwana di Balik Petaka , 1994

49. Perempuan Tanpa Masa lalu (Kumpulan Novelet) , 1995

50. Bukan Cinta Sesaat , 1995

51. Deviasi , 1996

52. Delusi , 1998

53. Jangan Ucapkan Cinta , 1998

54. Semburat Lembayung di Bombay , 1998

55. Dunia Tanpa Warna (Kumpulan Novelet) , 2007

56. Cinta Menyapa Dalam Badai , 2000

57. Cinta Berkalang Noda , 2000

58. Cinta Tak Melantunkan Sesal , 2001

59. Dan Cinta pun Merekah Lagi , 2001

60. Mekar Menjelang Malam , 2002

61. Titian ke Pintu Hatimu , 2002

62. Semesra Bayanganmu , 2002

63. Jangan Renggut Matahariku , 2002

64. Di Bibirnya Ada Dusta , 2003

65. Dikejar Masa Lalu , 2003

66. Bukan Istri Pengganti , 2003

67. Bila Hatimu Terluka , 2004

68. Pintu Mulai Terbuka , 2005

69. Di Sydney Cintaku Berlabuh , 2005

70. Solandra , 2005

71. Tembang yang Tertunda , 2005

72. Obsesi Sang Narsis , 2007

73. Sentuhan Indah itu Bernama Cinta, 2007

74. Cinta Sepanjang Amazon , 2008

75. Dua Kutub Cinta , 2008

76. Kupinjam Napas Iblis , 2009

77. Suami Pilihan Suamiku , 2009

78. Surat Buat Themis , 2010

79. Serpihan Cinta Bipolar , 2012

80. Birunya Skandal , 2013

81. NadaTanpa Kata , 2014

     82. Sisi Gelap Cinta , 2015

sumber foto: http://www.antaranews.com dan http://terbitinkarya.blogspot.co.id
 

Mira W

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa