Kuntowijoyo

Kuntowijoyo dilahirkan di Bantul, Yogyakarta, pada tanggal 18 September 1943. Ia dibesarkan di Ceper, Klaten, dalam lingkungan keluarga Jawa yang beragama Islam beraliran Muhammadiyah. Ia anak kedua dari sembilan bersaudara. Ia menikah tahun 1969 dengan Susilaningsih, lulusan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dari pernikahannya itu Kuntowijoyo mempunyai dua orang anak, Punang Amaripuja dan Alun Paradipta. Ia meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 2005 dalam usia 62 tahun karena sakit. Kuntowijoyo menyelesaikan SD dan madrasah tahun 1956 dan SMP tahun 1959, semuanya di Klaten. Ketertarikannya pada sastra mulai tampak saat SD. Ia sering mendengarkan siaran puisi dari radio Surakarta asuhan Mansur Samin dan Budiman S. Hartojo. Mentornya, M. Saribi Arifin dan M.Yusmanam, mendorongnya untuk menulis sastra. Di SMA, ia banyak membaca karya sastra, baik dari penulis Indonesia maupun dari luar negeri, seperti Karl May, Charles Dickens, dan Anton Chekov. Dengan bekal itu, pada tahun 1964 ia menulis novel pertamanya, Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari, yang kemudian dimuat sebagai cerita bersambung di harian Djihad tahun 1966. Selain itu, ia juga menulis cerpen dan drama pendek untuk klubnya. Namun, ia baru memublikasikan karyanya itu pada pada tahun 1967 di majalah Horison. Setelah menyelesaikan SMA di Surakarta tahun 1962, Kuntowijoyo melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, dan selesai tahun 1969. Kemudian, ia diangkat sebagai pengajar di almamaternya. Di bidang kebudayaan, Kuntowijoyo mendirikan Leksi (Lembaga Kebudayan dan Seniman Islam) bersama kawan-kawannya. Ia menjadi sekretaris tahun 1963—1969. Dari tahun 1969—1971 Kuntowijoyo aktif dalam Kelompok Studi Mantika bersama temannya, seperti M. Dawam Raharjo, Arifin C. Noer, Abdul Hadi W.M., Amri Yahya, Sju’bah Asa, Chairul Umam, dan Ikranegara. Sebagai sarjana ilmu sejarah, pendidikan formalnya tuntas setelah meraih gelar doktor ilmu sejarah dari Columbia University, New York, Amerika Serikat, tahun 1980. Sebelumnya, ia menyelesaikan studi S-2 di The University of Connecticut, Amerika Serikat, tahun 1974. Disertasinya di Universitas Columbia, Social Change in an Agrarian Society: Madura 1950—1940, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain menulis sejarah Madura, ia juga menulis beberapa risalah sejarah dalam bentuk makalah dan paper yang tersebar. Salah satu karya terakhir di bidang sejarah ialah Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900—1915 (2004). Namun, bukan dengan ilmu sejarah saja ia menjangkau publik secara luas. Sejak muda hingga akhir hayatnya, Kuntowijoyo tekun berkarya di bidang sastra: puisi, novel, cerita pendek, dan drama. Atas ketekunannya itu, ia banyak mendapat hadiah dan penghargaan, baik dari dalam maupun luar negeri. KARYA: a. Kumpulan puisi 1. Suluk Awang-Uwung (1975) 2. Isyarat (1976) 3. Daun Makrifat, Makrifat Daun (1995) b. Kumpulan cerpen 1. Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992) 2. Antologi cerpen pilihan Kompas: Laki-Laki yang Kawin dengan Peri (1995), Pistol Perdamaian (1996), dan Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997) 3. Hampir Sebuah Subversi (1999) c. Novel 1. Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (1966) 2. Khotbah di Atas Bukit (1976) 3. Pasar (1994) 4. Impian Amerika (1998) 5. Mantra Pejinak Ular (2000) d. Naskah drama 1. “Rumput-Rumput Danau Bento” (1968) 2. “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda, dan Cartas” (1972) 3. “Topeng Kayu” (1973) e. Karya nonfiksi 1. Pengantar Ilmu Sejarah (1995) 2. Metodologi Sejarah (1994) 3. Demokrasi & Budaya Birokrasi (1994) 4. Radikalisasi Petani (1993) 5. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (1991) 6. Dinamika Sejarah Umat Islam (1997) 7. Identitas Politik Umat Islam (1997) 8. Esai Agama, Budaya, dan Politik (2000) 9. Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900—1915 (2004) Hadiah2: 1. Hadiah Harapan dari Pembina Teater Nasional Indonesia untuk naskah drama “Rumput-Rumput Danau Bento” (1968) 2. Hadiah Pertama Sayembara Cerpen Majalah Sastra untuk cerpen “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga” (1968) 3. Hadiah Sayembara Penulisan Lakon dari Dewan Kesenian Jakarta untuk naskah drama “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda, dan Cartas” (1972) 4. Hadiah Panitia Hari Buku untuk novel Pasar (1972) 5. Hadiah Penulisan Lakon dari Dewan Kesenian Jakarta untuk naskah drama “Topeng Kayu” (1973) Penghargaan: 1. Penghargaan Sastra Indonesia dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (1986) 2. Penghargaan Penulisan Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk kumpulan cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1994) 3. Penghargaan Kebudayaan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) (1995) 4. Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas untuk cerpen “Laki-Laki yang Kawin dengan Peri” (1995) 5. Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas untuk cerpen “Pistol Perdamaian” (1996) 6. Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas untuk cerpen “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” (1997) 7. Penghargaan dari Asean Award on Culture (1977) 8. Penghargaan Satya Lencana Kebudayaan Republik Indonesia (1997) 9. Penghargan dari Penerbit Mizan Award (1998) 10. Penghargaan Kalyanakretya Utama untuk Teknologi Sastra dari Menristek (1999) 11. Penghargaan SEA Write Award dari Kerajaan Thailand (1999) 12. Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa (2005)

Kuntowijoyo

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa